Jelajah Sepeda Lipat Berpotensi Mengangkat Pariwisata Daerah
›
Jelajah Sepeda Lipat...
Iklan
Jelajah Sepeda Lipat Berpotensi Mengangkat Pariwisata Daerah
Sebanyak 125 peserta mengikuti jelajah sepeda lipat yang untuk pertama kalinya diselenggarakan dari Kota Cirebon menuju Bandung, Jawa Barat. Selain olahraga, ajang ini diharapkan meningkatkan geliat pariwisata.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Jelajah sepeda lipat untuk pertama kalinya diselenggarakan dari Kota Cirebon menuju Bandung, Jawa Barat. Sebanyak 125 peserta turut serta dalam ajang yang melintasi rute sejauh 144 kilometer tersebut. Selain olahraga, kegiatan ini dinilai mampu meningkatkan kunjungan wisata.
Sepeda Lipat Challenge Cirebon Bandung (Seli Ceban) digelar Jelajah Lintas Nusa (JLN). Para peserta memulai start di depan Balai Kota Cirebon, Sabtu (22/2/2020) sekitar pukul 06.30. Sebelum mengayuh pedal sepeda, mereka antusias berfoto di bangunan cagar budaya serupa anjungan kapal yang rampung dibangun tahun 1927 itu.
Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata Kota Cirebon Agus Suherman bersama Direktur JLN Nugroho F Yudho turut melepas pesepeda diiringi tarian topeng. Selama perjalanan, peserta akan melintasi Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Majalengka, dan Sumedang dan dijadwalkan finis di mal Paris Van Java, Kota Bandung, sekitar pukul 17.00.
Rute menantang yang didominasi tanjakan di daerah Tomo dan Cadas Pangeran (Sumedang) menanti peserta. Adapun ketinggian puncak pada jelajah kali ini mencapai sekitar 800 meter di atas permukaan laut. Pemandangan sawah terasering serta udara sejuk di Majalengka dan Sumedang dapat memanjakan peserta.
Patung Pangeran Kornel yang bersalaman menggunakan tangan kiri dan tangan kanannya memegang senjata kujang dengan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Willem Daendels menjadi titik akhir tanjakan. Patung itu menggambarkan bentuk protes Pangeran Kornel yang merupakan penguasa Sumedang kala itu.
Saat itu, Kornel tidak sepakat dengan kebijakan Daendels yang membangun jalan sepanjang kurang dari 7 kilometer di Cadas Pangeran dengan mengorbankan nyawa sekitar 5.000 pekerja. Berbagai titik itu tersaji dalam jelajah Seli Ceban.
Nugroho mengatakan, Cirebon menjadi pilihan titik pemberangkatan karena kaya dengan sejarah dan kuliner khas. Tiga keraton berumur ratusan tahun masih berdiri di kota seluas 37 kilometer persegi itu dan menjadi daya tarik wisatawan luar kota. ”Peserta umumnya berasal dari Jakarta dan Bandung,” ucapnya.
Ajang jelajah sepeda seharga belasan juta rupiah hingga puluhan juta rupiah itu diikuti pehobi dari beragam latar belakang, seperti karyawan swasta, dokter, dan pengusaha. ”Ke depan, kami berharap jelajah sepeda lipat diselenggarakan di Cirebon dan sekitar kaki Gunung Ciremai,” ungkapnya.
Gunung Ciremai, gunung tertinggi di Jawa Barat, sekitar 3.078 meter di atas permukaan laut, berada di Kabupaten Kuningan dan Majalengka. Waktu tempuhnya sekitar 1 jam dari Kota Cirebon.
Agus Suherman menyambut baik jelajah Seli Ceban. ”Mudah-mudahan tahun depan acara ini masih lanjut. Cirebon punya potensi untuk jelajah sepeda karena di sini banyak destinasi wisata dan kuliner. Dengan begitu, kunjungan wisatawan dapat meningkat,” ujarnya.
Destinasi wisata itu seperti Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton Kacirebonan, Taman Air Goa Sunyaragi, dan Makam Sunan Gunung Jati, salah satu dari sembilan wali penyebar agama Islam di Jawa. Tahun lalu, wisatawan di Kota Cirebon mencapai lebih dari 1,7 juta orang. Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan 2018, yakni 1,5 juta orang.
Menurut Agus, ini pertama kali ajang sepeda digelar di Cirebon. Selama ini, ajang sepeda di jalan raya rutin dilakukan di Kuningan yang dikenal dengan Tour de Linggarjati. Tahun lalu, ajang itu berkontribusi pada kunjungan 4 juta wisatawan di Kuningan.
Dwi Budiharto (60), salah seorang peserta Seli Ceban, tertarik mengikuti ajang itu karena merupakan rute baru. Selain itu, ia juga dapat berkumpul bersama para pegiat sepeda lipat. Bahkan, Dwi yang datang bersama kembarannya, Dwi Budianto, naik sepeda lipat dari Cikampek hingga Kota Cirebon, lebih dari 140 kilometer.
”Kami bersepeda 12 orang. Enggak capek, kok. Sampai di Cirebon, kami langsung makan nasi jamblang dan empal gentong. Kulinernya mantap di sini,” ujarnya.