Dua tim terluka, Chelsea dan Tottenham Hotspurs, akan berduel di derbi London, Sabtu malam ini. Murid dan guru, Frank Lampard dan Jose Mourinho, sama-sama bakal berperang dengan ”senjata” yang diragukan ketajamannya.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
LONDON, SABTU — Manajer Tottenham Hotspur Jose Mourinho akan kembali ke rumah bekas klubnya, Stamford Bridge, pada Sabtu (22/2/2020) pukul 19.30 WIB. Alih-alih bersiap menghadapi perang hebat, manajer yang pernah membawa Chelsea ke masa keemasannya itu justru membawa ”pistol tanpa peluru”.
”Ini situasi yang harus kami hadapi (Sabtu nanti). Kami seperti akan bertarung dengan pistol tak berpeluru. Kami berada dalam situasi yang sangat sulit karena krisis penyerang tengah,” kata Mourinho menjelang derbi London, seperti dikutip The Guardian.
Spurs mengunjungi rival sekotanya itu dengan luka kekalahan dari RB Leipzig, 0-1, di Liga Champions Eropa, Rabu lalu. Namun, masalah terbesar ”Si Lili Putih” bukanlah hasil pahit itu, melainkan minimnya pilihan yang tersedia di lini serang, khususnya posisi ujung tombak.
Saat melawan Leipzig, Mourinho hanya memiliki penyerang sayap Lucas Moura dan Steven Bergwijn untuk dipaksakan mengisi kekosongan penyerang tengah. Opsi sulit ini harus diambilnya setelah striker Harry Kane dan Son Heung-min dipastikan tak akan bermain lagi pada musim ini akibat cedera.
Krisis sempat memaksa pelatih asal Portugal itu menurunkan penyerang sayap Erik Lamela dari bangku cadangan pada laga kontra Leipzig. Padahal, Lamela—yang masih dibayangi cedera paha—belum menjalani sesi latihan sekali pun bersama klubnya itu.
Di tengah krisis itu, para pemain Spurs juga dibayangi kaki-kaki letih. Spurs hanya punya waktu istirahat kurang dari tiga hari menjelang derbi London. ”Lucas dan Bergwijn, seperti yang bisa dilihat, sangatlah kelelahan. Namun, hanya mereka yang bisa dimainkan Sabtu ini. Hanya mental pemain yang membuat saya tetap percaya diri,” ungkap Mourinho.
Di lain pihak, Chelsea bisa sedikit tersenyum. Mereka bisa turun dengan senjata lengkap setelah penyerang andalan Tammy Abraham dan bek Andreas Christensen dinyatakan pulih dari cedera. Kedua pemain ini tidak hadir saat ”Si Biru” ditaklukkan Manchester United, 0-2, di kandang sendiri, pekan lalu.
Meski demikian, Chelsea—yang diasuh Frank Lampard—punya persoalan tidak kalah besar. Tren menunjukkan penampilan mereka kini tengah merosot. Dalam lima laga terakhirnya, mereka hanya mampu menang sekali dan mencetak enam gol. Performa itu jauh menurun dibandingkan pada awal musim ini ketika mereka sempat berlari kencang.
Legenda Manchester United, Roy Keane, menyebutkan, Chelsea sedang kehilangan momentumnya. ”Ini menjadi langkah sulit bagi mereka. Sangat sulit kembali ke jalur yang tepat ketika momentum kemenangan hilang,” katanya.
Penampilan menyerang Chelsea mulai terbaca karena terlalu mengandalkan Abraham. Saat Abraham dijaga ketat dan tampil di bawah performa, Chelsea kesulitan mencetak gol. Terbukti, penurunan performa tim itu berbanding lurus dengan produktivitas sang penyerang muda. Dalam 10 pertandingan terakhir, Abraham hanya mampu mencetak dua gol. Padahal, di awal musim, ia mencetak 10 gol dengan jumlah pertandingan yang sama.
Lampard mengaku tidak bahagia dengan kondisi timnya itu. ”Kami selalu memenangi penguasaan bola, memiliki kans besar mencetak gol, tetapi tidak mampu diselesaikan. Ini realitas yang terjadi. Kami tidak memiliki gol yang cukup. Tammy sempat bagus di awal musim, tetapi tidak cukup lagi untuk saat ini. Sangat sulit memenangi pertarungan dengan kondisi seperti ini,” tuturnya.
Tidak heran, meskipun tampil dengan senjata lengkap, tuan rumah justru tidak siap menghadapi peperangan ini. Derbi London kali ini pun berubah dari imajinasi perang penuh senjata berbahaya menjadi ”perang bantal” yang tak meyakinkan.
Derbi London kali ini pun berubah dari imajinasi perang penuh senjata berbahaya menjadi ”perang bantal” yang tak meyakinkan.
Padahal, kemenangan bakal sangat berarti untuk kedua tim. Chelsea, yang kini berada di peringkat keempat Liga Inggris, hanya unggul satu poin dari Spurs di posisi kelima. Hasil laga ini bisa menentukan langkah keduanya memperebutkan tiket ke Liga Champions, musim depan.
Selain tiket Liga Champions, laga ini juga mempertaruhkan gengsi kedua manajer. Lampard merupakan mantan anak asuh dan pemain kesayangan Mourinho saat masih melatih Chelsea. Menariknya, sang murid mampu mengalahkan gurunya itu pada duel sebelumnya di Stadion Tottenham, 22 Desember lalu.
Cerita cinta
Kecerdikan taktik Lampard membuat Chelsea menang 2-0 di laga itu. Namun, ”perang” kala itu menyisakan sedikit perselisihan. Mourinho sedikit menyindir mantan kapten Chelsea itu. Dia berkata, cerita cinta Lampard dan Chelsea telah berakhir saat sang pemain memutuskan pindah ke Manchester City. Ungkapan itu lantas dibantah Lampard yang mengaku telah membuktikan rasa cintanya dengan mengarsiteki klub milik Roman Abramovich tersebut.
Pat Nevin, mantan pemain Chelsea di era 1980-an, berkata, kemenangan Chelsea atas Spurs pada akhir tahun lalu tidak terlepas dari fleksibilitas taktik Lampard. Saat itu, ia memulai laga dengan pola 4-3-3, tetapi lantas berubah menjadi 3-4-3. ”Strategi itu bisa dipakai lagi terutama dengan sembuhnya Christensen,” ujarnya.
Sementara itu, Ruud Gullit—mantan pemain dan Manajer Chelsea—mengkritik strategi pragmatis dari Mourinho. Menurut dia, strategi itu membuat Spurs kalah saat menghadapi Leipzig yang dihidupi filosofi menyerang ala pelatihnya, Julian Nagelsman. Ia berharap Mourinho tidak mengulangi filosofi yang sama.
”Semua sudah tahu apa yang akan Mourinho lakukan, yakni memarkir bus. Hal itu hanya membuat lawan-lawannya lebih berani menyerang. Lawan sudah bisa mengantisipasinya,” ujar Gullit. (AFP/REUTERS)