Tugas Berat Kembangkan Pariwisata
Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk mengembangkan pariwisata dan menjadikan sektor ini sebagai sumber pertumbuhan baru perekonomian.
Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk mengembangkan pariwisata dan menjadikan sektor ini sebagai sumber pertumbuhan baru perekonomian. Namun, masih banyak yang harus dibenahi agar Indonesia bisa menjadi destinasi wisata favorit dunia.
Organisasi pariwisata dunia di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa, UNWTO, awal tahun ini merilis jumlah kedatangan wisatawan internasional pada 2019, yang tumbuh sebesar 4 persen dibandingkan 2018 dengan angka mencapai 1,5 miliar wisatawan. Perancis tetap memimpin sebagai negara yang terbanyak dikunjungi dengan jumlah lebih dari 90 juta wisatawan, diikuti Spanyol dengan 83,8 juta turis.
Namun, dilihat dari segi pertumbuhan berbanding tahun sebelumnya, Myanmar mencatat angka lebih tinggi, yaitu 40,2 persen, dan mendapat predikat negara dengan pariwisata yang tumbuh paling pesat. Disusul Puerto Riko 31,2 persen, Iran 27,9 persen, dan Uzbekistan 27,3 persen. Negara-negara Asia yang masuk 20 besar dunia adalah Vietnam di urutan ke-7 (16,2 persen), Filipina di posisi ke-8 (15,1 persen), Korea Selatan (ke-12, dengan 14,4 persen), Laos (ke-16, dengan 11,5 persen), Azerbaijan (ke-17, 11,4 persen), dan Kazakhstan di urutan ke-20 dengan 10,0 persen.
Indonesia di luar kelompok 20 besar. Laporan Badan Pusat Statistik menyebutkan, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia pada 2019 hanya mencapai 16,1 juta wisatawan atau meningkat 2 persen ketimbang tahun sebelumnya. Pencapaian ini di bawah target yang sudah direvisi pemerintah sebesar 18 juta turis mancanegara (sebelumnya target 20 juta wisatawan).
Walau demikian, di kancah internasional, RI masih bisa berbangga. Pada 2019, Indonesia ditetapkan sebagai destinasi wisata halal (halal tourism) terbaik standar Global Muslim Travel Index (GMTI), mengungguli 130 destinasi dari seluruh dunia. Lembaga pemeringkat Mastercard-Crescent memberi nilai 78 bersama dengan Malaysia yang sama-sama berada di peringkat teratas.
Predikat ini tidak didapat secara instan. Pada 2015, Indonesia di peringkat ke-6 untuk destinasi wisata halal. Tahun-tahun berikutnya peringkat Indonesia kian menanjak; menjadi peringkat ke-4 pada 2016, posisi ke-3 pada 2017, dan tangga ke-2 pada 2018.
Daya saing
Posisi pariwisata Indonesia yang menunjukkan daya saing di tingkat internasional dalam lima tahun terakhir sebenarnya membaik. Membebaskan visa masuk kepada sejumlah negara dan kebijakan yang mendorong peningkatan wisatawan mancanegara lainnya secara umum menjadi alat pendongkrak. Namun, hal itu ternyata belum mampu menjadikan Indonesia sebagai destinasi yang paling banyak dikunjungi di dunia.
Masih pada 2019, Forum Ekonomi Dunia (WEF) menempatkan Indonesia di peringkat ke-40 dalam Indeks Daya Saing Pariwisata dan Perjalanan (Travel and Tourism Competitiveness Index) dengan nilai 4,3. Di antara 22 negara Asia Pasifik, Indonesia berada di urutan ke-12. Sementara di antara negara-negara ASEAN, Indonesia di posisi ke-4 setelah Singapura (17), Malaysia (29), dan Thailand (31). Peringkat wisata Indonesia tahun 2019 tersebut sudah jauh membaik daripada tahun-tahun sebelumnya.
Pada 2015, daya saing Indonesia di peringkat ke-50. Pada 2013, wisata Indonesia hanya di posisi ke-70, 2011 di urutan ke-74, bahkan di tahun 2009 menduduki peringkat ke-81. Perbaikan peringkat ini tidak lepas dari upaya pemerintah mengembangkan investasi untuk infrastruktur yang mendukung pariwisata.
Secara keseluruhan, dari 14 indikator yang dinilai dalam daya saing wisata, Indonesia unggul dalam beberapa indikator, seperti prioritas pemerintah dalam mempromosikan pariwisata dan perjalanan, biaya yang kompetitif, ragam wisata alam dan budaya, serta infrastruktur, khususnya angkutan udara.
Sementara indikator yang perlu diperbaiki adalah indikator kesehatan dan kebersihan di tempat wisata yang mendapat nilai jauh di bawah rata-rata. Termasuk juga soal pelayanan langsung terhadap turis, seperti ketersediaan akomodasi, fasilitas hiburan, penyewaan kendaraan, dan mesin penarikan uang tunai skala global.
Melihat indikator tersebut, banyak hal yang masih harus dilakukan untuk memperbaiki daya saing agar bisa naik ke peringkat 20 besar dalam Indeks Daya Saing Pariwisata dan Perjalanan, ataupun negara yang pariwisatanya tumbuh dengan cepat.
Bebas visa
Kebijakan membebaskan visa kunjungan kepada sejumlah negara ditempuh pemerintah untuk mendatangkan wisatawan mancanegara sebanyak-banyaknya. Kebijakan ini dipayungi oleh Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2015 tentang Bebas Visa Kunjungan. Dalam peraturan itu, pembebasan visa berlaku bagi warga negara di 75 negara, tidak saja untuk berwisata, tetapi juga bagi yang singgah untuk meneruskan perjalanan ke negara lain.
Selain itu, bebas visa juga berlaku bagi yang menjalankan tugas pemerintahan, pendidikan, sosial budaya, bisnis, ataupun urusan keluarga. Bagi negara lain, peraturan ini berarti terbukanya kesempatan yang luas untuk menjelajah dan menikmati Indonesia yang luas dari Sabang sampai Merauke. Sementara bagi Indonesia sendiri juga berarti kesempatan besar untuk menggalakkan kegiatan wisata, terutama yang bisa menyedot turis paling banyak, seperti wisata konvensi (meeting, incentive, convention, and exhibition alias MICE) dan wisata olahraga (sport tourism).
Sayangnya, setelah perpres ini berlaku, penambahan wisatawan mancanegara tidak terjadi secara signifikan. Dalam periode 2016-2019, pertumbuhan wisatawan mancanegara ke Indonesia berkisar 8-21 persen. Bahkan, wisatawan mancanegara pada 2019 hanya tumbuh sekitar 2 persen dibandingkan 2018.
Dari menganalisis 25 negara yang dikenakan bebas visa, diketahui rata-rata penambahan turis mancanegara ke Indonesia selama periode 2016-2019 hanya 8,3 persen per tahun. Terdapat enam negara yang bahkan pertumbuhannya negatif, alias terjadi penurunan jumlah wisatawan ke Indonesia. Keenam negara itu adalah Jepang, Taiwan, Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, dan Papua Niugini.
Adapun negara yang wisatawannya bertambah datang ke Indonesia setelah fasilitas bebas visa setidaknya ada 10 negara. Negara-negara itu adalah Malaysia, Singapura, India, Jerman, Inggris, Rusia, Amerika Serikat, Kanada, Selandia Baru, dan Afrika Selatan. Ada dua hal yang menyebabkan fasilitas bebas visa tidak banyak dimanfaatkan negara lain sehingga tak berdampak signifikan bagi Indonesia.
Pertama, melambatnya perekonomian dunia yang memengaruhi kebiasaan berwisata warga suatu negara. Kedua, kemungkinan banyak warna negara lain yang tidak mengetahui fasilitas bebas visa dari Indonesia. Jika ini yang terjadi, artinya pemerintah masih harus mengoptimalkan sosialisasi dan promosi terkait hal ini.
Ke depan, tantangan meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara semakin sulit seiring dengan merebaknya wabah virus korona jenis baru sejak pertengahan Januari lalu. Terkait hal ini, pemerintah menutup penerbangan dari dan ke China sejak 5 Februari 2020. Padahal, China merupakan negara kedua terbanyak yang menyumbang kepada angka wisatawan ke Indonesia.
Selain itu, sejumlah negara memberlakukan larangan penerbangan yang secara psikologis bisa meredam mobilitas masyarakat dunia untuk bepergian ke luar negeri. Hal itu dilakukan meski negara-negara tujuan itu bukan termasuk asal virus korona. (LITBANG KOMPAS)