Fraksi PKS: Kami Terbuka terhadap Masukan RUU Ketahanan Keluarga
›
Fraksi PKS: Kami Terbuka...
Iklan
Fraksi PKS: Kami Terbuka terhadap Masukan RUU Ketahanan Keluarga
Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga yang diusulkan di DPR menuai protes. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, sebagai salah satu pengusung RUU ini, menyatakan terbuka untuk menerima masukan dari masyarakat.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, sebagai salah satu pengusung Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga, menilai draf RUU tersebut masih bisa diubah sesuai dengan aspirasi masyarakat. PKS akan lebih banyak mendengar dan menerima masukan dari publik terkait dengan RUU tersebut.
Salah satu pengusung RUU Ketahanan Keluarga dari Fraksi PKS, Netty Prasetiyani, Minggu (23/2/2020), mengatakan, filosofi landasan dari RUU Ketahanan Keluarga adalah supaya keluarga di Indonesia dapat menjalankan peran secara optimal untuk berkontribusi sebagai motor pembangunan nasional. PKS berharap, melalui RUU itu, setiap keluarga memiliki kesempatan tumbuh dan berkembang sebagai keluarga yang berkualitas dan tangguh. Keluarga yang berkualitas dan tangguh itu didefinisikan sebagai keluarga yang kuat menghadapi tantangan yang datang dari luar dan dalam. Sebab, keluarga menghadapi krisis ekonomi, kesehatan, sosial budaya, dan sebagainya.
”Kami berharap keluarga dapat keluar dari berbagai krisis itu dan tidak berada pada kondisi rentan. Sebab, menurut pandangan kami, keluarga yang rentan mudah terkena narkoba, pornografi, perdagangan manusia, kriminalitas, hingga korupsi,” kata Netty.
Menurut Netty, harapan itu sesuai dengan visi Presiden Joko Widodo yang ingin menciptakan manusia yang unggul dan berkualitas. Sebab, pada 2045, diharapkan Indonesia akan memiliki generasi yang sehat, kuat, terdidik, berkualitas. Generasi tersebut diciptakan sejak dalam tataran keluarga.
Namun, sebagian pihak menilai bahwa RUU Ketahanan Keluarga masuk terlalu dalam ke ranah privat. Negara tidak seharusnya mengurusi ranah privat karena berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM).
Menurut Netty, proses RUU Ketahanan Keluarga masih sangat panjang karena masih dalam tahapan harmonisasi di Badan Legislasi DPR. Meski demikian, RUU ini masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020. Fraksi PKS sebagai pengusung akan menyisir dan memperbaiki pasal-pasal di dalam draf tersebut yang memicu polemik di masyarakat. Pro-kontra saat ini diharapkan dapat memperbaiki RUU menjadi lebih baik.
Netty juga memastikan RUU tersebut tidak akan mereduksi peran perempuan hanya sebagai ibu rumah tangga. Istri mantan Gubernur Jawa Barat itu menilai, dirinya sendiri pun dapat berpartisipasi dalam politik berkat perjuangan emansipasi perempuan. Dia tidak akan membuat pasal yang mereduksi peran perempuan. Justru pasal dalam RUU tersebut akan lebih membagi peran suami-istri dalam posisi yang setara. Perempuan dan laki-laki dianggap saling berperan dalam pola pengasuhan anak dan kegiatan domestik rumah tangga.
”Saya juga tidak mungkin mengajukan RUU yang memenjara saya sendiri. Padahal, saya sendiri sebagai anggota DPR RI menjadi wakil rakyat, meninggalkan rumah, dan keluarga. Kami sangat terbuka untuk perbaikan (RUU). Kami sedang melakukan reformulasi dari hal-hal yang ramai didiskusikan masyarakat luas,” kata Netty.
Saya juga tidak mungkin mengajukan RUU yang memenjara saya sendiri. (Netty Prasetiyani)
Netty berjanji pihaknya akan terbuka dan transparan dalam membahas RUU tersebut terutama dalam tahapan uji publik. Sejumlah kelompok, komunitas, dan aliansi masyarakat sipil seperti Women Economic Forum akan dilibatkan dalam proses pembahas RUU. Beberapa usulan yang masuk misalnya bahwa pemerintah didorong untuk memanfaatkan teknologi smart city supaya pelayanan publik lebih ramah kepada perempuan pekerja. Selain itu, juga ada usulan supaya transportasi publik lebih banyak sehingga perempuan pekerja dapat kembali ke rumah dengan tepat waktu.
”Kami terbuka melakukan dialog dan memperbaiki draf untuk jadi lebih baik,” kata Netty.
Seluruh diskusi di ruang publik ataupun linimasa juga akan diperhatikan. Fraksi PKS berjanji akan mengadvokasi kepentingan masyarakat dan tidak akan menghasilkan RUU yang merugikan masyarakat.
Lebih lanjut Netty menjelaskan bahwa sebenarnya di luar diskusi yang berkembang di masyarakat, RUU ini juga mengatur pasal yang dinilai positif terutama bagi kaum buruh. Dalam RUU ini misalnya diatur bagaimana negara dan perusahaan swasta harus memberikan hak cuti 6 bulan kepada ibu yang melahirkan. Masa 6 bulan cuti itu diusulkan dengan asumsi seorang ibu berhak memberikan asi ekslusif selama 6 bulan. Selain itu, RUU ini juga mengusulkan pemberian cuti ayah bagi suami ketika istrinya melahirkan maupun keluarganya sakit.
”Ada juga pasal yang mengatur soal pengampuan atau pengasuhan anak yang dilakukan oleh masyarakat sekitar dan pemerintah saat orangtua absen mendampingi anak, misalnya orangtua menjadi pekerja migran, bekerja di luar kota, dan faktor lain,” ujar Netty.