Dalam dua pekan terakhir, gajah sumatera (”Elephas maximus sumatranus”) kembali turun serta merusak gubuk dan tanaman petani di Pekon (Desa) Simpang Bayur, Kecamatan Bandar Negeri Semuong, Kabupaten Tanggamus, Lampung.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Dalam dua pekan terakhir, gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) kembali turun serta merusak gubuk dan tanaman para petani di Pekon (Desa) Simpang Bayur, Kecamatan Bandar Negeri Semuong, Kabupaten Tanggamus, Lampung. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini.
Masyarakat yang tergabung dalam satuan tugas mitigasi konflik gajah dengan manusia di daerah masih terus melakukan penggiringan gajah. Hingga saat ini, penghalauan dan penggiringan gajah menjadi solusi yang ditempuh.
Beruntung tidak ada korban jiwa. Warga sudah mengungsi dan menyelamatkan diri saat ada informasi gajah liar turun.
Ismail, pendamping petani dari Yayasan Repong Indonesia, mengatakan, hingga Minggu (23/2/2020), dia bersama warga sekitar dan petugas dari Taman Nasional Bukit Barisan Selatan serta Wildlife Conservation Society (WCS) masih berjaga di lokasi untuk menggiring gajah liar ke TNBBS.
Menurut dia, gajah turun ke tanah magra, lalu merusak kebun pisang dan pepaya milik petani. Selain itu, kawanan gajah liar yang berjumlah 12 ekor itu juga merusak sekitar 10 gubuk nonpermanen milik warga. Gubuk itu biasa digunakan warga untuk berteduh atau menginap saat menjaga kebun.
”Beruntung tidak ada korban jiwa. Warga sudah mengungsi dan menyelamatkan diri saat ada informasi gajah liar turun,” kata Ismail saat dihubungi dari Bandar Lampung, Minggu sore.
Ismail mengatakan, warga dan petugas lebih waspada saat melakukan penggiringan setelah kawanan gajah liar itu menyerang Saridi (43), petani di Desa Sukajaya, Kecamatan Semaka, Tanggamus. Saridi mengalami luka di bagian paha saat sedang menggiring gajah liar pada Jumat (7/2/2020).
Berdasarkan data yang dihimpun Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu, selama 2019 tercatat terjadi 12 kali konflik gajah dengan manusia di kawasan itu. Jumlah itu meningkat dibandingkan tahun 2018 yang tercatat sebanyak 11 kali konflik. Selain di Tanggamus, konflik juga terjadi di Kabupaten Lampung Barat, Pesisir Barat, dan Tulang Bawang.
Kasus yang paling dominan adalah konflik antara gajah dan manusia di Kecamatan Semaka, Tanggamus. Ada sembilan desa di kecamatan itu yang kerap berkonflik dengan gajah liar. Tiga tahun terakhir, konflik telah menelan dua korban jiwa.
Terkait banyaknya konflik gajah dengan manusia, Kepala Seksi III Konservasi Wilayah Lampung Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu Hifzon Zawahiri mengatakan, selama habitat satwa diganggu, konflik antara satwa dan manusia akan terus terjadi. Aktivitas manusia yang mengganggu habitat satwa antara lain pembalakan liar, alih fungsi lahan, dan perburuan satwa.
Berdasarkan hasil pemetaan, konflik antara manusia dan gajah liar sebagian besar terjadi di kawasan hutan lindung yang menjadi habitat gajah. Konflik juga meluas hingga ke desa yang berbatasan dengan hutan lindung. Selain itu, masih adanya warga yang menanam pisang, pepaya, dan padi juga memicu gajah memakan berbagai jenis tanaman itu.
Incaran pembalak
Kawasan hutan lindung yang menjadi habitat gajah juga menjadi incaran pembalak liar. Berdasarkan data yang dihimpun dari Dinas Kehutanan Lampung, selama 2019 ada 27 kasus pembalakan liar kayu sonokeling yang diungkap. Jumlah itu meningkat dibandingkan dengan 2018 yang tercatat ada 21 kasus. Sejumlah lokasi rawan pembalakan liar, yakni Register 39 (Tanggamus), Register 31 (Tanggamus), dan Tahura Wan Abdul Rachman.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kehutanan Lampung Wiyogo Supriyanto mengakui, masih ada petani hutan yang menanam pisang dan pepaya meski hal itu tidak dibenarkan. Mereka semestinya menanam tanaman kayu dan buah, seperti alpukat, jengkol, durian, atau kopi. Sejumlah petani hutan masih menanam pisang atau pepaya karena bisa dipanen lebih cepat.
Selama ini, pemerintah telah berupaya membantu warga menangani konflik dengan gajah liar. Salah satunya, membangun lima pos untuk memantau gajah dan memberikan bantuan mercon untuk menghalau gajah. Pemerintah bekerja sama dengan sejumlah lembaga pemerhati satwa juga memberikan pelatihan peningkatan kapasitas penggiringan gajah. Pemerintah juga terus berupaya menangkap pelaku pembalakan liar.