Jumlah warga yang gemar memelihara hewan terus meningkat. Kucing, burung, dan ikan merupakan hewan favorit peliharaan warga urban. Tren ini turut memicu pertumbuhan bisnis terkait dengan pemeliharaan hewan.
Oleh
KRISHNA P PANOLIH
·4 menit baca
Aktivitas memelihara hewan mulai menjadi gaya hidup warga Ibu Kota. Aktivitas ini dipercaya bisa mengurangi stres dan sebagai penyaluran emosi. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memfasilitasi gaya hidup tersebut dengan menyelenggarakan layanan pemeriksaan, penyediaan vaksin, dan penyelamatan hewan saat bencana alam.
Tidak jelas kapan sebetulnya tren memelihara binatang mulai berkembang di Indonesia. Salah satu hewan peliharaan yang paling digemari untuk dipelihara adalah burung. Dulu hampir tiap rumah memelihara burung. Burung, terutama jenis perkutut, dipercaya sebagai pembawa rezeki bagi si pemilik burung.
Di Jakarta, sejak awal 1970-an sudah ada pameran anjing nondomestik atau ras. Pameran anjing jenis gembala jerman (german shepherd) diselenggarakan di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta.
Selanjutnya, jenis hewan peliharaan semakin bervariasi. Tidak hanya burung atau anjing, tetapi juga kucing dan ikan. Belakangan muncul
kegemaran untuk memelihara hewan reptil eksotis, seperti iguana, ular, dan kadal. Tidak hanya jenis lokal, tetapi juga ras yang harganya tidak murah.
Berbagai komunitas pencinta hewan pun ikut tumbuh subur seiring dengan meningkatnya tren ini. Hobi ini ditunjang dengan tumbuhnya bisnis toko-toko kebutuhan hewan (pet shop) yang semakin mengukuhkan tren ini.
Tren memelihara hewan yang mulai tumbuh di Ibu Kota dan sekitarnya ini tertangkap dalam jajak pendapat Kompas akhir Januari lalu. Ada sekitar 40 persen yang mengaku memiliki hewan peliharaan.
Hewan yang banyak dipelihara adalah kucing (44 persen), kemudian burung (22,5 persen), dan ikan (12,5 persen). Adapun anjing hanya dipelihara oleh 8,5 persen responden.
Hewan favorit warga Ibu Kota ini lebih kurang sama dengan warga Jepang. Survei jenis peliharaan yang dilakukan oleh Pemerintah Jepang pada 2017 dalam penelitian ”Hewan Peliharaan sebagai Human Substitute dalam Keluarga Jepang (Noviana, 2018)” menyebutkan, ada sekitar 9,5 juta kucing yang dipelihara. Sementara jumlah anjing peliharaan lebih rendah, yakni 8,9 juta ekor.
Rasa tenang
Mencintai binatang menjadi alasan memelihara yang cukup menonjol. Hal ini diungkapkan oleh lebih dari separuh responden. Alasan lainnya, adanya hewan yang dipelihara di rumah dipercaya bisa mengurangi stres (19 persen).
Berbagai penelitian psikologi menunjukkan, saat para responden dihadapkan pada situasi tertekan dan diminta mengelus hewan, itu akan membuat mereka lebih tenang. Bahkan, rasa tenang ini juga didapatkan oleh responden yang sebelumnya mengatakan tidak suka binatang.
Hal lain yang disebut oleh 11 persen responden adalah
memelihara hewan bisa menyalurkan emosi. Hewan dianggap bisa menjadi teman saat suka dan duka. Hewan peliharaan, disebut dalam penelitian Noviana, dapat bertindak sebagai fasilitator dalam hubungan sosial, membuat pemiliknya dapat membangun pertemanan dan bisa mengurangi kecemasan.
Hal ini semakin berkembang di beberapa negara. Di Jepang, misalnya. Petto (hewan peliharaan) dijadikan teman atau sesuatu yang bisa dirawat oleh kaum muda lajang yang enggan menikah ataupun pasangan suami-istri. Hewan dianggap menjadi bagian anggota keluarga.
Tidak suka
Meski demikian, ada juga 6 dari 10 responden yang menyebut tidak suka memelihara hewan. Sebanyak 40 persen responden yang berpendapat demikian beralasan bahwa memelihara hewan menambah kerepotan. Seperempat responden lainnya mengaku tidak memelihara hewan karena memang tidak menyukai hewan dan sekitar 15 persen karena pertimbangan kesehatan.
Bagaimanapun, mengurus hewan, baik jenis lokal maupun ras, tentu saja ada konsekuensinya. Tidak hanya harus menyediakan waktu dan tenaga, tetapi juga menyediakan ruang di dalam rumah.
Biaya pemeliharaan yang tinggi juga menjadi alasan tersendiri bagi sebagian kecil responden. Sebagai gambaran, biaya vaksinasi berkisar Rp 80.000 hingga Rp 200.000. Kemudian biaya sterilisasi kucing berkisar Rp 500.000-Rp 1,5 juta.
Peran pemerintah
Kecintaan warga Ibu Kota pada hewan peliharaan ini difasilitasi oleh Pemprov DKI Jakarta. Rencana Strategis Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta (2017-2022) menyebutkan, kinerja pelayanan terkait dengan tingginya minat masyarakat terhadap pemeliharaan hewan kesayangan. Berbagai pelayanan sudah dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta, di antaranya pengendalian penyakit rabies, monitoring dan supervisi vaksinasi rabies, hingga sterilisasi kucing lokal berpemilik. Ada juga konsultasi kesehatan hewan serta pembagian informasi tentang rabies.
Menanggapi kinerja layanan pemerintah, hampir 6 dari 10 responden mengapresiasi dan menyatakan kepuasan mereka. Apalagi saat banjir besar awal tahun lalu, pemerintah DKI Jakarta cukup tanggap dengan menyediakan layanan evakuasi hewan peliharaan. (LITBANG KOMPAS)