Ruang Berbagi Didiet
Melalui sehelai kain, perancang mode Didiet Maulana menemukan tujuan hidupnya. Sembari ”mengendarai gelombang”, dia fokus menghasilkan karya terbaik. Dengan berkarya, Didiet pun berbagi.
Awal pekan lalu, Didiet tengah mempersiapkan perjalanan ke Kepulauan Tanimbar, Maluku. Dia ikut memberikan pelatihan untuk ibu-ibu penenun di daerah tersebut. ”Kita tahu, kan, kalau tenun Tanimbar adalah salah satu yang paling indah di Indonesia,” ujarnya.
Didiet sudah merambah berbagai penjuru Indonesia untuk melakukan pelatihan serupa. Dia datang ke suatu daerah, melihat potensi wastra tradisional, lalu berupaya mengembangkan potensi itu.
Para perajin kain tradisional, menurut Didiet, memerlukan dukungan motivasi dan kepercayaan diri untuk menghasilkan kain-kain berkualitas. Kain kelas premium itu barangkali bisa digunakan oleh jenama kelas internasional. Dengan begitu, para perajinnya mampu menopang perekonomian keluarga.
”Yang harus kita lakukan adalah menghasilkan yang terbaik, bukan termurah. Caranya? Lewat kualitas. Bagaimana caranya agar ketika orang membeli tidak merasa mahal, ya dari kualitas,” katanya.
Ikat Indonesia lahir dari proses ketidakpuasanku.
Hampir sepuluh tahun terakhir Didiet bergelut dengan dunia wastra tradisional Indonesia. Sejak meluncurkan lini Ikat Indonesia by Didiet Maulana, dia terdorong untuk terus memanggungkan karya ibu-ibu perajin kain tradisional di berbagai pelosok Indonesia. Dia gembira kini sudah banyak orang memakai kain tradisional Indonesia.
Ketika memulai Ikat Indonesia, Didiet mengenang betapa susahnya mencari penenun. Media sosial belum semasif sekarang. Dia menyusuri pelosok negeri, di antaranya Karang Asem dan Jepara, untuk menemukan kain.
”Ikat Indonesia lahir dari proses ketidakpuasanku. Waktu itu banyak yang ngomel karena batik mau ’diambil’ negara tetangga. Bagiku, itulah yang kita dapat kalau kita tidak menjaga apa yang kita punya.”
Daripada hanya mengomel, Didiet memilih berkarya. Dia menargetkan sebuah lini ready to wear atau siap pakai dengan sasaran anak muda.
Kenapa dinamakan Ikat, kata Didiet, karena sebenarnya artinya mengikat. ”Mengikatku untuk selalu ingat dengan Indonesia,” ujarnya.
Bukan tidak mungkin nantinya Ikat Indonesia juga mengolah material batik. Namun, untuk sepuluh tahun pertama ini, Didiet mengaitkannya dengan kain tenun ikat agar ”tertancap” di kepala.
Didiet kemudian mendirikan lini keduanya, Svarna by Ikat Indonesia, yang merupakan lini made to order. Sekitar 80 persen pesanan adalah busana pengantin.
”Isyana ya?” kata Didiet ketika diminta bertutur tentang desain Svarna terbaru.
Didiet merancang kebaya pengantin penyanyi Isyana Sarasvati saat menikah pada awal Februari 2020. Kebaya putih nan elegan itu menampilkan sisi feminin, romantik, dan unik Isyana.
Bagi Didiet, Svarna mewakili rancangan yang lebih idealis karena dia harus bertemu klien langsung. Dia memonitor seluruh proses, mulai pemilihan bahan, pengerjaan desain, aplikasi, hingga selesai. ”Busana (pengantin) itu bukan baju saja, melainkan ketika bersanding dengan aksesori, riasan, tata rambut yang tepat, dia akan menjadi instrumen yang menarik.”
Kami bikin tenun terpanjang, 45.000 meter, dan menyerap lebih kurang 2.500 perajin muda di Jepara.
Di dalam Svarna, terselip keprihatinan Didiet tentang minimnya dokumentasi busana pengantin tradisional Indonesia. Yang muncul sering kali hanya impresi tentang bentuk busana pengantin suatu daerah. Itulah sebabnya saat mengerjakan busana pengantin tradisional, dia akan melakukan riset. Keluar masuk perpustakaan pun dilakoninya. Dia bahkan bertemu dengan pemuka adat untuk menggali lebih dalam tentang busana pengantin setempat.
Ketika dipersembahkan ke publik, Didiet sudah memegang dokumen yang mendukung tampilan busana pengantin tersebut. Dengan cara itu, Didiet bisa berbagi pengetahuan kepada banyak orang.
Satu lini lagi didirikan oleh Didiet, yakni Sarupa, yang merancang seragam. Di antara yang pernah dibuat adalah seragam untuk BCA dan Garuda Indonesia. Seragam BCA merupakan salah satu kebanggaan Didiet.
”Kami bikin tenun terpanjang, 45.000 meter, dan menyerap lebih kurang 2.500 perajin muda di Jepara,” ujarnya.
Relevan
Mengelola tiga lini membuat Didiet sibuk. Namun, dia sangat bersemangat melakoninya. Didiet gemar menggambar sejak kecil. Dia lalu memilih jurusan arsitektur saat kuliah. Perkenalan dengan dunia mode diawali saat bekerja di sebuah ritel mode.
Ternyata, kok, suka, ujarnya. Dia pun menyelami dunia tersebut. Kendati tidak mengenyam pendidikan mode secara formal, Didiet telah berhasil membesarkan ketiga lini yang digawanginya.
Tak hanya di atas landas peraga, Didiet menggaungkan kecintaannya terhadap wastra Indonesia melalui ranah digital dan media sosial. Menurut dia, saat ini platform tersebut paling relevan. Terlebih sekarang semakin banyak anak muda yang berminat terhadap Ikat Indonesia secara khusus dan kain tradisional Indonesia secara umum.
”Dulu belum ada yang namanya blogger, influencer. Jadi strateginya, aku cerita lewat Twitter dan Facebook. Lalu aku minta bantuan teman- teman, seperti Andien, Bunga Citra Lestari, dan Nicholas Saputra, yang kemudian menjadi muse atau ikon pertama untuk Men’s Ikat. Aku juga memiliki hubungan baik dengan ibu-ibu menteri sehingga lewat merekalah aku mempromosikan kain tradisional,” kata Didiet.
Memanfaatkan media sosial, Didiet menyebarkan tujuan hidupnya untuk berbagi. Dia membuat sejumlah tanda pagar atau tagar, seperti #ikatindonesia, yang kini sudah mencapai 76.000 post berisi produk-produk buatan anak negeri. Ada pula tagar #marimajubersama untuk mengangkat wirausaha muda serta #yangmudayangmenenun untuk menggairahkan para penenun muda.
Didiet juga membuat podcast bernama ”Jadi Gini” sebagai titik awal baru untuk berbagi visi dan motivasi. ”Kenapa ’Jadi Gini’, karena tiap kali aku ngomong sama teman, ’Eh, jadi gini...’,” ujarnya sambil tertawa.
Pil pahit
Demi memantapkan langkah, Didiet kini sering bermeditasi. Dunia spiritual menarik hatinya sejak SMP karena dia mencari jawaban tentang berbagai macam hal.
”Sejak itu aku cari dan cari sampai akhirnya mungkin baru dua tahun belakangan ini aku bisa agak lebih tenang setelah bermeditasi. Buatku, meditasi ini seperti mengembalikan lagi mengenal diri sendiri,” katanya.
Dulu, kenang Didiet, dia tidak menyadari bahwa dia seorang yang high-functioning depressed person. Serba perfeksionis, serba punya struktur jelas yang harus diikuti orang lain. Cara itu memang membuat bisnisnya maju pesat. Namun, terasa tidak menyenangkan. Banyak karyawan keluar. Dia pun sering sakit. Tiga tahun dia sakit mag tidak kunjung sembuh. Hingga seorang dokter memberinya ”pil pahit”: kurangi ekspektasi hidup.
Dari situlah dia kini menjalani hari-hari yang lebih tenang. Ruang asumsi tertutup, ruang diskusi terbuka. Pola komunikasi lebih terbuka. ”You can get the same result, tetapi dengan cara yang lebih menyenangkan,” katanya.
Membaca, melancong, olahraga, dan fotografi menjadi selingan di tengah kesibukan. Didiet mengelilingi diri dengan tim anak-anak muda yang energik dan membuat spiritnya terus relevan. Seperti Karl Lagerfeld, inspirasi Didiet, yang karya-karyanya tetap relevan dengan zaman.
Didiet Maulana
Lahir: Jakarta, 18 Januari 1982
Pendidikan: Teknik Arsitektur Universitas Parahyangan
Pengalaman:
- Production team in Talent and Artist Department MTV Indonesia
- Marketing and Communication Head FJ Benjamin Group Retail (2005)
- Mendirikan IKAT Indonesia by Didiet Maulana (2011)
Karya, antara lain:
- Official Designer for Puteri Indonesia 2012, 2013, 2014, 2015, 2018
- Kolaborasi dengan Barbie untuk membuat Barbie Loves Indonesia (2013)
- Official Designer for APEC 2013
- Kolaborasi dengan TUMI untuk mendesain tas merchandise Grammy Awards 2016
Penghargaan, antara lain:
- The It Designer 2012 by Prestige Indonesia Magazine
- 40 under 40s Fashion Enterpreneur by Prestige Indonesia Magazine and Mercedes-Benz Indonesia
- Hot List 2013 by DAMAN Magazine
- Best Dress in 2012 by Herworld Magazine