Biksu Buddha, Thich Quang Do, meninggal pada usia 93 tahun di Pagoda Tu Hieu, Hue, Vietnam, Sabtu (22/2/2020) malam. Biksu kelahiran 27 November 1928 di Provinsi Thai Binh, Vietnam.
Oleh
·3 menit baca
Biksu Buddha, Thich Quang Do, meninggal pada usia 93 tahun di Pagoda Tu Hieu, Hue, Vietnam, Sabtu (22/2/2020) malam. Biksu kelahiran 27 November 1928 di Provinsi Thai Binh, Vietnam, itu selama ini dikenal sebagai tokoh agama yang kerap melawan rezim komunis di negaranya. Ia meninggal saat masih berada dalam status tahanan rumah sejak 2003.
Perjuangan panjang advokasi Do demi menegakkan demokrasi Vietnam membawa namanya beberapa kali dinominasikan menerima Nobel Perdamaian. Do yang menjadi Ketua Persatuan Wihara Buddha Vietnam (UBCV), organisasi yang dilarang pemerintah, mengabdikan hidupnya untuk advokasi kebebasan beragama dan hak asasi manusia. Akibat terlalu vokal melawan pemerintah, Do dikenai tahanan rumah di Ho Chi Minh City dan diawasi ketat.
UBCV dalam pernyataan tertulisnya, Minggu, mengatakan, dalam surat wasiat yang ditandatangani pada April 2019, Do meminta upacara pemakaman sederhana yang dilakukan tidak lebih dari tiga hari. ”Setelah dikremasi, sebarkan abu saya ke laut,” pinta Do dalam surat wasiatnya.
UBCV juga meminta pengikut Do untuk tidak membawa uang yang merupakan tradisi upacara pemakaman di Vietnam. ”Tidak akan ada pidato perpisahan, pembacaan perjalanan hidupnya, ataupun hal-hal lain yang menunjukkan emosi. Kita hanya akan berdoa,” sebut UBCV.
Lawan intoleransi
Sejak lama Do dianggap duri bagi rezim komunis Vietnam. Kesadaran Do untuk memperjuangkan demokrasi berawal tahun 1945, saat Vietnam merdeka dari Perancis. Saat itu Do remaja menyaksikan sendiri proses eksekusi guru agamanya oleh pengadilan rakyat komunis. ”Saat itulah saya berjanji akan melakukan apa pun untuk melawan fanatisme dan intoleransi. Saya akan mengabdikan hidup saya untuk memperjuangkan keadilan melalui ajaran anti kekerasan Buddha,” tulis Do, menurut biografi UBCV di Paris, Perancis.
Selama 30 tahun hidupnya, Do keluar masuk penjara atau dikenai tahanan rumah. Rezim komunis menuduhnya melawan dan menggulingkan pemerintahan. Ini karena Do menolak tempat ibadahnya dikendalikan pemerintah. Adapun UBCV sudah dianggap sebagai organisasi terlarang sejak awal 1980-an ketika menolak bergabung dengan Wihara Buddha Vietnam yang dikuasai negara.
Menurut Komite AS untuk Kebebasan Beragama Internasional (USCIRF), pada 2001, Do menulis ”Permintaan untuk Demokrasi” yang mendapat dukungan lebih dari 300.000 warga Vietnam dari latar belakang agama berbeda. Do juga meminta aktivis yang lain untuk meninggalkan perbedaan budaya dan bersatu pada 2005.
Satu tahun kemudian, ia menerima penghargaan HAM Rafto dari Norwegia karena dinilai ”selama 30 tahun berani gigih melawan rezim komunis di Vietnam dengan cara damai”. Hubungan Pemerintah Vietnam dan organisasi keagamaan sejak lama tidak pernah mesra.
USCIRF meminta agar Kementerian Luar Negeri AS menyatakan Vietnam sebagai ”negara yang harus mendapat perhatian khusus” karena ”secara sistematis dan terus-menerus melakukan pelanggaran kebebasan beragama yang mengerikan”. (AFP/LUK)