Mantan Sekretaris Daerah Jawa Barat Iwa Karniwa dituntut enam tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Iwa menjadi terdakwa kasus suap proses perizinan pembangunan proyek Meikarta.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·2 menit baca
BANDUNG, KOMPAS – Mantan Sekretaris Daerah Jawa Barat Iwa Karniwa dituntut enam tahun penjara oleh jaksa penuntut umum KPK di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (24/2/2020). Iwa diduga menerima uang suap Rp 400 juta terkait proses perizinan pembangunan proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi.
Jaksa berkesimpulan, Iwa bersalah melakukan korupsi yang diatur dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 tahun 1999 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Selain pidana penjara, Iwa juga dituntut membayar denda Rp 400 juta subsider tiga bulan kurungan serta uang pengganti Rp 400 juta. “Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti sesudah putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, harta bendanya dapat disita untuk dilelang guna menutupi uang pengganti itu. Jika hartanya tidak mencukupi, dipidana satu tahun penjara,” ujar JPU Kiki Ahmad Yani.
Dalam tuntutannya, JPU menjelaskan, Iwa diduga menerima uang Rp 400 juta untuk mempercepat proses pengajuan persetujuan substansi atas Raperda rencana detail tata ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi. Penyerahan uang itu melibatkan sejumlah pihak, seperti pejabat di Pemkab Bekasi, anggota DPRD Kabupaten Bekasi, dan anggota DPRD Jabar.
Kiki mengatakan, uang tersebut digunakan untuk memesan banner bergambar wajah terdakwa. Banner digunakan untuk sosialisasi terdakwa sebagai bakal calon gubernur Jabar dalam Pilkada 2018.
“Banner dipasang di sejumlah wilayah di Jabar, antara lain di Kota Depok, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Purwakarta,” ujarnya.
Iwa diduga menerima uang Rp 400 juta untuk mempercepat proses pengajuan persetujuan substansi atas Raperda rencana detail tata ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi
Kiki menjelaskan, terdapat dua hal yang memberatkan terdakwa. Pertama, dia tidak mendukung program pemerintah mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Kedua, terdakwa tidak mengakui serta tidak menyesali perbuatannya.
Sementara itu, hal yang meringankan terdakwa adalah tidak pernah dihukum, berlaku sopan di persidangan, dan mempunyai tanggung jawab keluarga. Hal yang memberatkan dan meringankan itu menjadi pertimbangan jaksa dalam mengajukan tuntutan.
Usai mendengarkan tuntutan jaksa, majelis hakim yang dipimpin Daryanto memberi kesempatan kepada Iwa untuk menanggapinya. Iwa kemudian berkonsultasi dengan penasihat hukumnya dan memutuskan akan mengajukan pembelaan.
“Sidang dilanjutkan pada 4 Maret 2020 dengan agenda pembelaan terdakwa,” ujar Daryanto menutup persidangan.
Iwa terkejut mendengar tuntutan jaksa. Ia tetap bersikukuh pada keterangannya tidak menerima uang dalam kasus tersebut. “Terus terang kaget. Namun, takdir harus dijalani dan mengikuti proses hukum supaya mendapatkan yang terbaik,” ujarnya.