Keempat Kalinya Presiden Gnassingbé Menangi Pilpres Togo
›
Keempat Kalinya Presiden...
Iklan
Keempat Kalinya Presiden Gnassingbé Menangi Pilpres Togo
Faure Gnassingbé telah menjadi Presiden Togo, negara berpenduduk delapan juta jiwa tersebut sejak 2005, setelah kematian ayahnya Gnassingbé Eyadema yang memerintah dengan tangan besi selama 38 tahun.
Oleh
Elok Dyah Messwati
·3 menit baca
LOME, SENIN -- Presiden petahana Togo Faure Gnassingbé memenangi pemilihan presiden keempat kalinya di negara itu. Pesaing utamanya, Agbéyomé Kodjo, justru menuduh pihak berwenang yang terkait penyelenggaraan pemilihan nasional tersebut telah melakukan kecurangan.
Komisi Pemilihan Nasional Togo, Senin (24/2/2020), menyatakan, kandidat presiden Gnassingbé telah memenangkan pertarungan dengan meraih 72 persen suara dalam putaran pertama Pilpres Togo. Perolehan ini sangat jauh dari suara yang didapat oleh Agbéyomé Kodjo, yang meraih 18 persen.
Gnassingbé telah menjadi presiden negara berpenduduk delapan juta jiwa tersebut sejak 2005, setelah kematian ayahnya Gnassingbé Eyadema yang memerintah Togo dengan tangan besi selama 38 tahun.
Pada Mei 2019, Gnassingbé mengawasi perombakan konstitusi yang memungkinkannya untuk mencalonkan diri tahun ini dan berpotensi tetap memegang jabatan hingga 2030.
Gilbert Barawa, Menteri Fungsi Publik dan pendukung kuat Presiden Gnassingbé mengatakan, hasil perolehan suara pemilihan presiden tersebut belum pernah terjadi sebelumnya. Perolehan suara untuk presiden pada pemilihan presiden lima tahun lalu, Gnassingbé memperoleh 58 persen suara.
"Faure Gnassingbé telah membuat terobosan besar di bidang-bidang yang sebelumnya sulit," kata Barawa.
Menuduh curang
Agbéyomé Kodjo yang juga Ketua Majelis Nasional menuduh pihak berwenang melakukan kecurangan saat pemungutan suara dan memaksa warga memberikan banyak suara untuk mendukung Gnassingbé.
Pasukan keamanan mengepung rumah Kodjo selama sekitar tiga jam setelah pemungutan suara selesai pada hari Sabtu lalu.
Menteri Keamanan Togo, Yark Dameham, mengatakan kepada Voice of America bahwa rumah Kodjo telah dikepung sebagai tindakan pencegahan."Kami telah menerima laporan bahwa ia berisiko diserang di rumahnya oleh orang-orang yang tidak patuh, tetapi saya tidak bisa memberi tahu Anda dari sisi mana," kata Dameham.
Namun Kodjo mengatakan kepada BBC bahwa dia tidak diberi penjelasan mengenai hal itu dan dia meyakini bahwa pengepungan rumahnya itu bukan untuk perlindungan pada dirinya, tetapi untuk memberikan waktu untuk mencurangi pemungutan suara.
Beberapa jam sebelum hasil resmi diumumkan, Kodjo yang adalah mantan Perdana Menteri Togo di bawah pemerintahan ayah Gnassingbé, telah menyatakan kemenangannya sendiri sebagai "presiden yang terpilih secara demokratis" dengan perolehan suara 57-61 persen.
Kodjo bertekad untuk membentuk "pemerintahan inklusif sendiri dalam beberapa hari mendatang". Dia menuduh pihak berwenang menggunakan kertas suara dan tempat pemungutan suara palsu untuk membelokkan hasilnya sesuai keinginan petahana.
Kodjo muncul sebagai penantang dalam pemilihan presiden Togo tersebut setelah memenangkan dukungan dari mantan Uskup Agung Katolik yang berpengaruh di Togo.
Pengamat lokal dilarang
Pihak berwenang melarang ratusan pengamat lokal memantau pemilihan presiden yang berlangsung hari Sabtu lalu dan membatalkan sistem keamanan elektronik pada saat terakhir.
Sekitar 300 pengamat internasional dikerahkan, terutama dari Komunitas Ekonomi Negara-negara Afrika Barat (ECOWAS) dan Uni Afrika. Banyak negara Afrika mendukung petahana Gnassingbé tersebut.
Enam penantang oposisi telah mengatakan bahwa mereka akan bersatu melawan Gnassingbé jika ia gagal memenangkan suara mayoritas di pemilihan presiden putaran pertama dan pemilihan presiden dilanjutkan ke putaran kedua.
Pada 2017 dan 2018, pihak berwenang Togo menghadapi protes besar yang menuntut diakhirinya kekuasaan keluarga Gnassingbé yang sudah mencapai lima dekade.
Meskipun pertumbuhan ekonomi Togo sekitar lima persen, setengah dari penduduk Togo hidup dengan penghasilan kurang dari 1,90 dollar AS (Rp 26.000) per hari. Namun demonstrasi besar yang menuntut berakhirnya kekuasaan keluarga Gnassingbé tersebut memudar karena ditangani dengan keras oleh pemerintah Togo dan adanya perseteruan di antara oposisi.
Gnassingbé mengutamakan stabilitas dan keamanan negara terutama ketika kekerasan yang dilakukan oleh kelompok jihad mengguncang Togo. Sejauh ini Togo berhasil mencegah pertumpahan darah. Tentara serta dinas intelijen Togo dinilai paling efektif di kawasan Afrika.(AFP)