Dengan keputusan Mahathir, Pakatan Harapan (PH) bubar dan karena itu Anwar hampir dipastikan gagal menjadi PM dari PH. Dengan kegagalan sekarang, Anwar mengulangi nasib pada 1999.
Oleh
Kris Mada
·3 menit baca
KUALA LUMPUR, SENIN — Pemerintahan Malaysia di bawah Perdana Menteri Mahathir Mohamad bubar. Mahathir menyatakan mundur dari jabatannya dan partainya keluar dari koalisi pemerintah.
Dalam pernyataan resmi Kantor PM Malaysia, Senin (24/2/2020), Mahathir disebut telah menyerahkan surat pengunduran diri kepada Raja Malaysia Yang Dipertuan Agung XVI. Surat diserahkan pada Senin siang dan akan menunggu keputusan Yang Dipertuan Agung XVI untuk menerima atau menolak.
Bersamaan dengan penyerahan surat itu, Partai Pribumi Bersatu Malaysia (PPBM) keluar dari Pakatan Harapan. Meskipun demikian, partai yang dibentuk Mahathir itu memastikan seluruh 26 kadernya di parlemen tetap mendukung Mahathir menjadi PM Malaysia. Pengumuman itu disampaikan melalui media sosial Muhyiddin Yasin, Presiden PPBM.
Dengan keputusan itu, Pakatan Harapan (PH) kekurangan kursi minimal untuk memegang kekuasaan dan membentuk pemerintahan. PH mempunyai 129 dari 222 kursi Parlemen Malaysia. Untuk bisa membentuk pemerintahan, partai atau koalisi partai harus menduduki sekurangnya 112 kursi di parlemen. Dengan keputusan PPBM, PH hanya punya 103 kursi di parlemen.
Kesulitan
Keputusan PPBM membuat Yang Dipertuan Agung XVI sulit menolak pengunduran diri Mahathir. Apalagi, konstitusi Malaysia amat membatasi peran monarki. Secara faktual, Raja Malaysia hanya bisa menyetujui politisi mana pun yang mendapat dukungan mayoritas di parlemen untuk menjadi PM. Yang Dipertuan Agung XV Sultan Muhammad V dari Kelantan pernah mencoba menunda persetujuan pelantikan Mahathir kala PH memenangi pemilu 2018.
Kurang dari setahun setelah percobaan itu, Yang Dipertuan Agung XV mengundurkan diri sebelum masa jabatan berakhir pada 13 Desember 2021. Sampai sekarang, tidak ada penjelasan resmi mengapa Sultan Muhammad V meninggalkan kedudukan yang baru dijabat 2 tahun 1 bulan itu.
Media-media Malaysia, seperti Bernama dan The Star, sudah memberitakan isu pembubaran PH yang beredar sejak Sabtu. Pada Minggu pagi hingga Senin, partai-partai menggelar dapat darurat di berbagai lokasi di Malaysia. Sejumlah pimpinan partai, baik PH maupun kubu oposisi, menghadap Yang Dipertuan Agung XVI. Walakin, tidak ada pernyataan resmi dari mereka.
UMNO, partai yang pernah dibesarkan dan dipimpin Mahathir selama menjadi PM periode 1981-2003, hanya menyampaikan pengumuman tidak jelas. Setelah rapat pada Minggu, UMNO menyatakan memberikan kuasa kepada pemimpin partai untuk menentukan langkah terbaik bagi partai dan bangsa. Sejumlah pihak menduga, partai pemilik 39 kursi di Parlemen Malaysia itu akan mendukung Mahathir.
Sementara Amanah, 11 kursi, dan MCA, 2 kursi, juga mengindikasikan akan berkoalisi dengan Mahathir. Sayangnya, jika jadi terbentuk, total jumlah kursi aliansi itu hanya 78 atau kurang 34 kursi lagi untuk bisa memenuhi syarat minimal pembentuk pemerintahan.
Posisi Anwar
Bukan hanya koalisi Mahathir yang belum jelas. Nasib Presiden Partai Keadilan Rakyat (PKR) Anwar Ibrahim juga belum jelas. Sampai pekan lalu, Anwar digadang akan menggantikan Mahathir sebagai PM dari PH. Dengan keputusan Mahathir, PH bubar dan karena itu Anwar hampir dipastikan gagal menjadi PM dari PH.
Jika Amanah benar-benar ikut PPBM, PH hanya menyisakan 92 kursi yang terdiri dari 50 kursi PKR dan 42 kursi DAP. Bahkan, musyawarah nasional PKR pada Desember 2019 menunjukkan tidak semua kader partai itu mendukung Anwar. Sebagian kader dan anggota parlemen dari PKR mendukung Azmin Ali. Kini, Azmin menjadi Wakil Presiden PKR dan Menteri Ekonomi Malaysia. Seperti Anwar, ia juga digadang menjadi pengganti Mahathir sebagai PM dari PH.
Dengan kegagalan sekarang, Anwar mengulangi nasib pada 1999. Kala itu, ia selangkah lagi menjadi PM dari Barisan Nasional. Ia sudah menduduki jabatan Wakil PM dari koalisi yang diikutinya sejak 1970 itu.
Perselisihan dengan Mahathir membuatnya tersingkir dari kursi Wakil PM dan ia dipenjara dengan tuduhan korupsi. Ia juga dijerat dengan serangkaian tuduhan asusila sehingga harus dipenjara bolak-balik sejak 1999 sampai 2018. (REUTERS)