Meski komisi pemilihan Iran belum mengumumkan hasilnya, beberapa hasil menunjukkan kandidat loyalis Ayatollah Ali Khamenei mendapat keuntungan.
Oleh
·2 menit baca
Meski komisi pemilihan Iran belum mengumumkan hasilnya, beberapa hasil menunjukkan kandidat loyalis Ayatollah Ali Khamenei mendapat keuntungan. Pemilu legislatif berlangsung di Iran, Jumat (21/2/2020), untuk mengisi 290 kursi. Kementerian Dalam Negeri Iran menyatakan, para kandidat yang berafiliasi dengan Garda Revolusi pimpinan Ali Khamenei memenangi kursi.
Penghitungan tidak resmi oleh Reuters menunjukkan kelompok garis keras (berafiliasi dengan Garda Revolusi) meraih sekitar 178 kursi, kelompok independen 43 kursi, dan tokoh moderat 17 kursi. Di beberapa daerah pemilihan, kandidat yang gagal meraih 20 persen suara pada pemilu Jumat akan kembali berkompetisi pada putaran kedua bulan April.
Kemenangan kelompok garis keras yang loyal terhadap Pemimpin Tertinggi Iran Khamenei mengonfirmasi gagalnya politisi reformis dan moderat di Iran, menyusul keputusan Washington mundur dari Kesepakatan Nuklir 2015. Apalagi, Washington kembali menerapkan sanksi cukup berat yang menyulitkan perekonomian Iran.
Pemilu ini berlangsung di tengah kontroversi setelah Dewan Wali (Guardian Council) mendiskualifikasi sekitar 7.150 calon reformis, termasuk 81 calon yang menjadi anggota parlemen saat ini, menjelang pemilihan.
”Sangat tidak mungkin jika bukan mustahil bagi kelompok reformis untuk dapat memenangi suara lagi atau mendapatkan mayoritas di parlemen baru mengingat tingkat diskualifikasi kandidat mereka yang sangat besar,” kata Roya Hashemi, seorang siswa, kepada Al Jazeera. Hasil sementara menunjukkan, 14 calon yang dekat dengan mantan Presiden Ahmadinejad telah terpilih.
Jika parlemen dikuasai kelompok garis keras, bisa diartikan Khamenei dapat mengontrol penuh kekuasaan, kecuali lembaga kepresidenan. Parlemen sekarang dikuasai kelompok reformis, sedangkan pemilihan presiden digelar pada 2021 dengan kemungkinan tipis kelompok reformis bisa ikut pemilu presiden.
Bagi Khamenei, dominasi di parlemen sangat penting untuk menghadapi AS, dan beberapa kali unjuk rasa nasional hingga pemerintah menutup saluran internet.
Para pemilih di kota-kota besar tidak puas dengan kinerja baik reformis maupun garis keras.
Pemilu menjadi sarana untuk menyatukan sikap nasional Iran menghadapi ancaman AS dan unjuk rasa itu. Pengamat Timur Tengah dari Universitas Tennesee, Saeid Golkar, menyatakan, para pemilih di kota-kota besar tidak puas dengan kinerja baik reformis maupun garis keras.
”Mereka juga tidak yakin akan ada perubahan melalui pemilihan ini,” kata Golkar, asisten profesor ilmu politik itu.
Perekonomian Iran menghadapi tantangan berat sejak AS kembali memberikan sanksi. Berkali-kali unjuk rasa nasional dilancarkan, tetapi hingga kini tak ada perbaikan berarti, yang membuat warga Iran nyaris putus asa. Apatisme warga harus segera dijawab dan dicarikan jalan keluarnya jika Iran tak ingin terjerembap lebih dalam lagi, baik di bidang ekonomi maupun politik.