”Tancap Gas” Empat Pilar Kebangsaan
Berawal dari penjabaran nilai-nilai empat pilar kebangsaan, yang acap dinilai monoton dan sarat indoktrinasi, MPR kini menyosialisasikan cara baru. Tujuannya untuk menjaring banyak kalangan, termasuk kaum milenial.
Berawal dari penjabaran nilai-nilai empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika, yang acap kali dinilai monoton dan sarat indoktrinasi, kini metode sosialisasinya diperbarui oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat periode yang baru.
MPR yang selama ini rutin menyosialisasikan empat pilar kebangsaan itu mengubahnya dengan salah satu cara, ”tancap gas”, yang melibatkan komunitas motor di ruang terbuka. Tujuannya, agar pengenalan empat pilar kebangsaan itu bisa diterima, tak sarat indoktrinasi, serta tentunya menyenangkan dan diterapkan oleh berbagai kalangan, terutama kelompok milenial.
Maka, Wakil Presiden Ma’ruf Amin, yang biasanya berbusana jas atau batik atau sarungan dan berbaju koko, kini tampil berbeda. Dengan kaus lengan panjang berwarna oranye dan rompi kulit berwarna kecoklatan, Wapres Amin tak hanya menjadi perhatian sejumlah pejabat, tetapi juga ratusan pengendara sepeda motor di acara Riding Kebangsaan Empat Pilar MPR di halaman Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (23/2/2020).
Kalau saya pagi ini berpakaian bikers untuk pertama kalinya seumur hidup saya, ini karena demi Pancasila, demi empat pilar RI.
”Kalau saya pagi ini berpakaian bikers untuk pertama kalinya seumur hidup saya, ini karena demi Pancasila, demi empat pilar RI,” ujar Wapres Amin saat memberikan sambutan, yang disambut tepuk tangan riuh para bikers.
Baca juga : Milenial 39 Tahun Jadi Sasaran Pembumian Pancasila
Selain para pengendara moge (motor gede) hingga pengojek daring, yang tak lupa mengenakan berbagai aksesori dan jaket serba hitam yang bertuliskan komunitas mereka, hadir pula sejumlah tokoh. Mereka di antaranya Wapres ke-6 RI Try Sutrisno, Ketua MPR Bambang Soesatyo, Ketua DPR Puan Maharani, Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Benny Susetyo, Jaksa Agung ST Burhanuddin, Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia Rosan Roeslani, dan Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia Mochamad Iriawan.
Bambang Soesatyo menyampaikan, pelibatan komunitas motor untuk pertama kali ini merupakan salah satu pembaruan metode sehingga empat pilar kebangsaan, yang disebutnya juga empat pilar MPR, tak hanya disosialisasikan secara dogmatis, doktrinasi, dan monoton.
”Metode yang dilakukan harus terbuka dan disesuaikan perkembangan zaman agar sosialisasinya tak jenuh dan tak hanya lewat diskusi di seminar, tetapi dengan cara-cara milenial,” ujarnya.
Teologi kerukunan
Bambang pun menjelaskan, melalui komunitas motor pula, proses internalisasi nilai-nilai empat pilar kebangsaan bisa lebih cair. Di klub motor, lanjut Bambang, tak dikenal jabatan, pangkat, golongan kaya-miskin, tua-muda. Semua disatukan lewat hobi yang sama. Bahkan, dalam berlalu lintas pun, pengendara juga dituntut menjunjung tinggi tertib berlalu lintas, tidak gagah-gagahan, dan solid kepada pengendara lain.
Menurut Bambang, hal-hal itulah cerminan dari empat pilar kebangsaan yang harus terus dilestarikan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, oleh siapa pun dan di mana pun. ”Kita harus menyadari bahwa nilai-nilai empat pilar sebagai legacy yang sudah sepatutnya dijadikan warisan kebangsaan yang harus dijaga, dirawat, dan dihadirkan di ruang publik,” ucap Bambang.
Dalam kesempatan itu, Wapres Amin juga mengingatkan, ada sejumlah tantangan yang wajib diantisipasi masyarakat Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Berbagai masalah itu antara lain kemiskinan, radikalisme, terorisme, intoleransi, anti-NKRI, anti-Pancasila, bahkan anti terhadap pemerintahan yang sah.
Tantangan semakin pelik di kala globalisasi menjadikan persaingan antarbangsa makin tajam. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah melahirkan disrupsi yang luas dan cepat. Kemunculan media baru di luar media konvensional pun menjadi tantangan tersendiri karena arus informasi semakin deras dan dinamis. Media arus utama (mainstream) terancam dengan arus informasi media sosial.
Oleh karena itu, di tengah tantangan tersebut, lanjut Amin, empat pilar kebangsaan yang sudah menjadi kesepakatan nasional harus terus dihayati dan dijaga secara bersama-sama.
”Konsekuensi dari kesepakatan nasional itu adalah mau tak mau harus dijalankan, dijaga, dilindungi dari berbagai ancaman. Tak boleh ada yang menyimpang, menolak, bahkan keluar dari kesepakatan itu,” kata Wapres Amin dengan tegas.
Lebih jauh, Amin menyatakan, kunci utama yang harus dibangun semua entitas bangsa adalah teologi kerukunan. Teologi kerukunan bukan hanya persoalan berdampingan secara damai, melainkan juga saling menolong, membantu, dan mendukung. Dari situ, penguatan kerukunan empat pilar kebangsaan tak hanya secara teoretis, tetapi lebih dalam lagi melalui implementasi di lapangan dan keseharian bangsa Indonesia.
”Yang harus dibangun adalah narasi-narasi kerukunan. Jangan narasi-narasi perpecahan, narasi konflik, baik di dalam ceramah, pergaulan, maupun dalam menyampaikan aspirasi apa pun,” katanya.
Bukan polemik ideologi
Hal senada juga disampaikan oleh Benny Susetyo, yakni bahwa empat pilar kebangsaan yang disosialisasikan oleh MPR jangan dipandang sebagai polemik ideologi, tetapi praksis menjadi sikap hidup, cara berpikir, bertindak, bernalar, dan berelasi dengan siapa pun. Singkat kata, hal itu harus bisa dikonkretkan dalam kehidupan sehari-sehari.
”Empat pilar kebangsaan harus dijadikan komitmen bersama bangsa Indonesia. Jadi, tak berhenti di teori atau ucapan, tetapi pada tindakan dan perbuatan nyata,” ujar Benny.
Menurut Benny, mayoritas pengendara moge merupakan aktor-aktor kebijakan dalam pemerintahan. ”Mereka harus selalu diingatkan pentingnya membuat kebijakan yang berkeadilan sosial dan juga menggelar kegiatan-kegiatan bersifat kemanusiaan. ”Jadi, bukan kegiatan senang-senang dan menghabiskan uang. Namun, bagaimana mereka mengumpulkan dana untuk kebaikan bersama. Itulah nilai-nilai Empat Pilar Kebangsaan yang harus dipraktikkan seluruh komponen bangsa,” paparnya.
Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal Harley Owners Group Anak Elang Jakarta Chapter Indonesia Irawan Sosrodihardjo menyatakan senang dengan sosialisasi yang cukup menggugah dirinya untuk mau kembali mengingat empat pilar kebangsaan. ”Kalau enggak ada sosialisasi, mungkin lupa. Dengan cara ini, orang terasah lagi, ingat lagi. Mungkin yang belok-belok jadi lurus dan diluruskan lagi,” ujarnya.
Baca juga : Kaum Milenial Jadi Sasaran Penguatan Ideologi Pancasila
Ketua Civics Hukum Motor Community dari Universitas Pendidikan Indonesia Jadug Grahana Alghianza menuturkan, sebagai anak muda, dia bersyukur bisa mengikuti sosialisasi dengan cara berbeda. Jadug mengendarai motor bersama 16 temannya dari Bandung selama delapan jam guna menghadiri sosialisasi empat pilar kebangsaan di MPR.
Kalau ikut seminar, pasti membosankan, hanya duduk mendengarkan orang ceramah. Namun, ini dikemas menarik, kumpul komunitas, semua punya tujuan yang satu, mengingatkan lagi jati diri kita sebagai anak bangsa.
”Kalau ikut seminar, pasti membosankan, hanya duduk mendengarkan orang ceramah. Namun, ini dikemas menarik, kumpul komunitas, semua punya tujuan yang satu, mengingatkan lagi jati diri kita sebagai anak bangsa,” ujar Jadug.
Apa pun metodenya, internalisasi nilai-nilai empat pilar kebangsaan yang disosialisasikan MPR dengan metode baru itu tentu positif karena bisa menyentuh berbagai kalangan dengan tren kekinian. Namun, tentu hasilnya harus disertai komitmen nyata dalam kehidupan sehari-hari.