Dari Balik Dinding Rumah Sunyi, Jutaan Pil Terlarang Itu Dibuat
Praktik pembuatan obat terlarang kini tak malu-malu lagi. Dilakukan di sekitar permukiman masyarakat dengan beragam balutan tipu muslihat.
Suparman (33) terkejut bukan kepalang. Bangunan tak berpenghuni di depan kebun jagung yang dia garap ternyata pabrik obat terlarang. Tak tanggung-tanggung, produksinya sudah mencapai jutaan pil.
Selama ini, dia bersama warga lain hanya menganggap rumah kosong di RT 003 RW 004 kelurahan Cisaranten Endah, Kecamatan Arcamanik, Kota Bandung, itu hanya iseng dibangun orang-orang kaya.
”Istilahnya buang duit kalau kata orang sini,” kata Suparman. Tak ada pikiran ternyata bangunan rumah itu digunakan mencari uang meski dengan jalan melanggar aturan.
Sore kemarin, Minggu (23/2/2020), bangunan kosong itu menjadi ramai untuk pertama kali semenjak dibangun dua tahun silam. Suparman bercerita, teriakan petugas dan dobrakan saling sahut-menyahut membuat suara gaduh di perkampungan yang tenang tersebut.
”Waktu itu saya sedang menggarap kebun sayur pakcoi di sebelah tempat kejadian. Kebetulan saat kejadian, suasananya sepi jadi tidak banyak warga yang melihat. Sekitar pukul 17.00, semua menjadi ramai. Saya baru sadar di rumah itu ada orang, bikin narkoba pula,” katanya saat ditemui Senin (24/2/2020) siang.
Baca juga: BNN Gagalkan Peredaran Narkoba dari Sindikat Internasional
Bangunan tersebut sangat tertutup. Celah antara batas atas pagar dan atap kanopi tidak sampai 1 meter. Di sebelah kanan bangunan, terdapat lahan terbuka selebar lebih kurang 5 meter dan ditutup rapat oleh pagar. Di dalam lahan tersebut, dibangun dinding setinggi lebih dari 2 meter sehingga warga tidak bisa mengetahui aktivitas di dalamnya.
Anggapan tidak berpenghuni tersebut bukan tanpa alasan. Suparman berujar, sejak dibangun sekitar tahun 2018, dia tidak melihat aktivitas apa pun di dalam rumah. Padahal, setiap hari Suparman mengurus ladang jagung tepat di seberang rumah tersebut selama 8 tahun.
”Saya berada di kebun setiap sore hingga maghrib. Jangankan ada orang di dalam rumah, kendaraan pun saya tidak lihat. Makanya, pas kemarin penggerebekan, saya kira ada yang pindah rumah. Soalnya banyak mobil yang parkir dari minggu siang,” katanya.
Ros (59), yang tinggal sekitar 200 meter dari rumah celaka itu, juga mengira hal serupa. Dia sempat bertanya-tanya, rumah tersebut tampak rapi dan terawat meski dia tidak pernah melihat ada orang yang membereskannya.
”Saya sering lewat di sana, biasanya pagi dan sore untuk belanja di warung. Sepanjang melewati rumah itu, saya tidak mendengar suara apa pun. Jadi, saya pikir itu hanya vila kosong,” katanya.
Saya berada di kebun setiap sore hingga maghrib. Jangankan ada orang di dalam rumah, kendaraan pun saya tidak lihat. Makanya, pas kemarin penggerebekan, saya kira ada yang pindah rumah. Soalnya banyak mobil yang parkir dari minggu siang.
Jutaan pil
”Bau bangkai” di rumah kosong ini terkuak tahun ini. Aktivitas produksi obat-obatan terlarang jenis pil yang mengandung narkotika golongan I, yaitu carisoprodol, dilakukan di balik dinding rumah. Dalam penggerebekan yang dilakukan petugas kepolisian beserta BNN, ditemukan lebih dari 4 juta pil terlarang siap edar.
Sebanyak lebih dari 3 juta butir siap edar dan dimasukkan ke dalam 32 kotak hitam. Sementara sisanya dalam proses pengemasan. Pil yang dikemas berbentuk bulat dengan warna kuning dan putih.
Deputi Pemberantasan BNN Inspektur Jenderal Arman Depari, Senin (24/2/2020), mengatakan, empat rumah yang berdampingan ini terhubung beberapa pintu di celah belakang selebar 1 meter dan panjang lebih kurang 3 meter. Dari celah tersebut, terdapat tiga pintu yang menghubungkan rumah, kafe, dan tempat produksi.
Lokasi produksi ini adalah lahan semiterbuka dengan dua bilik berukuran 4 x 6 meter. Setiap bilik memiliki mesin produksi. Di luar bilik tersebut, bertumpuk lebih dari 10 drum dan karung yang berisi bahan sejenis tepung.
Menurut Arman, akses tersebut digunakan untuk mengelabui warga. Kafe yang biasanya ramai di akhir pekan, hingga bengkel las yang kerap beraktivitas hingga dini hari, menyamarkan aktivitas produksi obat-obatan terlarang itu.
Baca juga: Sabu 1 Kg Disembunyikan Dinding Kardus Makanan Ringan
Arman mengatakan, pihaknya tidak menyebut pil tersebut sebagai pil paracetamol, caffeine, dan carisoprodol (PCC). Alasannya, bahan kimia yang digunakan untuk memproduksinya lebih dari tiga zat tersebut. Dalam temuan kali ini, pil yang diproduksi memiliki kandungan lebih dari lima bahan kimia. Salah satunya adalah carisoprodol yang dinyatakan sebagai golongan narkotika.
”Lokasinya ada di empat tempat yang bersebelahan. Satu rumah, satu lahan di sebelah kanan rumah, satu di belakang yang terhubung ke Kafe Lumbung Kopi, dan satu lagi gudang penyimpangan. Di rumah ini ditemukan beberapa alat dan bahan. Kemungkinan besar diproduksi di sini,” ujarnya.
Selain barang bukti berupa pil, alat serta bahan produksi, petugas juga menangkap lima tersangka. Mereka adalah CRH (38), S alias NN (40), MIK (35), SW alias Pak Haji (53), dan IR alias J (54). Kelima tersangka bukanlah warga asli di lingkungan itu. CRH, misalnya, tercatat sebagai warga Cimahi, sedangkan empat tersangka lainnya tersebar di Kota Bandung.
Arman masih menelusuri jaringan peredaran obat-obatan tersebut. Meski para tersangka menyatakan baru beraktivitas dua bulan lalu, Arman dan jajarannya tidak percaya begitu saja. Hal tersebut tetap akan ditelusuri hingga mendapatkan jaringan besarnya.
Lokasinya ada di empat tempat yang bersebelahan. Satu rumah, satu lahan di sebelah kanan rumah, satu di belakang yang terhubung ke Kafe Lumbung Kopi, dan satu lagi gudang penyimpangan. Di rumah ini ditemukan beberapa alat dan bahan. Kemungkinan besar diproduksi di sini.
Arman menduga, produk yang telah dikemas tersebut akan dipasarkan ke Jawa Tengah, Jawa Timur, serta sebagian Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi. Untuk carisoprodol diperkirakan didapatkan secara ilegal dari luar negeri. Peredarannya di Indonesia sudah dilarang sejak tahun 2013.
”Mereka mengaku produksi pabrik sebanyak 4.000 butir per hari. Dengan barang bukti 4 juta lebih, tidak mungkin ini bisa diproduksi dalam dua bulan. Karena itu, kami akan tetap menelusuri,” katanya.
Salah satu yang hendak dikulik adalah keterkaitan kejadian ini dengan kasus serupa. Sebelumnya, akhir November 2019, BNN juga menyita 2 juta pil PCC di Kota Tasikmalaya, Jabar. Dalam kasus ini, modus yang dilakukan pelaku tidak jauh berbeda, yaitu melakukan aktivitas yang bertujuan untuk mengelabui masyarakat. Bedanya, di Tasikmalaya, para produsen mendirikan pabrik sumpit dengan produksi yang dipasarkan hingga ke beberapa daerah.
Di Tasikmalaya ini, pabrik PCC mampu beraktivitas hingga setahun tanpa diketahui warga sekitar. Padahal, posisi pabrik berada di pinggir jalan provinsi yang menghubungkan Kota dan Kabupaten Tasikmalaya.
Baca juga: Ratusan Kilogram Ganja Disembunyikan di Bawah Tumpukan Durian
Kamuflase
Kepala BNN Jabar Brigadir Jenderal (Pol) Sufyan Syarif mengatakan, upaya tersebut dilakukan untuk menyamarkan aktivitas produksi. Dengan mengalihkan perhatian warga, produksi dapat dilakukan tanpa merasa terancam. Dalam kasus ini, kata Sufyan, di samping kafe yang buka hingga dini hari, produsen juga memberikan pembatas kontak langsung terhadap dinding warga dengan rumah kosong.
”Modus operandi ini juga diterapkan dalam setiap tindak kriminal. Dengan memperlihatkan aktivitas keramaian, warga tidak melihat ada yang aneh,” ujarnya.
Kamuflase tersebut terbukti. Imas (45) yang tinggal di sebelah kiri rumah kosong itu tidak sadar, lahan sebelah kanan dipergunakan untuk produksi obat-obatan terlarang. Dia mengatakan. di kawasan tersebut memang ada kegaduhan yang kerap timbul dini hari. Tidak hanya dari kafe, di kawasan tersebut juga ada bengkel las yang sesekali bekerja dini hari.
”Sekitar jam 02.00 sampai jam 04.00 biasanya kami mendengar ada yang berisik. Kami tidak curiga karena mengira itu proses kopi untuk kafe. Belum lagi ada bunyi pengerjaan dari las yang kadang dilakukan dini hari,” katanya.
Untuk mengantisipasi hal serupa, Sufyan meminta masyarakat lebih aktif dalam melihat aktivitas yang terjadi di lingkungan sekitar. Jika ada warga yang terlihat tertutup, perangkat lingkungan diminta merangkul dan mengajak bersosialisasi, paling tidak menunjukkan diri.
Apabila masyarakat saling menutup diri dan tidak peduli, kamuflase yang dilakukan pelanggar hukum tidak akan terdeteksi. Dengan memberikan perhatian terhadap lingkungan, tindakan kriminalitas bisa ditekan. Bahkan, tidak ada lagi warga yang baru terperanjat saat melihat puluhan personel mengepung gudang atau rumah tidak bertuan.
Baca juga: Lima Hektar Ladang Ganja Dimusnahkan di Mandailing Natal