Dua pabrik pemurnian atau smelter tengah dibangun di Kalimantan Tengah. Pihak investor telah memperbarui dokumen analisis mengenai dampak lingkungan sesuai ketentuan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Dua pabrik pemurnian atau smelter tengah dibangun di Kalimantan Tengah. Pihak investor telah memperbarui dokumen analisis mengenai dampak lingkungan sesuai ketentuan.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Tengah Esau A Tambang di Palangkaraya, Selasa (25/2/2020), mengatakan, pihaknya baru melakukan adendum terhadap perusahaan yang sedang membangun smelter di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalteng.
Perusahaan yang sedang membangun dua pabrik smelter tersebut ialah PT Kapuas Prima Coal, Tbk. Lokasi smelter, menurut rencana, berada di Kelurahan Kumai Hulu, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat. Pada tahun ini mereka baru memperbarui dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) di Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalteng.
Akibat pembangunan dua smelter tersebut, satu kampung akan direlokasi. Terkait dengan hal ini, Esau mengatakan, kampung yang direlokasi itu hampir semua penghuninya juga karyawan perusahaan yang membangun smelter tersebut. ”Jadi enggak ada masalah, hanya digeser saja dari yang tadinya di pinggir sungai ke pinggir jalan besar,” ujarnya.
Esau menjelaskan, amdal dibuat karena dalam operasinya nanti pabrik tersebut akan menggunakan teknologi hidro. Dalam teknologi itu, air yang digunakan untuk pemurnian tidak dibuang menjadi limbah, tetapi dipakai terus-menerus dengan sistem sirkulasi.
’Karena teknologi baru, makanya amdal-nya juga diperbarui sehingga kami memastikan apa saja yang dikerjakan perusahaan sedetail mungkin dan tidak merusak lingkungan,” kata Esau.
Dalam operasinya nanti, pabrik itu akan menggunakan teknologi hidro. Dalam teknologi itu, air yang digunakan untuk pemurnian tidak dibuang menjadi limbah, tetapi dipakai terus-menerus dengan sistem sirkulasi.
Direktur Operasional PT Kapuas Prima Coal Tbk Padli Noor mengungkapkan, dua pabrik pemurnian itu terdiri dari smelter timbal (Pb) dan seng (Zn). Smelter timbal sudah 99 persen dibangun dan bakal melakukan pengujian alat pertambangan (commissioning) tahun ini. Adapun smelter seng progresnya baru 58 persen dan diperkirakan tahun 2022 baru selesai.
Smelter timbal milik perusahaan itu akan mampu memproduksi 20.000 ton timbal mulia, sedangkan smelter seng bakal menampung 32.000 metrik ton seng. ”Smelter timbal itu sudah selesai sebenarnya, tinggal trial atau percobaan saja,” kata Padli.
Selain itu, Padli mengungkapkan, perusahaannya berkomitmen membangun daerah meskipun harga sejumlah komoditas tambang, termasuk batubara, sedang melemah. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalteng mencatat tren penurunan harga batubara sejak tahun lalu.
Pada Juli 2019, harga batubara sekitar 71,92 dollar AS per ton atau merosot 13,2 persen dibandingkan dengan Juni 2019 sekitar 81,48 dollar AS per ton. Harga acuan itu sekaligus merupakan yang terendah sejak November 2016.
Harga batubara sempat naik hingga menembus 100 dollar AS per ton tahun 2018, tetapi berangsur turun. Pada Januari 2019, harga batubara tercatat berada di level 92,41 dollar AS, kemudian selalu turun hingga kini.
Kepala BPS Provinsi Kalteng Yomin Tofri mengungkapkan, meski turun, pertambangan merupakan sektor dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi dibandingkan dengan sektor lain. Pertambangan penggalian merupakan sektor pertumbuhan ekonomi tertinggi dengan nilai 14,53 persen.
”Nilai ekspornya juga masih stabil, itu membuat provinsi ini merupakan provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi kedua setelah Kalimantan Timur dengan nilai 6,16 persen tahun 2019,” kata Yomin.
Meski demikian, menurut Yomin, melemahnya harga batubara diimbangi peningkatan produksi komoditas batubara dan bauksit. Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga didorong tingginya pengadaan listrik karena beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tumbang Kajuel di Kabupaten Gunung Mas.
”Pertumbuhan ekspor juga lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Yang perlu diperhatikan adalah penurunan itu juga disebabkan, salah satunya, maraknya penyebaran virus korona mengingat China dan Jepang adalah negara tujuan ekspor Kalteng,” kata Yomin.
Jepang dan China, menurut BPS Kalteng, merupakan daerah tujuan utama ekspor sumber daya alam Kalteng. Sampai saat ini Kalteng masih sangat bergantung pada investasi sumber daya mineral dan tanaman ekstraksi, seperti kelapa sawit.
Dari data BPS Kalteng, ekspor Kalteng pada Desember 2019 mencapai 215,79 juta dollar AS, atau naik 63,33 persen dari November yang sebesar 132,12 juta dollar AS. Jepang masih menjadi pangsa pasar ekspor terbesar, yakni senilai 714,21 juta dollar AS. Di posisi kedua, China dengan nilai ekspor 528,56 juta dollar AS.
Yomin Tofri mengungkapkan, meski terjadi kenaikan dari 2018 ke 2019, pihaknya memprediksi tiga bulan ke depan kondisinya akan menurun seiring pembatasan aktivitas fisik dari China ke Indonesia ataupun sebaliknya terkait dengan ancaman penyebaran Covid-19.
”Aktivitas keluar masuk barang akan sangat dibatasi, ini tentunya akan berpengaruh pada perekonomian Kalteng,” katanya.