Tidak tercapainya kesepakatan dagang yang luar biasa antara AS dan India sudah diprediksi mengingat beberapa tahun terakhir hubungan dagang keduanya tak lagi mesra.
Oleh
LUKI AULIA
·4 menit baca
NEW DELHI, RABU — Kunjungan Presiden Amerika Serikat Donald Trump ke India belum menghasilkan kesepakatan dagang yang setara dengan luar biasanya persiapan dan penyambutan kunjungan kenegaraan tersebut. Sejauh ini, menurut rencana militer India hendak membeli 24 helikopter SeaHawk produksi Lockheed Martin yang diperlengkapi dengan rudal Hellfire.
Nilai transaksi jual-beli persenjataan tersebut 2,6 miliar-3 miliar dollar AS. India juga berencana memesan enam helikopter Apache.
India sedang gencar memperbarui perlengkapan pertahanan keamanan agar tidak ketinggalan dengan China. Belakangan, AS yang didekati India dan bukan lagi Rusia seperti biasanya.
Trump berharap AS dan India akan mencapai kesepakatan dagang yang lebih strategis, kemungkinan paling cepat akhir tahun ini. ”Sudah ada kemajuan luar biasa dalam kesepakatan dagang kami. Saya optimistis, nanti akan ada kesepakatan yang lebih berpengaruh untuk kedua negara,” kata Trump, Selasa (25/2/2020), didampingi Perdana Menteri India Narendra Modi.
Kesepakatan dagang ”lebih besar” yang dimaksud Trump itu, antara lain, termasuk kesepakatan perdagangan bebas. Selain itu, ketika berbicara dengan Modi, Trump juga menyinggung pentingnya jaringan telekomunikasi 5G di India. AS tidak mau menggunakan layanan Huawei Technologies dari China karena khawatir berpotensi digunakan China untuk memata-matai AS.
Huawei dan China membantah tuduhan AS tersebut. Selama ini perusahaan-perusahaan telekomunikasi India menggunakan jaringan dari perusahaan China.
Tidak tercapainya kesepakatan dagang yang luar biasa antara AS dan India sudah diprediksi mengingat beberapa tahun terakhir hubungan dagang keduanya tak lagi mesra. Ini gara-gara kebijakan Trump, ”Mengutamakan Amerika (America First)” yang bertujuan mengurangi defisit neraca perdagangan negaranya dan berbenturan dengan kebijakan ”Make in India” milik Modi.
Meski tidak sekeras pada China, kebijakan Trump terhadap India juga cukup memukul India. AS memberlakukan pajak pada baja dan aluminium dari India serta menangguhkan akses bebas pajak pada komoditas tertentu. Hal ini untuk mengurangi defisit perdagangan AS sebesar 25 miliar dollar AS dengan India.
Meski tidak sekeras pada China, kebijakan Trump terhadap India juga cukup memukul India.
Demi memenangi simpati rakyat AS menjelang pemilihan presiden AS, November mendatang, Trump memperjuangkan agar produk susu dan perusahaan pembuat perlengkapan medis dari AS bisa masuk ke pasar India, yang memiliki 1,3 miliar penduduk. Bagi AS, pajak yang ditetapkan India masih terlalu tinggi, bahkan–menurut Trump–bisa jadi tertinggi di dunia. Salah satu produk AS yang dikeluhkan terkena pajak tinggi adalah sepeda motor Harley-Davidson.
”Harley-Davidson harus bayar pajak sangat tinggi kalau mereka kirim ke sini. Tapi, kalau India yang jual sepeda motor ke AS, tidak ada pajak. Ini kan tidak adil. Mestinya timbal balik,” kata Trump.
Trump populer di India. Setidaknya itu yang terlihat dari riuhnya sambutan masyarakat India saat Trump datang. Namun, pesta penyambutan Trump itu sarat pesan mengenai geopolitik Asia.
Direktur Proyek India di The Brookings Institution di Washington DC, Tanvi Madan, menilai segala macam pesta penyambutan yang disiapkan oleh Modi bukan sepenuhnya karena Modi suka dengan Trump. ”Itu hanya karena Trump pemimpin AS dan Modi tahu persis Trump suka dengan sambutan meriah dari banyak orang. Modi ahlinya mengumpulkan massa,” kata Madan.
Partai-partai politik India juga selama ini lihai membuat politikus mana pun menjadi terlihat populer. Apalagi di kota seperti Ahmedabad, ibu kota Gujarat yang juga kampung halaman dan pusat kekuatan Modi.
”Mudah bagi Modi untuk mengumpulkan massa sebanyak-banyaknya. Tapi, kalau dilihat lagi, banyak kursi stadium yang masih kosong. Bahkan, banyak yang pilih pergi sebelum Trump selesai pidato, kan,” kata Madan.
Bagi India, hubungan baik dengan AS itu sangat penting. Apalagi saat harus berkompetisi dengan China. John Echeverri-Gent, guru besar di University of Virginia yang sering meneliti soal India, mengatakan bahwa China menjadi pesaing terberat bagi kedua negara. Apalagi China makin gencar memperluas pengaruhnya di Samudra Hindia yang selama ini dianggap sebagai halaman belakang India. ”Kedua negara jelas khawatir soal ini,” ujarnya.
Trump bukan presiden pertama AS yang dibuatkan pesta meriah oleh Modi. Pada tahun 2015, Presiden Barack Obama menjadi tamu presiden pertama pada saat parade Hari Kemerdekaan India. Sambutan mesra juga persis seperti yang didapat seperti Trump.
Jajak pendapat Pew Research Center 2019 menunjukkan, sebanyak 56 persen rakyat India percaya pada kemampuan Trump menangani persoalan dunia. Obama juga populer di India. Sebelum kepemimpinannya berakhir, Obama mendapat 58 persen kepercayaan warga India akan kemampuannya menangani beragam masalah dunia. (REUTERS/AFP/AP)