Balikpapan, Kota Calon Penyangga Ibu Kota Baru, Kekurangan Air Bersih
›
Balikpapan, Kota Calon...
Iklan
Balikpapan, Kota Calon Penyangga Ibu Kota Baru, Kekurangan Air Bersih
Balikpapan, kota penyangga ibu kota baru RI kesulitan air bersih.
Oleh
SUCIPTO
·4 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS – Balikpapan masih kekurangan air bersih sekitar 400 liter per detik. Ini menjadi pekerjaan rumah besar karena Balikpapan menjadi kota penyangga ibu kota negara baru. Diperkirakan 1,5 juta aparatur sipil negara akan berpindah ke wilayah calon ibu kota negara baru, dan sebagian akan disangga sementara di Balikpapan.
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Balikpapan mencatat, kebutuhan air bersih untuk warga Balikpapan hingga akhir 2019 sekitar 2.000 liter per detik. Namun, saat ini PDAM baru bisa mengalirkan air 1.600 liter per detik. Akibatnya, 103.000 rumah yang berlangganan PDAM rata-rata hanya bisa mengakses air 12 jam dalam sehari.
Di Kelurahan Baru Ulu, Kecamatan Balikpapan Barat, rata-rata warga memiliki dua tandon air berkapasitas 1.000 liter air di rumah masing-masing. Itu untuk menampung air PDAM agar bisa dicadangkan saat air tak mengalir pada waktu-waktu tertentu. Namun, warga di sana kerap tak bisa mengakses air hingga persediaan air di tandon habis dalam seminggu.
“Akhirnya kami beli air lagi dari mobil tangki penyalur PDAM, harganya Rp 50.000 untuk 5.000 liter. Dalam sebulan, saya bisa mengeluarkan uang Rp 100.000 untuk membeli air tangki,” kata Samijah, warga Kelurahan Baru Ulu, Senin (24/2/2020).
Jumlah uang itu sama dengan biaya yang ia keluarkan untuk membayar tagihan PDAM setiap bulannya. Ia jadi mengeluarkan uang lebih untuk mencukupi kebutuhan air sehari-hari empat orang anggota keluarganya. Air itu digunakan untuk mandi, cuci, kakus, dan memasak.
Dalam sebulan, saya bisa mengeluarkan uang Rp 100.000 untuk membeli air tangki
Kelurahan Baru Ulu berada di pinggiran Kota Balikpapan, di sekitar Teluk Balikpapan bagian tengah. Kawasan itu berada sekitar 36 kilometer dari Bendungan Teritip, salah satu sumber air bersih yang disalurkan PDAM. Keluhan terhadap pelayanan air juga dialami oleh warga yang berada di sekitar bendungan teritip.
Suprihatin (45), warga Kelurahan Teritip, Balikpapan Timur, rata-rata dalam sebulan membayar layanan air PDAM Rp 150.000. Namun, ketika musim kemarau seperti terjadi pada Mei dan Juni 2019, ia bisa membayar layanan PDAM Rp 250.000 sebulan. “Airnya memang keluar terus, tetapi mengalirnya kecil,” katanya.
Sejak lama
Krisis air bersih di Balikpapan bukan kabar baru. Menurut pemberitaan Kompas, pada Oktober 1991 penyaluran air PDAM pernah terhambat akibat hujan tak turun dalam waktu lama. Penyaluran air yang semula empat hari sekali dikurangi menjadi enam hari sekali. Pada saat itu, penduduk Balikpapan masih sekitar 300.000 jiwa.
Hal serupa juga terjadi pada November 2004. Kelangkaan air menyebabkan harga air bersih melonjak dari Rp 40.000 menjadi Rp 300.000 per tangki isi 4.000 liter. Antrean warga yang membawa jeriken, ember besar, bahkan tangki plastik mudah ditemui di perumahan. Mereka membeli air tangki yang disediakan PDAM. Itu semua disebabkan hujan yang tak turun dalam waktu lama. Akibatnya, waduk menjadi kering.
Saat ini, jumlah penduduk Balikpapan sekitar 680.000 jiwa. Sebagian besar menggunakan air PDAM untuk kebutuhan air sehari-hari. Air bersih yang disalurkan PDAM Kota Balikpapan bersumber dari Waduk Teritip berkapasitas 250 liter per detik, Waduk Manggar berkapasitas 1.200 liter per detik, dan 23 sumur dengan kapasitas 150 liter per detik.
Direktur Teknik PDAM Kota Balikpapan Arief Purnawarman mengatakan, pada mulanya sumur yang dibuat PDAM Kota Balikpapan berjumlah 45 sumur dengan kedalaman minimal 120 meter. Namun, hampir sebagian sumur-sumur itu kering karena kondisi tanah yang labil dan jauh dari daerah resapan air.
Kondisi itu tidak memungkinkan jika sumur terus ditambah mengingat permintaan pelanggan PDAM terus meningkat, bahkan dari perumahan yang sudah memiliki instalasi pengolahan air (IPA). Arief mengatakan, rata-rata perumahan di Balikpapan memenuhi kebutuhan air warga dari PDAM dan IPA.
Kondisi ini akan menjadi masalah jika ibu kota benar-benar dipindah ke perbatasan Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara. Meski jarak Balikpapan ke Kelurahan Pemaluan – calon lokasi istana negara – berjarak sekitar 100 kilometer, tetapi aparatur sipil negara diperkirakan akan berkantor dan tinggal sementara di Balikpapan. Sebab, Balikpapan memiliki fasilitas paling lengkap dibanding kota/kabupaten sekitarnya, seperti rumah sakit, sekolah, akses internet, dan pusat perbelanjaan.
“Khusus untuk penyediaan air bersih jika ibu kota pindah, di Balikpapan sendiri sudah dicari lahan untuk waduk, tetapi dari gambaran pemerintah Balikpapan, itu agak sulit,” kata Arief.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III sudah memiliki rancangan untuk membangun Bendungan Sepaku Semoi di Kelurahan Sepaku, Penajam Paser Utara dengan kapasitas 1.500 liter per detik. Kepala BWS Kalimantan III Anang Muchlis mengatakan, persiapan dan pembangunan bendungan Sepaku Semoi selama 2019-2023.
Khusus untuk penyediaan air bersih jika ibu kota pindah, di Balikpapan sendiri sudah dicari lahan untuk waduk, tetapi dari gambaran pemerintah Balikpapan, itu agak sulit
Namun, proses lelang hingga kini belum selesai. “Bendungan Sepaku Semoi itu untuk memenuhi kebutuhan air di Balikpapan. Selain itu, bisa juga disalurkan untuk ibu kota negara baru dan wilayah di sekitarnya. Saat ini pembangunan waduk masih dalam status lelang,” kata Anang ketika dihubungi.