Komisi V DPR Cari Cara Mengatasi Banjir, Tiga Gubernur Tak Hadir
›
Komisi V DPR Cari Cara...
Iklan
Komisi V DPR Cari Cara Mengatasi Banjir, Tiga Gubernur Tak Hadir
Kementerian PUPR akan mulai membenahi saluran air begitu banjir di Jabodetabek surut. Salah satunya di wilayah Kemayoran, Jakarta. Drainase di sana masih memakai sistem lama ketika Kemayoran berupa bandara.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat menggelar rapat dengar pendapat dengan pemerintah pusat dan daerah untuk mencari solusi mengatasi banjir di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/2/2020). Rapat tersebut kemudian dibatalkan karena Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan Gubernur Banten Wahidin Halim tidak hadir dan hanya diwakili pejabat yang tak bisa mengambil keputusan.
Rapat dipimpin Ketua Komisi V DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Lasarus dan dihadiri, antara lain, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, serta Kepala Basarnas Marsekal Madya Bagus Puruhito. Satu-satunya kepala daerah yang hadir memenuhi undangan Komisi V DPR adalah Bupati Bogor Ade Munawaroh Yasin.
Lasarus mengkritisi perilaku kepala daerah yang dianggap tidak menunjukkan itikad baik. Para pejabat pemerintah daerah yang diutus menghadiri rapat tidak mempunyai wewenang mengambil keputusan. Akhirnya, rapat dibatalkan sampai ada penjadwalan ulang.
Kepada wartawan, Ade menyampaikan, strategi yang diambil Pemerintah Kabupaten Bogor saat ini adalah membangun waduk. Pemerintah menargetkan pembangunan Waduk Sukamahi, Ciawi, dan Cibeet selesai tahun 2020.
Adapun Anies saat dihubungi mengungkapkan, dirinya tidak menghadiri undangan rapat DPR karena seharian berada di lapangan memantau penanganan banjir hari Selasa. Data per pukul 15.00 menunjukkan, banjir yang merendam 294 rukun warga sudah surut dan kondisi mulai kembali normal.
”Justru tidak etis kalau gubernur malah pergi rapat, sementara unit kerjanya sibuk di lapangan,” ujarnya.
Normalisasi dan naturalisasi
Anies mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kementerian PUPR. Senin awal pekan ini bahkan sudah rapat dengan Direktur Sungai dan Pantai Jarot Widyoko.
Ia mengklarifikasi polemik penanganan saluran air yang terjebak dalam semantik naturalisasi dan normalisasi. Inti keduanya adalah sama, mengembalikan kapasitas maksimum semua sungai dan saluran air.
”Pendekatan untuk setiap saluran air tentu berbeda-beda karena ada kondisi warga dan lingkungan hidup yang spesifik. Tidak bisa dipukul rata,” ujar Anies.
Pemerintah pusat menginginkan proses normalisasi sungai dan saluran air segera dilaksanakan guna mengendalikan debit air ketika hujan. Oleh sebab itu, kata Menteri PUPR, jangan sampai program ini terhalang batasan-batasan administratif di provinsi dan kabupaten/kota.
”Pendekatan menangani banjir adalah memberlakukan sistem wilayah sungai yang melampaui batas administrasi daerah,” kata Basuki.
Di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) setidaknya ada tiga sungai besar yang dikelola Kementerian PUPR, yaitu Cisadane, Ciliwung, dan Citarum. Untuk Ciliwung saja terdapat 13 kali dan kanal yang masuk cakupan wilayahnya. Semua dikelola dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menurut Basuki, pemecahan kewenangan sektoral akan kontraproduktif.
Pembenahan saluran air
Basuki mengungkapkan, di Jabodetabek ada 104 pompa besar untuk mengendalikan banjir. Kementerian PUPR tengah melelang proyek pemasangan pompa untuk Kali Sentiong, Jakarta. Biaya yang dikucurkan untuk proyek ini Rp 600 miliar. Adapun biaya pengendalian banjir untuk seluruh Indonesia mencapai Rp 5,6 triliun.
Menurut Basuki, pihaknya akan mulai membenahi saluran air begitu banjir di Jabodetabek surut. Salah satunya di wilayah Kemayoran, Jakarta. Drainase di sana masih memakai sistem lama ketika Kemayoran berupa bandara. Sekarang wilayah itu beralih fungsi menjadi permukiman dan perkantoran.
”Prosesnya lagi bersih-bersih wilayah sebelum kami membuat embung untuk menampung air,” ujar Basuki. Di samping itu, Kementerian PUPR juga akan memperdalam muara-muara sungai guna memperlancar aliran air.
Direktur Sungai dan Pantai Kementerian PUPR Jarot Widyoko menambahkan, setiap pemerintah daerah hendaknya meninjau kembali cetak biru wilayah masing-masing. Contohnya Jakarta, sudah banyak area yang 30 tahun lalu dialokasikan sebagai hutan kota berubah menjadi gedung.
”Perubahan harus diikuti dengan perencanaan pengendalian air. Kalau masih ada hutan kota, tentu bisa dibuat lahan penyerapan air. Namun, kalau Jakarta memang ingin membangun gedung-gedung, perencanaan pengelolaan air harus fokus membangun saluran air dan gorong-gorong,” ucapnya.