Banjir masih menggenangi sejumlah wilayah di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, hingga Rabu (26/2/2020) malam. Upaya penanggulangan terus dilakukan dengan mengandalkan pengoperasian pompa.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Banjir masih menggenangi sejumlah wilayah di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, hingga Rabu (26/2/2020) malam. Upaya penanggulangan banjir terus dilakukan pemerintah daerah dengan mengandalkan pengoperasian pompa untuk menyedot genangan.
Berdasarkan pantauan di lapangan, kawasan yang masih terendam banjir adalah Desa Kedungbanteng dan Banjarasri, Kecamatan Tanggulangin; Desa Wage dan Desa Kramat Jegu, Kecamatan Taman; serta Kelurahan Sidokare dan pusat kota. Di Kedungbanteng dan Banjarasri, banjir berlangsung sejak awal tahun atau hampir dua bulan.
Banjir sempat surut, Minggu (23/2/2020), setelah 11 unit pompa dikerahkan untuk menyedot air selama enam hari. Namun, hujan yang mengguyur selama tiga hari terakhir menyebabkan banjir kembali datang dan merendam permukiman warga yang sempat kering.
Hujan yang mengguyur selama tiga hari terakhir menyebabkan banjir kembali datang dan merendam permukiman warga yang sempat kering.
”Kondisi banjir saat ini sama dengan saat awal atau sebelum dilakukan penanggulangan bencana dengan memompa genangan di permukiman warga. Daerah yang sempat surut pun kembali terendam,” ujar Camat Tanggulangin Sabino Mariano.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sidoarjo mencatat, jumlah warga terdampak banjir mencapai 2.500 jiwa atau sekitar 600 keluarga. Untuk membantu meringankan derita korban selama masa tanggap darurat, mereka mendapatkan bantuan makanan nasi bungkus setiap hari. Korban banjir juga mendapatkan bantuan sepatu bot.
Pelaksana Tugas Bupati Sidoarjo Nur Achmad Syaifuddin mengatakan, upaya penanggulangan banjir di Kedungbanteng dan Banjarasri tetap mengandalkan mesin pompa. Air dari permukiman warga dipompa dan dialirkan ke kolam penampungan sementara. Dari kolam, baru air dipompa lagi menuju sungai.
Sementara itu, untuk penanganan banjir di Sidokare, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo mengerahkan dua unit pompa. Banjir di kawasan Sidokare berdampak pada RSUD Sidoarjo. Khusus penanganan banjir di rumah sakit, pengelola mengerahkan tujuh unit mesin pompa. Hal itu karena rumah sakit merupakan obyek vital.
”Jangan sampai pelayanan terhadap pasien terganggu karena banjir. RSUD Sidoarjo merupakan rumah sakit rujukan tidak hanya untuk wilayah Sidoarjo, tetapi juga kabupaten dan kota di sekitarnya, seperti Mojokerto dan Pasuruan,” kata Nur Achmad.
Masih terkait penanganan banjir, sejumlah anggota Polsek Taman membantu warga di Perumahan Pejaya Anugerah, Desa Kramat Jegu. Bantuan diberikan kepada anak-anak yang hendak berangkat sekolah, tetapi harus melewati genangan banjir yang dalam. Agar sepatu dan seragamnya tidak basah, anak-anak tersebut digendong dan diantar dengan mobil patroli.
Nur Achmad mengatakan, Sidoarjo merupakan daerah delta Sungai Brantas. Sidoarjo dilintasi 18 sungai yang bermuara di Selat Madura. Ada tiga macam bencana banjir yang mengancam, yakni banjir karena hujan lokal, banjir kiriman dari daerah hulu sungai, dan banjir karena pasang air laut (rob).
Kondisi saluran tersumbat dan tidak terkoneksi dengan baik antara saluran satu dan lainnya sehingga air tidak mengalir lancar, tetapi meluber ke mana-mana.
Saat ini yang terjadi adalah banjir karena hujan lokal. Persoalannya, saluran drainase di kawasan perkotaan kurang terawat. Kondisi saluran tersumbat dan tidak terkoneksi dengan baik antara saluran satu dan lainnya sehingga air tidak mengalir lancar, tetapi meluber ke mana-mana.
Selain drainase, mayoritas sungai yang melintasi Sidoarjo daya tampungnya kurang maksimal. Hal itu karena normalisasi tidak berjalan optimal. Normalisasi yang seharusnya menyeluruh dari hulu hingga hilir hanya dilakukan di titik-titik tertentu.
Salah satu penyebabnya, banyak bangunan liar yang berdiri di atas bantaran sungai dan badan sungai. Keberadaan bangunan liar itu menutup akses alat berat yang akan mengeruk sedimentasi di dasar sungai. Kondisi diperparah oleh perilaku masyarakat yang menjadikan sungai sebagai tempat sampah.
Pakar bencana dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Amin Widodo, mengatakan, kondisi banjir di Sidoarjo diperparah penurunan muka tanah. Hal ini terutama di daerah sekitar semburan lumpur Lapindo dengan radius kurang dari 6 kilometer. Indikasinya, kawasan yang dulu tidak pernah banjir sekarang dilanda banjir yang tak kunjung surut.
Daerah yang mengalami penurunan muka tanah itu antara lain Kedungbanteng, Banjarasri, Porong, Candi Pari, dan Pesawahan. Akibat penurunan tanah, kawasan ini menjadi cekung sehingga air tidak mengalir ke sungai atau saluran air, tetapi menggenang di sana.