Banjir yang terus berulang tentu membuat kerugian warga juga terus berulang. Jika tidak ada penanganan yang serius dari Pemprov DKI Jakarta, banjir masih akan menjadi momok bagi masa depan warga DKI Jakarta.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
Belum pulih dari banjir sebelumnya, Teuku Muhammad (49), warga RT 011 RW 007 Kelurahan Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat, kembali merugi. Pemilik Toko Bukit Syafa ini mengaku rugi hingga Rp 40 juta setiap kali terjadi banjir.
Pada Rabu (26/2/2020) siang sekitar pukul 11.00, Teuku bersama dua pegawainya membersihkan toko yang penuh lumpur akibat banjir sejak Selasa (25/2/2020) dini hari selama lebih kurang 18 jam. Banjir setinggi 2 meter merendam hampir seluruh barang dagangan Teuku.
Mulai dari pampers, mi instan, sabun, hingga es krim yang akan dijual sudah tidak terselamatkan. Adapun tiga showcase cooler untuk menjual minuman dan es krim juga ikut terendam banjir.
Sementara minuman kaleng dan minuman botol dibersihkan dan dijajarkan di lantai. Setiap barang dagangan yang terendam banjir dibungkus dengan kantong plastik merah agar lebih mudah dirapikan.
”Bisa sekitar Rp 40 juta ini ruginya. Pampers saja kira-kira 50 karton yang kena (banjir), belum yang lainnya. Saya enggak prediksi kemarin banjirnya sampai tinggi lagi. Biasanya, kan, banjir parah paling satu tahun sekali,” ujar Teuku.
Sebelumnya, Teuku pun merugi akibat banjir pada awal Januari 2020 dan awal Februari 2020. Jika ditotal, dalam dua bulan terakhir, ia merugi hingga Rp 80 juta akibat banjir.
”Kalau banjir parah kayak gini, pulihnya itu lama. Sebulan saja belum tentu, karena omzet per bulan itu paling Rp 30 juta. Paling nanti kalau sales datang, saya minta waktu buat bayar utang,” ucapnya.
Warga RT 010 RW 007 Kelurahan Karet Tengsin, Azizah (40), juga menjadi korban banjir. Selama 40 tahun tinggal di rumahnya, banjir yang terjadi dalam kurun waktu dua bulan ini menjadi banjir kedua terparah sejak tahun 2000-an.
”Kulkas, kompor gas, sepeda motor, semuanya terendam banjir. Kalau dihitung-hitung, nanti buat servis itu pengeluaran dadakan bisa sampai Rp 3 juta,” kata Azizah.
Begitu pula dengan Ipung (40), warga RT 012 RW 007 Kelurahan Karet Tengsin. Mulai dari sepeda motor, televisi, dispenser, hingga kulkas miliknya tak sempat diamankan saat air mulai meninggi. Setiap kali banjir terjadi, Ipung mengaku harus keluar uang hingga Rp 3 juta untuk servis sepeda motor dan barang-barang elektronik yang rusak.
”Baru kemarin televisi itu diservis, sekarang sudah mati lagi kena banjir. Kalau ada tabungan, ya, enak bisa dipakai, tapi kalau enggak ada kayak sekarang, ya terpaksa harus minjam tetangga,” ucapnya.
Siti (45), warga di RT 001 RW 014 Keluarahan Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, pun mengeluhkan hal serupa. Banjir yang terjadi kemarin menambah kerugian yang sudah diderita dari banjir-banjir sebelumnya.
”Kipas angin yang rusak karena banjir pada awal Januari saja belum diservis, ini sudah banjir lagi. Beras sekarung juga ikut terendam, padahal baru saja dibeli,” ucap Siti.
Kerugian
Berdasarkan catatan Kompas, pada tahun ini,banjir sudah terjadi sebanyak delapan kali di wilayah DKI Jakarta. Pada 1-4 Januari, banjir merendam 17 kecamatan dan 39 kelurahan. Sementara pada 24 Januari, ada 17 titik genangan, dan pada 27 Januari terdapat empat titik banjir.
Sementara pada bulan Februari, banjir terjadi pada tanggal 2-3 dengan dua titik banjir; tanggal 8, air menggenang di 21 ruas jalan; pada tanggal 20, banjir terjadi di 27 kelurahan dan 59 RW; pada tanggal 23, banjir terjadi di 55 kelurahan dan 25 kecamatan. Terakhir, pada tanggal 25, banjir merendam 200 RW di DKI Jakarta.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta, hingga pukul 06.00, ada 142 RW dan 312 RT yang terdampak dengan jumlah pengungsi mencapai 9.890 jiwa. Ketinggian air di Pintu Air Menggarai hingga pukul 10.00 berstatus Aman dengan ketinggian 735 sentimeter.
Akibatnya, berdasarkan data Litbang Kompas, kerugian Jakarta pada Januari 2020 mencapai Rp 1 triliun dengan anggaran penanganan sebesar Rp 1 triliun. Sebelumnya, kerugian akibat banjir pada 2002 mencapai Rp 5,4 triliun dengan anggaran penanganan hanya Rp 0,29 triliun.
Adapun pada 2007, kerugian Jakarta sebesar Rp 5,4 triliun dengan anggaran penanganan sebesar Rp 1,2 triliun. Selain itu, pada 2013 banjir Jakarta membuat kerugian hingga Rp 7,5 triliun dengan anggaran penanganan Rp 1,5 triliun.
Penanganan banjir yang tidak kunjung maksimal tentu akan membuat banjir terus membayangi masa depan warga DKI Jakarta. Padahal, banjir bukanlah bencana alam. Banjir merupakan bencana yang dapat diantisipasi agar tidak kembali terulang.