Banjir saat hujan deras mengguyur Jakarta menyisakan tanya. Salah satunya, kinerja Pasukan Biru dan Oranye dalam pemeliharaan saluran air.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·5 menit baca
Sejak awal tahun 2020, berkali-kali Jakarta dilanda banjir saat hujan deras mengguyur. Banjir terjadi secara merata, termasuk di wilayah yang selama ini dikenal ”aman”. Sebagian warga mempersoalkan kinerja petugas Sumber Daya Air serta Penanganan Prasarana dan Sarana Umum dalam pemeliharaan saluran air dipertanyakan.
Warga mempertanyakan kinerja petugas Sumber Daya Air (Pasukan Biru) serta Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (Pasukan Oranye). Vita salah satunya. Warga Pulogadung, Jakarta Timur, ini tidak yakin kedua pasukan itu benar-benar menjalankan tugasnya di lapangan. Sebab, dia jarang melihat kedua pasukan itu di lingkungan ataupun saat bepergian.
Dia beberapa kali melihat Pasukan Oranye sedang menyapu dan membersihkan sampah. Sementara itu, dia baru melihat Pasukan Biru saat banjir. ”Beberapa kali lihat Pasukan Oranye pas bepergian. Kalau Pasukan Biru kelihatan pas banjir, mereka lagi ngecek saluran air,” ujar Vita (26/2/2020).
Kehadiran kedua pasukan itu memang tidak signifikan karena lingkungan sekitarnya tinggal relatif bersih. Persoalannya ialah banjir yang terjadi saat hujan deras. Menurut dia, proyek galian dan kereta ringan salah satu penyebabnya. Proyek-proyek itu menimbulkan lubang di jalan sehingga membuat saluran air buntu. ”Saluran buntu harus dibetulin, dong, supaya tidak banjir,” katanya.
Sama halnya dengan Risca Farmacia. Warga Kramatjati, Jakarta Timur, ini tidak melihat kedua pasukan itu bekerja saat banjir melanda permukimannya tinggal. Padahal, kedua pasukan itu sangat membantu saat banjir awal tahun. Mereka membantu warga membersihkan lingkungan pascabanjir. ”Kemarin enggak kelihatan, padahal kami butuh bantuan,” ucapnya.
Dari informasi yang dihimpun penulis, setidaknya delapan kali Jakarta dilanda banjir saat hujan deras mengguyur. Terkini, banjir terjadi di 294 RW, Selasa (25/2/2020), menyebabkan 3.565 jiwa mengungsi ke 40 lokasi pengungsian.
Banjir masuk ke permukiman karena salah satu tanggul jebol. Persoalan ini menambah daftar keluhan warga Kramatjati karena belum adanya perbaikan turap saluran air yang jebol. Warga telah mengadukan hal itu kepada Dinas Sumber Daya Air, tetapi belum mendapatkan tindak lanjut.
Menurun
Saluran air dan timbunan sampah menjadi fokus sorotan warga karena kerap kali menjadi biang kerok banjir. Akan tetapi, warga memahami bahwa kedua persoalan itu tak lepas dari peran aktif mereka.
Litbang Kompas menyurvei kepuasan warga terhadap kinerja Pasukan Oranye. Survei melalui sambungan telepon berlangsung pada 25-26 Januari 2020. Sebanyak 525 responden berusia minimal 17 tahun dipilih dengan pencuplikan sistematis melalui buku telepon terbaru.
Hasilnya, kepuasan kinerja Pasukan Oranye menurun. Penyebabnya beragam, mulai dari jarang terlihat di lingkungan warga hingga lamban dalam membersihkan lingkungan.
Dalam tiga bulan belakangan, hanya 40 persen responden yang menilai kinerja Pasukan Oranye cepat dan memuaskan. Sementara jajak pendapat empat tahun lalu (April 2016) menunjukkan, responden yang menjawab demikian 62,8 persen.
Sama halnya dengan tingkat kepuasan. Sebanyak 60,4 persen responden mengatakan puas. Jumlah itu cenderung berkurang dibandingkan dengan jajak pendapat pada Mei 2017 yang mencapai 85,2 persen responden.
Kenyataannya, Pasukan Oranye dan Pasukan Biru tetap bekerja seperti biasa meskipun penilaian warga menurun. Di Kelapa Gading Barat, misalnya. Pasukan Oranye dibagi dalam tiga tim, yaitu dua tim bergiliran kerja pagi dan sore di titik-titik tertentu serta satu tim bantuan untuk situasi darurat seperti banjir.
Pembagian ini bertujuan agar Pasukan Oranye bisa bergerak 24 jam. ”Setiap hari dicek (saluran air). Kalau ada masalah, langsung lapor ke Sumber Daya Air,” kata Eko, salah satu petugas Pasukan Oranye yang bertugas di Jalan Perintis Kemerdekaan. Jalan itu tidak dapat diakses karena banjir saat hujan deras. Bahkan banyak sampah yang mengapung.
Sementara Pasukan Biru rutin membersihkan saluran air setiap hari pukul 08.00-16.00. Mereka menguras lumpur dan memperbaiki turap yang jebol. Untuk saluran air yang berada di bawah trotoar, mereka susah payah masuk melalui bak kontrol. Tidak jarang bak kontrol ini sulit dibuka karena menyatu dengan trotoar.
Di dalam saluran selebar badan orang dewasa itu, ada beberapa petugas yang menguras lumpur, lalu dimasukkan ke dalam karung. Kemudian karung diangkut oleh petugas yang berada di atas bak kontrol. Puluhan karung bisa diangkut dari satu bak kontrol setiap hari. ”Kami berupaya supaya tidak tersumbat,” kata Yanto, salah satu petugas Pasukan Biru.
Temuan ombudsman
Ombudsman Jakarta Raya menemukan sejumlah penyebab banjir saat hujan deras di Jakarta terjadi berulang. Temuan itu bisa berujung adanya mala-administrasi.
Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh Nugroho mengatakan, belum ada aduan tentang banjir yang masuk dalam sistem informasi penerimaan laporan. Akan tetapi, Ombudsman tengah melakukan rapid assessment. ”Kami sedang melakukan rapid assessment. Kami bagi dua, terkait penanganan banjir dan penanggulangan banjir,” ucapnya.
Temuan Ombudsman ini antara lain belum adanya sistem peringatan dini untuk banjir karena hujan deras. Jakarta baru memiliki sistem peringatan dini untuk banjir kiriman. Selanjutnya, titik banjir baru di area proyek strategis nasional dan daerah. Hal itu menunjukan tidak ada analisis dampak lingkungan kawasan sehingga daya dukung lingkungan tidak sanggup dan menyebabkan banjir.
Teguh mencontohkan, pembangunan trotoar, sistem instalasi kabel, dan gorong-gorong yang tidak terkoneksi dengan pembuangan akhir ke sungai karena adanya ketidaksinkronan pembangunan. ”Khusus revitalisasi trotoar, ada temuan penggunaan bahan yang tidak mudah menyerap air. Makanya banjir terjadi di titik-titik yang ada proyek revitalisasinya,” ujarnya.
Di sisi lain, normalisasi sungai berjalan lamban karena pembebasan lahan. Hal itu terjadi lantaran buruknya dokumentasi pembebasan lahan dan Dinas Sumber Daya Air tidak memiliki dana yang cukup.
Kemudian, masih ada jeda waktu yang cukup lama ke nomor darurat dan koneksi antarlembaga masih manual serta belum ada peta jalan terbaru untuk penanggulangan banjir Jabodebek dari pemerintah pusat. ”Dalam rapid assessment, ada dugaan mala-administrasi. Kami akan menyampaikan tindakan korektif untuk langkah perbaikan. Warga yang mengalami kerugian lebih baik melapor agar diusut adanya mala-administrasi atau potensi pidana,” tuturnya.