Hujan deras dan buruknya tata hidrologi di sebagian wilayah pantai utara Pulau Jawa memicu banjir tahunan yang tak kunjung teratasi. Puluhan ribu warga terdampak.
Oleh
TIM KOMPAS
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Banjir yang melanda sebagian wilayah pesisir pantai utara (pantura) Pulau Jawa tidak lepas dari buruknya daya dukung lingkungan. Beban pembangunan infrastruktur, permukiman, dan industri yang terpusat di pantura sejauh ini belum diimbangi tata kelola hidrologi yang baik.
Bencana banjir terjadi di sejumlah wilayah pantura Jawa, di antaranya di Kabupaten Karawang dan Kota Cirebon di Jawa Barat; Kota Pekalongan, Kabupaten Pekalongan, dan Kabupaten Pemalang di Jawa Tengah; serta Kabupaten Sidoarjo dan Tuban di Jawa Timur.
Di Karawang, hingga Rabu (26/2/2020), banjir melanda sejumlah desa di 26 kecamatan. Di Kecamatan Telukjambe Barat, misalnya, banjir hingga ketinggian 2 meter dipicu hujan deras dan luapan Sungai Cibeet. Sebanyak 1.367 keluarga dan 1.204 rumah terdampak banjir.
Di Kota Pekalongan, banjir setinggi hingga 40 sentimeter masih menggenangi sejumlah wilayah.
Di kecamatan lain, banjir dipicu meluapnya sejumlah sungai, seperti Sungai Cilamaya, Sungai Cidawolong, Sungai Citarum, dan Sungai Cikaranggelam. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Karawang mencatat 9.770 orang mengungsi dan 14.808 rumah yang dihuni 15.734 keluarga terdampak banjir.
”Saya belum sempat memindahkan barang-barang, tetapi air banjir keburu masuk rumah. Semua alat elektronik terendam,” kata Wasem (37), warga Desa Karangligar, Telukjambe Barat, yang rumahnya kebanjiran sejak Selasa (25/2) siang. Di Kota Pekalongan, banjir setinggi hingga 40 sentimeter masih menggenangi sejumlah wilayah. Banjir terjadi sejak pertengahan pekan lalu dan surut pada akhir pekan.
Namun, air kembali menggenang sejak hujan lebat pada Senin (24/2) dan Sungai Bremi serta Meduri meluap. Hingga kemarin, 1.222 jiwa mengungsi di 10 lokasi. Lokasi utama pengungsian berada di Stadion Hoegeng. ”Biasanya surut dalam 1-2 hari, tetapi ini sudah hari ketiga, rumah masih terendam sekitar 20 cm. Surutnya lebih lama dari biasanya,” ujar Abdul Hadi (40), warga Kelurahan Panjang Wetan, Pekalongan Utara.
Menteri Sosial Juliari P Batubara, kemarin, memberikan bantuan di sejumlah pengungsian di Kota Pekalongan, Kabupaten Pekalongan, dan Pemalang. Bantuan senilai Rp 1,2 miliar diberikan dalam bentuk beras, logistik bencana alam, dan alat kebersihan. ”Koordinasi terus dilakukan agar sama-sama menanggulanginya. Juga kami berikan layanan dukungan psikososial agar mereka tak trauma dan cemas. Ini kami perhatikan terus,” kata Juliari.
Banjir juga masih menggenangi sejumlah wilayah di Sidoarjo, antara lain di Kecamatan Tanggulangin dan Kecamatan Taman. Bahkan, di dua desa di Tanggulangin, yakni Desa Kedungbanteng dan Banjarasri, banjir terjadi sejak awal tahun atau hampir dua bulan. BPBD Sidoarjo mencatat jumlah warga terdampak banjir mencapai 2.500 jiwa atau sekitar 600 keluarga.
Selama masa tanggap darurat, korban banjir mendapat bantuan makanan nasi bungkus setiap hari. Pelaksana Tugas Bupati Sidoarjo Nur Achmad Syaifuddin mengatakan, upaya penanggulangan banjir di Kedungbanteng dan Banjarasri tetap mengandalkan mesin pompa.
Tata ruang
Pakar hidrologi dari Universitas Diponegoro, Semarang, Robert Kodoatie, mengatakan, banjir di pesisir utara, seperti Pekalongan, Kendal, Demak, dan Pemalang, dipicu penataan tata ruang yang buruk. Unsur tata kelola air yang baik tidak masuk dalam aturan rencana tata ruang wilayah (RTRW) di daerah tersebut.
”Jika aliran air dari hulu ke laut jadi pertimbangan, dampak banjir bisa ditekan. Namun, saat merancang RTRW, pemerintah tidak melihat keberadaan air yang secara alami mengalir dari gunung ke laut berdasarkan siklus hidrologi. Yang kena getahnya adalah wilayah di dataran rendah,” ujarnya.
Pengamat tata kota dan lingkungan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, menuturkan, persoalan banjir di pantura Jawa sebagian besar terjadi karena sistem daerah aliran sungai yang tidak mendukung ketika curah hujan meningkat. ”Resapan menghilang akibat pembangunan, kapasitas sistemnya juga berubah. Hal ini diperparah perubahan tata ruang,” katanya.(GRE/DIT/IKI/MEL/RTG/BRO/NIK)