Komisi V DPR gagal menggelar rapat untuk mencari solusi banjir Jabodetabek. Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya menduga, ada mala-administrasi dalam banjir di Jakarta.
Oleh
TIM KOMPAS
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi V DPR yang membidangi infrastruktur dan perhubungan membatalkan rapat dengar pendapat dengan pemerintah pusat dan daerah untuk mencari solusi mengatasi banjir di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (26/2/2020). Ini karena Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, serta Gubernur Banten Wahidin Halim tidak hadir dan hanya diwakili oleh pejabat yang tak bisa mengambil keputusan.
Rapat yang dipimpin Ketua Komisi V DPR dari Fraksi PDI-P Lasarus ini dihadiri antara lain Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono; Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Dwikorita Karnawati; serta Kepala Basarnas Marsekal Madya Bagus Puruhito. Satu-satunya kepala daerah yang hadir di rapat itu adalah Bupati Bogor Ade Munawaroh Yasin.
Lasarus mengkritisi perilaku kepala daerah yang dinilai tidak menunjukkan itikad baik dengan tak menghadiri rapat itu. Ade menyampaikan, pihaknya tengah membangun waduk sebagai salah satu solusi mengatasi banjir. Pemerintah menargetkan pembangunan Waduk Sukamahi, Ciawi, dan Cibeet selesai tahun 2020.
Adapun Anies saat dihubungi mengatakan tidak menghadiri rapat DPR karena seharian berada di lapangan memantau penanganan banjir. Data kemarin sampai pukul 15.00, banjir yang merendam 294 rukun warga pada Selasa mulai surut.
Normalisasi-naturalisasi
Anies mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kementerian PUPR. Senin awal pekan ini juga sudah rapat dengan Direktur Sungai dan Pantai Jarot Widyoko. Anies juga mengklarifikasi polemik penanganan saluran air yang menurut dia terjebak dalam semantik naturalisasi dan normalisasi. Menurut dia, inti keduanya adalah sama, mengembalikan kapasitas maksimum semua sungai dan saluran air.
”Pendekatan untuk setiap saluran air tentu berbeda karena ada kondisi warga dan lingkungan hidup spesifik. Tidak bisa dipukul rata,” ujarnya. Pemerintah pusat menginginkan proses normalisasi sungai dan saluran air dilaksanakan guna mengendalikan debut air ketika hujan. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono berharap, program itu jangan sampai terhalang batasan administratif di provinsi dan kabupaten/kota.
Di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) setidaknya ada tiga sungai besar yang dikelola Kementerian PUPR, yaitu Cisadane, Ciliwung, dan Citarum. Untuk Ciliwung saja ada 13 kali dan kanal yang masuk cakupan wilayahnya. Semuanya dikelola dengan anggaran pusat (APBN).
Direktur Sungai dan Pantai Kementerian PUPR Jarot Widyoko menambahkan, setiap pemerintah daerah hendaknya meninjau kembali cetak biru wilayah masing-masing. Di Jakarta, misalnya, sudah banyak area yang 30 tahun lalu dialokasikan sebagai hutan kota berubah menjadi gedung.
Dugaan mala-administrasi
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jakarta Raya Teguh Nugroho mengatakan, belum ada aduan tentang banjir yang masuk dalam sistem informasi penerimaan laporan. ”Namun, Ombudsman tengah melakukan rapid assessment. Ini kami bagi dua, penanganan dan penanggulangan banjir,” ucapnya. Temuan Ombudsman sementara ini antara lain belum adanya sistem peringatan dini untuk banjir karena hujan deras.
Jakarta baru memiliki sistem peringatan dini untuk banjir dari hulu. Selanjutnya, titik banjir baru di area proyek strategis nasional dan daerah. Ini menunjukkan tidak ada analisis dampak lingkungan kawasan sehingga daya dukung lingkungan tidak sanggup dan menyebabkan banjir. Di sisi lain, normalisasi sungai berjalan lamban karena pembebasan lahan. Hal itu lantaran buruknya dokumentasi pembebasan lahan dan tidak adanya dana yang cukup di Dinas Sumber Daya Air.
Kemudian, masih ada jeda waktu yang cukup lama ke nomor darurat dan koneksi antarlembaga masih manual serta belum ada peta jalan terbaru untuk penanggulangan banjir Jabodebek. ”Hasilnya, ada dugaan mala-administrasi. Kami akan menyampaikan tindakan korektif untuk perbaikan. Warga yang mengalami kerugian lebih baik melapor agar dugaan mala-administrasi atau potensi pidana diusut,” tutur Teguh.
Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG Fachri Radjab mengatakan, pada 22 Februari telah dikeluarkan peringatan dini bahwa pada 23-25 Februari berpotensi terjadi hujan lebat di sejumlah wilayah, termasuk Jabodetabek.
Kabupaten Bekasi terparah
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bekasi Adeng Hudaya mengatakan, banjir yang melanda Kabupaten Bekasi merupakan bencana terbesar pada 2020. Titik banjir tersebar di 20 kecamatan dari total 23 kecamatan di wilayah itu. Jumlah warga yang terimbas bencana tercatat mencapai 10.000 keluarga.
Di DKI, berdasarkan data BPBD hingga pukul 18.00, total pengungsi 1.700 keluarga atau 6.309 jiwa yang berada di 59 lokasi. Di Kota Tangerang, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Feby Darmawan mengatakan, dari 11 kelurahan yang terdampak banjir, 10 kelurahan terpantau sudah surut. (DAN/VAN/IGA/FAI/SHR/DNE/JOG/HLN/CAS/AIK)