Investor pasar modal menarik dana, kemudian mengalihkannya ke instruman yang lebih aman. Indeks Harga Saham Gabungan kena dampaknya, anjlok hingga menyentuh titik terendah sejak Maret 2017.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS--Sentimen negatif dari dalam maupun luar negeri mendorong investor melepas kepemilikan saham di pasar modal. Stimulus dari pemerintah dan otoritas dibutuhkan agar investor kembali tertarik untuk melakukan transaksi di bursa saham.
Pada penutupan perdagangan Kamis (27/2/2020), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 2,69 persen ke level 5.535,69. Posisi ini merupakan yang terendah sejak 16 Maret 2017. Pada Rabu (26/2), IHSG terkoreksi 1,7 persen.
Dalam dua hari perdagangan, Rabu-Kamis, investor asing membukukan penjualan saham bersih dari pasar domestik Rp 2,75 triliun. Sementara, sejak awal Januari 2020, investor asing mencatatkan penjualan bersih Rp 4,7 triliun.
Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan mengatakan, kondisi IHSG yang anjlok hingga menyentuh level terendah dalam 3 tahun terakhir di luar dugaan pelaku pasar. Sebab, pada awal tahun, aliran dana investor asing ke pasar modal Tanah Air cukup deras akibat dari berbagai sentimen positif dari dalam negeri.
"Harus diakui bahwa penyebaran virus korona membuat investor berbondong keluar dari pasar saham menuju safe haven. Fenomena ini terjadi secara global," ujarnya.
Pelemahan IHSG secara besar-besaran ini terjadi sejalan dengan ambruknya bursa global dan regional yang sama-sama terkoreksi akibat meluasnya penyebaran virus korona. Sebab, fenomena ini akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi dunia, khususnya China.
Kondisi eksternal tersebut diperparah dengan faktor internal yang minim sentimen positif. Kepercayaan investor mulai turun akibat maraknya berbagai kasus yang menerpa pasar modal akhir-akhir ini. Indikatornya terlihat dari besarnya net redemption dari pemegang reksa dana yang mencapai Rp 6,17 triliun pada Januari 2020.
Alfred menilai, kepercayaan investor perlu dijaga untuk menghentikan aksi pelepasan saham yang terus terjadi di pasar modal. Pemerintah perlu menenangkan pasar melalui insentif-insentif ekonomi untuk meyakinkan pasar keluar dari tekanan ekonomi.
Selain pemerintah, Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator perlu segera merinci kebijakan untuk memperbaiki ekosistem pasar modal. Pelaku pasar berharap, regulasi yang akan dikeluarkan dapat menjauhkan investor dari kasus-kasus yang belakangan menjerat manajer investasi.
Head of Research Reliance Sekuritas, Lanjar Nafi, mencatat, dari dalam negeri, perkembangan kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang berlanjut masih menimbulkan keresahan bagi para pelaku pasar. Kabar terbaru saat ini, pemerintah memastikan tidak akan ada dana talangan pada tahun ini.
"Keresahan tersebut mengalahkan optimisme investor pada stimulus fiskal pemerintah pada sektor properti sehingga tidak membawa sentimen yang berarti bagi pasar saham," kata Lanjar.
Ia menambahkan, aksi jual investor asing bukan hanya terjadi pada ekuitas, namun juga pada obligasi. Meskipun Bank Indonesia pagi ini telah membeli kembali obligasi pemerintah senilai Rp 2 Triliun.