Pimpinan KPK: Penindakan Diseimbangkan dengan Pencegahan
›
Pimpinan KPK: Penindakan...
Iklan
Pimpinan KPK: Penindakan Diseimbangkan dengan Pencegahan
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, penindakan dan pencegahan harus dilakukan secara sinergis. KPK ke depan akan lebih fokus lagi terkait pemulihan aset atau pengembalian kerugian negara.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menegaskan tetap akan melakukan penindakan, tetapi akan dilakukan secara seimbang dengan pencegahan. Penindakan KPK akan difokuskan pada kasus besar, termasuk dengan memaksimalkan penerapan tindak pidana pencucian uang.
Kesungguhan KPK memberantas korupsi dalam beberapa waktu terakhir dipertanyakan publik. Berdasarkan survei yang dilakukan Alvara pada awal 2020, KPK menempati posisi kelima lembaga negara yang dipercayai masyarakat. Survei Indo Barometer juga menyebutkan tingkat kepercayaan publik terhadap KPK berada di nomor empat. KPK kalah dari TNI dan Polri.
Padahal, pada tahun 2016-2018, berdasarkan survei nasional yang dilakukan tiga lembaga berbeda, yakni Polling Centre, Centre for Strategic and International Studies (CSIS), dan Lembaga Survei Indonesia (LSI), tingkat kepercayaan publik terhadap KPK berada di peringkat pertama. KPK bahkan mengalahkan kepercayaan publik terhadap Presiden.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, penindakan dan pencegahan harus dilakukan secara sinergis. ”Kami sudah petakan titik rawan korupsi, yaitu perizinan, jual beli jabatan, serta pengadaan barang dan jasa,” kata Alex dalam kunjungan ke Redaksi Harian Kompas di Jakarta, Kamis (27/2/2020).
Selain Alex, kunjungan tersebut juga dihadiri wakil ketua KPK lainnya, Lili Pintauli Siregar dan Nawawi Pomolango. Mereka diterima Wakil Pemimpin Umum Kompas Budiman Tanuredjo dan Pemimpin Redaksi Kompas Ninuk Mardiana Pambudy.
Alex mengatakan, KPK tetap akan menangani kasus-kasus yang berdampak luas dan merugikan negara yang sudah dibatasi menurut Undang-Undang tentang KPK, yakni minimal Rp 1 miliar. Oleh karena itu, KPK fokus menangani kasus-kasus yang berdampak luas, strategis, dan melibatkan penyelenggara negara. Selain itu, KPK ke depan akan lebih fokus lagi terkait pemulihan aset atau pengembalian kerugian negara.
Ia menampik anggapan bahwa kepemimpinan baru KPK yang telah berjalan selama dua bulan ini belum bekerja. ”Kemarin kasus yang kami naikkan dengan tersangka sekitar 10 orang terkait pembangunan infrastruktur di Kabupaten Bengkalis (Riau). Kerugian negara lebih kurang Rp 500 miliar,” ujar Alex.
Kasus seperti di Bengkalis, katanya, menjadi fokus yang akan ditangani KPK. Kasus ini membuat Bupati Bengkalis Amril Mukminin ditahan pada 6 Februari 2020 karena suap. Menurut Alex, kasus itu tergolong besar, strategis, dan berkaitan dengan infrastruktur karena hal itu menjadi fokus pemerintah.
Satgas TPPU
Salah satu kasus besar lain yang menjadi fokus KPK adalah tindak pidana pencucian uang (TPPU). Nawawi mengatakan, KPK telah membentuk satuan tugas (satgas) untuk penanganan TPPU guna menindaklanjuti laporan hasil analisis (LHA) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Setiap bulan KPK menerima LHA PPATK. ”Setelah kami dalami, kalau ada indikasi kuat terjadi korupsi, misalnya ada penerimaan uang, transaksi mencurigakan yang sifatnya tunai, akan didalami apakah transaksi itu berasal dari bisnis yang sah atau suap,” ujar Alex.
Selain suap, kasus tersebut dapat mengarah ke pasal gratifikasi. Karena itu, KPK membentuk satgas khusus penanganan LHA PPATK melalui pembangunan kasus dengan menggunakan penyadapan berdasarkan informasi dari PPATK.
Secara terpisah, peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, mengatakan, sampai saat ini belum terlihat ada niat dari pimpinan KPK untuk melanjutkan penanganan perkara besar yang masih menjadi tunggakan di KPK.
Dari catatan ICW, lebih dari 12 perkara masih menjadi tunggakan di KPK. Tiga perkara besar yang masih belum tuntas adalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Bank Century, dan KTP elektronik.