Putusan PTUN Sebut Lahan BPODT Merupakan Hutan Adat
›
Putusan PTUN Sebut Lahan BPODT...
Iklan
Putusan PTUN Sebut Lahan BPODT Merupakan Hutan Adat
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan menyebut 120 hektar hutan yang kini dikuasai Badan Pengelola Otorita Danau Toba merupakan hutan adat.
Oleh
NIKSON SINAGA
·4 menit baca
MEDAN, KOMPAS – Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan menyebut 120 hektar hutan yang kini dikuasai Badan Pengelola Otorita Danau Toba atau BPODT merupakan hutan adat. Namun, PTUN Medan tidak menerima permohonan penggugat untuk membatalkan sertifikat hak pengelolaan BPODT karena kedudukan hukum penggugat tidak mewakili semua kelompok masyarakat adat.
Putusan itu dibacakan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan yang diketuai oleh Jimmy Claus Pardede, di Medan, Sumatera Utara, Kamis (27/2/2020), dihadapan penggugat yang diwakili oleh Mangatas Togi Butarbutar, tergugat satu yakni kantor Badan Pertanahan Nasional Toba Samosir, dan tergugat dua intervensi yakni BPODT.
“Sepanjang masyarakat adat Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba Samosir, masih hidup dan berkembang, harus diakui pemerintah,” kata Jimmy.
Jimmy mengatakan, saat ini BPODT mempunyai sertifikat hak pengelolaan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) atas lahan seluas 386,72 hektar di Kabupaten Toba Samosir. Sebanyak 120 hektar di antaranya digugat oleh masyarakat hukum adat dari Desa Sigapiton.
Jimmy mengatakan, berdasarkan bukti surat penyerahan tanah adat bertanggal 1 Februari 1975, hutan adat itu diserahkan masyarakat adat kepada pemerintah untuk perluasan reboisasi di Hutan Sibisa. Surat penyerahan itu ditandatangani oleh 22 perwakilan masyarakat adat Desa Sigapiton.
Lahan tersebut, kata Majelis Hakim, kemudian masuk menjadi kawasan hutan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian tahun 1982 dan diubah dengan Keputusan Menteri Kehutanan pada tahun 2005. “Kawasan hutan lindung pun diubah menjadi hutan produksi dapat dikonversi seluas 386,5 hektar berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 16 Maret 2017,” kata Jimmy.
Jimmy mengatakan, karena sebagian kawasan hutan tersebut berasal dari tanah adat Desa Sigapiton, pemerintah seharusnya meminta persetujuan masyarakat adat terkait kebijakan atas pengelolaan lahan tersebut. “Termasuk kebijakan pemerintah mengenai perubahan fungsi kawasan hutan adat yang dulunya untuk keperluan perluasan kawasan hutan dalam rangka reboisasi hutan,” kata Jimmy.
Jimmy mengatakan, sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35-PUU-IX/2012 tertanggal 16 Mei 2013, hutan adat bukanlah hutan negara, tetapi hutan adat yang berada di bawah wilayah masyarakat hukum adat.
Hutan adat bukanlah hutan negara, tetapi hutan adat yang berada di bawah wilayah masyarakat hukum adat.
Eksepsi dikabulkan
Meski demikian, Majelis Hakim PTUN Medan mengabulkan eksepsi tergugat II BPODT yang menyatakan para penggugat tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing. Menurut Majelis Hakim, tiga orang penggugat tidak mewakili kepentingan 22 orang masyarakat adat Sigapiton yang menyerahkan lahan untuk perluasan reboisasi tahun 1975.
“Keberadaan para penggugat untuk dapat mewakili masyarakat adat di Desa Sigapiton harus ada persetujuan dari masyarakat adat Sigapiton atau setidak-tidaknya dari seluruh keturunan 22 orang yang telah bertandatangan pada surat penyerahan tahun 1975,” katanya.
Di luar persidangan, Togi mengatakan, masyarakat adat sedang menyiapkan langkah hukum ke depan untuk menindaklanjuti putusan itu. Mereka sedang mempertimbangkan untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Medan dengan bukti putusan dari PTUN tersebut.
Togi mengatakan, keberadaan hutan adat sangat penting bagi masyarakat Desa Sigapiton. Secara keseluruhan, hutan adat yang dikelola masyarakat hukum adat Desa Sigapiton seluas 900 hektar. Hanya 81 hektar di antaranya yang kini berstatus areal penggunaan lain yang menjadi permukiman masyarakat di lembah Sigapiton di tepi Danau Toba.
Hutan adat lainnya berada di lereng bukit Danau Toba berstatus sebagai kawasan hutan yang dikelola lembaga adat untuk fungsi konservasi sejak dulu. “Kawasan itu kami manfaatkan untuk mencari hasil hutan seperti madu dan buah-buahan. Hingga kini, di kawasan itu masih ada makam leluhur kami. Hutan itu juga merupakan sumber air bagi kami, tetapi kini sudah ditebang oleh BPODT,” ujar Togi.
Secara terpisah, Direktur Utama BPODT Arie Prasetyo menyatakan, putusan hakim PTUN tersebut menunjukkan bahwa sertifikat hak pengelolaan yang mereka pegang sudah sesuai dengan peraturan. “Ini adalah sebuah kabar baik bagi kami untuk memajukan pembangunan Danau Toba,” katanya.
Terkait putusan hakim yang menyebut alih fungsi hutan yang harus mendapat persetujuan masyarakat adat, Arie menyebut mereka menafsirkan putusan itu dengan melibatkan masyarakat dalam kegiatannya.
Arie mengatakan, saat ini BPODT melakukan pembangunan infrastruktur dasar di lahan tersebut. Mereka pun akan mengundang investor untuk membangun hotel dan restoran di kawasan itu. “Masyarakat akan dilibatkan sebagai tenaga kerja,” katanya.