Serangan teror dan terorisme dapat berasal dari siapa pun, oleh kelompok mana pun. Kehadirannya membahayakan keberlangsungan komunitas manusia karena berpotensi memecah dan meruntuhkan tata hidup struktur masyarakat
Oleh
Kris Mada
·4 menit baca
Serangan teror dan terorisme dapat berasal dari siapa pun, oleh kelompok mana pun. Kehadirannya sangat membahayakan bagi keberlangsungan komunitas manusia karena sangat berpotensi memecah dan meruntuhkan tata hidup serta menjadi ancaman struktur dalam masyarakat. Lebih dari itu, teror dan terorisme menghancurkan kemanusiaan.
Penembakan yang didasari ideologi keunggulan ras kaukasia atau kulit putih kembali terjadi. Di Hanau, Jerman, total sembilan warga keturunan imigran tewas dalam penembakan pada Rabu (19/2/2020). ”Penyidik kini sedang mencari tahu apakah ada pendukung atau pihak lain yang terlibat dalam serangan di Hanau,” kata Jaksa Agung Jerman Peter Frank, sebagaimana dikutip media Jerman, Deutsche Welle.
Pelaku penembakan, diidentifikasi sebagai Tobias R (43), meninggalkan sejumlah dokumen, termasuk ”manifesto” setebal 24 halaman yang ditemukan di kamarnya. Isi dokumen itu, menurut Peter Frank, menunjukkan sikap Tobias yang sangat rasis. Penyidik akan mencari tahu apakah pelaku beraksi sendirian atau mendapat dukungan dari pihak lain di Jerman atau luar negeri. Jerman menyelidiki kasus itu sebagai serangan teror, bukan penembakan biasa.
Teror
Serangan di Hanau bukan satu-satunya kekerasan yang dilatari ideologi keunggulan kulit putih. Di Christchurch, Selandia Baru, pada 2019 juga ada serangan dengan dorongan sejenis oleh Brenton Tarrant. Total 51 orang tewas dan 49 lain terluka dalam penembakan di dua masjid tersebut.
Pasca-serangan 11 September yang menghebohkan dunia itu, di Amerika Serikat, dalam periode 2001-2018—merujuk data newamerica.org—sebanyak 110 orang tewas akibat serangan teror supremasi kulit putih. Pada periode yang sama, teroris dengan ideologi salafi jihadi membunuh 107 orang di Amerika Serikat.
Mantan penyidik Biro Investigasi Federal (FBI) AS, Ali Soufan, berulang kali memperingatkan bahaya teror supremasi kulit putih. Peringatan terakhir disampaikan lewat surat terbuka kepada Pemerintah AS dan negara-negara barat pada awal Februari 2020. Surat itu disalin lalu diterbitkan The New York Times.
Tanpa mengecilkan jaringan teror salafi jihadi, ia mengingatkan bahwa ancaman nyata di negara-negara Barat adalah teror supremasi kulit putih. Kelompok itu membenci segala hal yang tidak terkait ras kaukasia. Ideologi mereka diidentifikasi mirip seperti Nazi.
Ukraina
Mereka juga mengembangkan jaringan dan tempat pelatihan internasional. Dalam dokumen pemeriksaan, Brenton Tarrant diketahui pernah berkunjung ke Ukraina. Ia juga menggunakan lambang Batalion Azov, unit paramiliter di Ukraina. Perjalanan ke Ukraina juga dilakukan James Alex Fields, terdakwa kasus teror Charlottesvile 2017.
Kala itu, ia secara sengaja menabrak peserta pawai anti-keunggulan kulit putih di sana. Fields juga diketahui bergabung dengan Vanguard America, kelompok yang mendukung tindakan Thomas Mair. Pada 2016, Mair menembak anggota parlemen Inggris, Jo Cox, yang menentang kelompok keunggulan kulit putih.
Mair diketahui dekat dengan National Action, kelompok di Inggris yang rutin membantu warga negara itu berangkat ke Ukraina. Di Ukraina, mereka ikut latihan perang dan menjadikan Rusia sebagai sasarannya. Ali Soufan mengatakan, Ukraina digunakan kelompok keunggulan putih seperti kelompok salafi jihadi memanfaatkan Afghanistan dan Suriah.
Mereka menggunakan situasi di sana sebagai sarana latihan perang sekaligus bahan propaganda untuk merekrut anggota baru. Bahkan, propaganda itu disebarkan lintas negara. ”Ini bukan terorisme domestik lagi,” tulis Soufan. Pernyataan itu merujuk pada kebijakan AS yang sampai sekarang tidak memperlakukan jaringan teror keunggulan kulit putih sebagai kelompok teror global.
Setiap kali ada serangan dengan motif sejenis, selalu diselidiki dengan pendekatan teror domestik. Padahal, akan ada banyak langkah maju untuk penanganan teror keunggulan kulit putih jika kelompok itu ditetapkan sebagai jaringan teror global. Penyelidik akan punya kewenangan memantau jalur komunikasi lintas negara di antara mereka. Penyelidik berbagai negara bisa saling berbagi informasi.
Dengan demikian, bisa ditemukan cukup bukti untuk mendakwa mereka. Penetapan itu juga akan membuat penyidik bisa menelisik dan mengungkap lalu lintas keuangan mereka. Dalam berkas perkaranya, diketahui Tarrant pernah mengirim sejumlah uang kepada tokoh dan kelompok pendukung keunggulan kulit putih di beberapa negara.
Siapa pun pelakunya, teror adalah teror. Tindakan keji dan harus ditangani secara serius dengan standar sama untuk segala jenis teror. (AFP/REUTERS)