Tiga Pembunuhan Sadis dalam Empat Hari Terjadi di Sidoarjo
›
Tiga Pembunuhan Sadis dalam...
Iklan
Tiga Pembunuhan Sadis dalam Empat Hari Terjadi di Sidoarjo
Tiga pembunuhan sadis terjadi di Sidoarjo, Jawa Timur, dalam kurun waktu empat hari berturut-turut. Ketiga pembunuhan ini dilakukan oleh orang dekat dan bahkan masih keluarga inti.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Tiga kasus pembunuhan sadis terjadi dalam empat hari berturut-turut di Sidoarjo, Jawa Timur. Ketiga kejadian kriminalitas itu dipicu permasalahan sederhana yang sejatinya bisa diselesaikan secara baik-baik. Selain memproses masalah hukumnya, polisi diminta memeriksa kondisi kejiwaan pelaku.
Kepala Polresta Sidoarjo Komisaris Besar Sumardji, Kamis (27/2/2020), mengatakan, tiga kasus pembunuhan memiliki latar belakang yang berbeda, yaitu tersinggung, asmara, dan kesenjangan ekonomi. Namun, yang memprihatinkan, ketiga pembunuhan tersebut dilakukan oleh orang dekat dan bahkan masih keluarga inti.
”Yang membuat lebih prihatin lagi, pelaku ini membunuh dalam kondisi sadar secara penuh. Tidak ada pengaruh alkohol atau obat-obatan tertentu yang membuat mereka tidak sadar,” ujar Sumardji.
Kasus pembunuhan terakhir terjadi di Desa Ganting, Kecamatan Gedangan. Siti Fadhilah (48), seorang ibu rumah tangga, ditemukan tewas di dalam rumahnya, Rabu (26/2/2020). Korban ditemukan pertama kali oleh putrinya, RF, yang baru pulang kuliah.
Yang membuat lebih prihatin lagi, pelaku ini membunuh dalam kondisi sadar secara penuh.
RF histeris mendapati ibundanya tewas dengan tubuh penuh luka. Spontan, teriakannya terdengar oleh tetangga sekitar. Para tetangga langsung menghubungi polisi. Penyidik yang tiba di lokasi kemudian memeriksa tempat kejadian perkara guna penyidikan sebagai upaya pengungkapan terhadap kasus pembunuhan tersebut.
Dua jam kemudian, polisi berhasil menangkap pelaku yang bernama Totok Dwi Prasetyo (25). Pelaku tidak lain adalah menantu korban sendiri. Dia membunuh korban karena tidak dipinjami uang. Pelaku mengaku meminjam uang Rp 3 juta untuk kepentingan istrinya.
Pembunuhan yang dilakukan oleh Totok ini tergolong kejam.
Sehari sebelumnya, kasus pembunuhan terjadi di Desa Keboansikep dengan korban bernama Ika Ria Safitri (31). Korban yang sehari-hari bekerja di pabrik ini dibunuh oleh suaminya sendiri, Sarifudin (37). Pelaku yang sehari-hari bekerja sebagai kuli bangunan ini mengaku membunuh istrinya karena cemburu saat istrinya mengaku selingkuh.
Pasangan suami istri ini tinggal di sebuah kamar kos bersama dua anak mereka. Pembunuhan itu terjadi pada malam hari dan diketahui oleh dua anak mereka yang masih kecil. Bahkan, anak-anak inilah yang berteriak histeris memanggil para tetangga untuk meminta pertolongan.
Sebelum itu, Selasa (25/2/2020), seorang nelayan pencari kerang tewas dibunuh oleh rekannya sendiri sesama nelayan di Tempat Pelelangan Ikan Desa Tambak Oso, Kecamatan Waru. Pembunuhan itu dipicu oleh olokan atau ejekan korban yang mengatakan tampang pelaku mirip maling.
Korban bernama Sakdullah (40), warga Desa Semedusari, Kecamatan Lekok, Pasuruan. Korban meninggal akibat luka bacok di beberapa bagian tubuhnya. Adapun pelaku bernama Nito (40) asal Madura yang tinggal di tempat kos di Desa Tambak Oso.
Sumardji mengatakan, ketiga kasus pembunuhan itu mengejutkan masyarakat. Sulit dipercaya seseorang bisa bertindak demikian kejam hanya karena persoalan sederhana yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan cara baik-baik. Disisi lain, dalam dua kejadian terakhir, anak-anak turut menyaksikan peristiwa yang menimpa orangtua mereka.
Hal itu berpotensi menyebabkan anak-anak mengalami trauma secara psikologi. Oleh karena itulah, selain menangani perkara pembunuhan dari sisi hukum, kepolisian berencana memberikan pendampingan psikologi terhadap anak-anak korban.
Sementara itu, psikolog klinis dari RSUD Sidoarjo, Elok Kartikasari, mengatakan, polisi harus memeriksa kondisi kejiwaan pelaku. Hal itu penting untuk memastikan apakah kondisi kejiwaannya terganggu atau bahkan sakit. Apabila sakit, kondisi kejiwaan ini harus disembuhkan.
Dilihat dari motivasi membunuh dan cara yang dilakukan, menurut Elok, faktor pemicunya tidak tunggal. Dia memperkirakan ada kondisi tertentu yang pernah dialami oleh pelaku pada saat sebelumnya. Bisa juga perbuatan membunuh itu merupakan ekspresi dari emosi yang sulit dikontrol karena sudah terakumulasi.
Kepada masyarakat, Elok mengimbau agar semua pihak belajar mengendalikan emosinya agar tidak melukai perasaan orang lain. Pengendalian emosi ini idealnya diajarkan sejak anak-anak agar mereka kelak tumbuh menjadi pribadi yang mampu mengelola konflik, mengekspresikan perasaan tanpa menyakiti orang lain.