Sebagai politisi kawakan, Mahathir Mohamad tentu menghitung dengan cermat sebelum mengundurkan diri dari jabatan Perdana Menteri Malaysia.
Oleh
·2 menit baca
Sebagai politisi kawakan, Mahathir Mohamad tentu menghitung dengan cermat sebelum mengundurkan diri dari jabatan Perdana Menteri Malaysia.
Tidak heran jika dalam pidato pada Rabu (26/2/2020), Mahathir meminta maaf kepada warga Malaysia. Ia menyerukan pembentukan pemerintah persatuan dari partai dan pihak di kalangan partai (Kompas, 27/2/2020).
Dalam sejarah hidupnya, memang Mahathir dikenal sebagai pemimpin paling sukses di Malaysia. Ia menjadi perdana menteri (PM) terlama di Malaysia, yaitu 1981-2003. Namun, setelah tidak menjabat, tidak berarti Mahathir jauh dari kegiatan politik. Terhadap penggantinya, PM Abdullah Badawi, ia tidak segan melontarkan kritik. Tahun 2006, PM Badawi pernah mengancam memecat Mahathir dari berbagai jabatan penasihat di sejumlah perusahaan pemerintah jikalau terus mengkritiknya.
Pada awal 2016, Mahathir keluar dari UMNO karena partai ini tetap mendukung PM Najib Razak, meski terjerat skandal 1 Malaysia Development Berhad (1MDB). Menjelang akhir tahun 2016, Mahathir resmi mendirikan Partai Pribumi Bersatu Malaysia (PPBM). Pada Pemilu 2018, PPBM tergabung dalam aliansi Pakatan Harapan memenangi pemilu, menyingkirkan Najib Razak, dan menjebloskannya ke penjara. Pada 10 Mei 2018, Mahathir dilantik sebagai PM ke-7 Malaysia hingga mengundurkan diri pada Senin (24/2/2020) lalu.
Selama tujuh dasawarsa karier politiknya, Mahathir tampak selalu memenangi ”pertandingan”. Pada awal masuk arena politik, dia menulis surat terbuka tahun 1969 kepada PM Tengku Abdul Rahman. Surat itu memicu serangkaian peristiwa yang menyebabkan sang PM tersingkir dari kekuasaan setahun kemudian.
Bahkan, Mahathir juga yang pada 1983 membatasi kekuasaan Raja Yang Dipertuan Agung Malaysia terkait pengesahan undang-undang, yang sepenuhnya menjadi wewenang parlemen. Awalnya, setiap undang-undang yang disahkan parlemen harus mendapat persetujuan Raja.
Dalam drama politik mutakhir, salah satu pemain kunci di kubu Mahathir adalah Azmin Ali, yang awalnya dikenal dekat dengan Anwar sebelum akhirnya bergabung dengan Mahathir. Adalah Raja Sultan Abdullah Sultan Ahmad Shah yang punya keputusan akhir bagaimana kisruh politik ini diselesaikan.
Dari 222 kursi parlemen, baik Mahathir maupun Anwar yang kini bersaing harus mendapat suara minimal 112 suara. Koalisi Pakatan Harapan yang mendukung Anwar baru mengantongi 92 suara menyusul sebagian menyeberang, sedangkan Mahathir didukung 98 suara.
Pada Kamis kemarin, Mahathir beraudiensi dengan Raja. Hal itu memicu spekulasi, dia akan meraih kembali jabatan PM. Pertemuan itu digelar setelah Raja mewawancarai 222 anggota parlemen untuk menanyakan PM pilihan mereka atau digelar pemilu ulang.
Taji Mahathir masih kuat mencengkeram politik Malaysia. Bagaimana perkembangan demokrasi Malaysia setelah Mahathir, tak satu pun bisa meramal.