Babak Baru Wabah Korona
Wabah virus korona mulai memasuki babak baru dengan mulai membesarnya infeksi dan kematian di luar China. Perkembangan ini mempersempit peluang untuk menghentikan epidemi ini, bahkan dikhawatirkan menjadi pandemi.
Sekalipun China masih menyumbang sebagian besar kasus dan kematian akibat penyakit Covid-19, infeksi semakin menyebar di negara-negara lain. Total sudah 50 negara yang terinfeksivirus SARS-Cov2, padahal pekan lalu masih 33 negara. Sementara di Indonesia, keberadaan virus ini masih misteri.
Hingga Jumat (28/2/2020) pagi, jumlah total infeksi di seluruh dunia mencapai 83.078 kasus, dan 78.817 kasus di antaranya terdapat di China. Sementara korban meninggal dunia mencapai 2.855 jiwa dan sebagian besar terdapat di China.
Peningkatan tajam jumlah kasus terjadi di Korea Selatan, yaitu dari 30 kasus pada Senin (17/2) menjadi 1.766 kasus pada pekan ini, 13 orang di antaranya meninggal dunia. Italia juga mengalami lonjakan infeksi dengan 528 kasus dan 14 orang meninggal, merupakan jumlah tertinggi di luar Asia.
Demikian halnya Iran, yang pekan lalu tanpa adanya kasus, tiba-tiba melaporkan 43 kasus dan 8 di antaranya meninggal dunia pada Senin dan menjadi 245 kasus infeksi dan 26 kematian pada Kamis ini. Bahkan, Wakil Menteri Kesehatan Iran Iraj Harirchi juga positif terinfeksi.
Seorang warga Kanada dan seorang lainnya dari Lebanon juga dinyatakan positif terkena virus ini setelah kembali dari Iran. Lonjakan tiba-tiba kasus di Iran memicu kekhwatiran bahwa virus ini telah lama bersirkulasi di negara itu tanpa terdeteksi sebelumnya.
Sementata Jepang melaporkan 35 kasus baru dalam sehari sehingga total yang dikonfirmasi positif korona 207 kasus dan 4 di antaranya meninggal dunia. Jumlah kasus di Jepang bakal membengkak tinggi jika infeksi yang menyebar di kapal Diamond Princess yang tengah berlabuh di negara itu turut dihitung. Sebanyak 705 orang di kapal ini, dari beberapa negara, dilaporkan positif terinfeksi, 4 orang di antaranya meninggal dunia.
”Kasus-kasus (infeksi) yang kita lihat tidak terkait (langsung) dengan China sangat mengkhawatirkan,” kata Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus. Sekalipun WHO belum menetapkan status pandemik—yaitu ketika wabah penyakit terjadi lintas benua—dia mengakui, peluang untuk menghentikan penyebaran Covid-19 di negara-negara di luar China amat menyempit. Wabah ini bisa mengarah ke segala arah.
Semakin banyaknya temuan bahwa virus ini bisa ditularkan orang tanpa gejala sakit, semakin memicu kekhawatiran. Temuan Meiyun Wang dari Rumah Sakit Rakyat Universitas Zhengzhou dan rekan-rekannya di Journal of the American Medical Association (22 Februari 2020) menyebutkan, seorang wanita 20 tahun dari Wuhan, yang diketahui sehat dan lolos penapisan korona, melakukan perjalanan ratusan kilometer ke Provinsi Henan, lalu menginfeksi lima kerabatnya sehingga mengalami radang paru akut.
Kasus-kasus (infeksi) yang kita lihat tidak terkait (langsung) dengan China sangat mengkhawatirkan.
Tes lanjutan menunjukkan, perempuan muda ini telah membawa virus korona dengan masa inkubasi hingga 19 hari. Jadi, sekalipun tidak sakit, diam-diam dia membawa virus ini dan menularkannya kepada orang lain.
Studi komprehensif terhadap lebih dari 72.000 kasus infeksi oleh para ilmuwan dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China (CCDC) juga menunjukkan SARS-Cov2 jauh lebih menular dibandingkan dengan virus korona penyebab SARS dan MERS. Studi ini dipublikasikan di jurnal Chinese Journal of Epidemiology pada Senin (17/2/2020).
Meski tingkat kematiannya 2,3 persen dibandingkan dengan SARS yang 9,6 persen dan MERS 35 persen, kematian akibat SARS-Cov2 jauh lebih tinggi. Fenomena itu disebabkan virus ini lebih mudah menular sekaligus sulit dideteksi karena sifatnya bisa asimtomatis.
Pada Rabu (19/2), CCDC memperbarui pedoman penanganan penyakit ini dengan menyebutkan, Covid-19 dapat ditularkan ketika seseorang terpapar aerosol konsentrasi tinggi di lingkungan relatif tertutup untuk waktu lama. Itu menjadikan virus ini bisa menular semudah influenza. Sekalipun demikian, tetesan pernapasan dan transmisi kontak dekat tetap menjadi rute utama infeksi.
Mulai Sabtu (22/2), Pemerintah China memberlakukan aturan baru, semua pasien yang telah pulih dan keluar dari rumah sakit di China kembali dikarantina dengan pengawasan medis selama 14 hari. Hal ini karena ada temuan orang yang telah dinyatakan sembuh masih bisa menularkan virus ini. Temuan serupa terjadi di Jepang.
Dengan perkembangan terbaru ini, sejumlah negara meningkatkan kesiapsiagaan dengan memperketat kedatangan orang dari negara-negara lain yang telah terinfeksi selain China, termasuk Korea dan Jepang. Amerika Serikat, Australia, dan Jerman juga mengeluarkan rencana darurat. Bahkan, Arab Saudi telah menutup sementara layanan ibadah umrah, termasuk dari Indonesia.
Dari Indonesia
Ketika banyak negara memperketat kunjungan dan menutup kota-kota mereka, Indonesia justru sebaliknya. Kunjungan wisatawan dibuka lebar, dengan menawarkan subsidi untuk akomodasi pesawat hingga hotel, selain membayar influencer untuk mempromosikan wisata dengan total anggaran Rp 72 miliar.
Hingga saat ini, keberadaan virus korona galur baru ini di Indonesia masih jadi tanda tanya. Sebagaimana diberitakan, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan, dari 134 spesimen yang diperiksa hingga 26 Februari lalu, semuanya negatif.
Dia juga menyebutkan, satu pasien dengan gejala korona yang meninggal di Semarang, setelah diperiksa, bukan karena Covid-19, melainkan karena flu babi akibat infeksi virus H1N1. Demikian halnya warga negara Singapura dengan gejala korona yang meninggal di Batam juga telah dibantah tidak terinfeksi.
Namun, publik internasional dan dalam negeri semakin ragu dengan kemampuan Indonesia menangani wabah ini. Seperti ditulis The Sydney Morning Herald pada 26 Februari, para diplomat dari kedutaan, termasuk Australia, AS, dan Kanada, telah bertemu satu sama lain untuk membahas mengenai tiadanya kasus korona. Mereka mengkhawatirkan soal kemampuan deteksi kasus dan kesiapan rumah sakit di Indoensia untuk mengantisipasi wabah.
Sejauh ini, orang Indonesia yang dinyatakan positif korona karena deteksi dilakukan di negara lain, seperti satu WNI di Singapura, 4 orang di kapal Diamond Princess, dan baru-baru ini WNI di Taiwan. Selain kemampuan deteksi, yang juga menjadi pertanyaan adalah sedikitnya spesimen yang diperiksa. Sebagai perbandingan, baik Singapura maupun Malaysia telah memeriksa lebih dari 1.000 spesimen.
Kekhawatiran sudah bersirkulasinya virus korona ini di Indonesia menguat. Seperti disiarkan televisi NHK pada 22 Februari 2020, seorang warga Tokyo berusia 60-an yang berada di Indonesia pada 15-19 Februari telah positif terinfeksi SARS-Cov2. Pria itu diduga telah terinfeksi sejak 12 Februari lalu dengan gejala seperti flu dan kemudian mengalami sesak napas berat sehingga dirawat di rumah sakit di Tokyo sepulang dari Indonesia.
Informasi ini menunjukkan, sangat mungkin dia membawa virus ini selama berada di Indonesia. Fakta ini juga menunjukkan, lelaki ini telah lolos penapisan di bandara Indonesia.
Dengan penangaan seperti saat ini, publik patut khawatir. Dampak ekonomi tentu akan semakin besar jika sampai virus ini bersirkulasi diam-diam dan menelan banyak korban jiwa. Pada saat itu, influencer termahal sekalipun akan sulit menarik wisatawan datang....