Warga meyakini, dua peristiwa banjir besar yang melanda Kampung Makasar di Cipinang Melayu karena belum selesainya proyek normalisasi Kali Sunter. Sejak 2016, normalisasi tak pernah lagi dilanjutkan.
Oleh
Aguido Adri
·4 menit baca
Hujan deras pada Senin silam membuat Kali Sunter meluap dan merendam permukiman warga hampir mencapai 3 meter di Kampung Makasar, Kelurahan Cipinang Melayu, Jakarta Timur. Setelah bertahan mengungsi tiga hari di kompleks Masjid Universitas Borobudur, 1.080 warga Cipinang Melayu kembali ke rumah masing-masing, Kamis (27/2/2020), dengan perasaan cemas dan dihantui rasa takut jika banjir kembali melanda.
Sekitar pukul 15.30, Ella (47) bersama tiga anaknya, Putra (19), Debi (17), dan Defi (14), mengemasi pakaian dan melipat karpet di selasar Masjid Universitas Borobudur. Mata Ella tampak berkaca ketika memasukkan semua barang tersebut ke dalam kantong plastik. Ia masih berat meninggalkan tempat pengungsian. Namun, tidak mungkin ia harus berlama-lama tinggal di pengungsian.
”Meski kecil dan sederhana, tidak ada yang lebih nyaman dari rumah sendiri daripada harus hidup di pengungsian. Namun, permasalahan tidak selesai ketika sampai di rumah, kami masih harus membersihkan rumah yang entah apa bentuknya sekarang,” kata Ella, salah satu pengungsi di kompleks Universitas Borobudur.
Setelah sekitar 15 menit berjalan, sesampai di depan rumah, Ella terdiam sejenak, kakinya berjalan pelan masuk ke rumah yang sudah ia tempati sejak 2002. Tumpukan lumpur memenuhi lantai teras hingga masuk ke dalam ruangan dan berbagai perabot berserakan.
Batas banjir setinggi sekitar 2 meter lebih masih terlihat jelas mengotori foto yang terpajang di dinding. Tak hanya itu, bangunan bagian samping tempat Ella biasa mencuci dan menyimpan beberapa perabot hancur berantakan karena diterjang luapan Kali Sunter. Beberapa perabot, seperti mesin cuci, tak luput tertimpa bangunan roboh.
Hingga pukul 18.00, Ella dan tiga anaknya masih membersihkan rumah. Ia mulai cemas karena tumpukan lumpur masih banyak. ”Kami enggak tahu tidur di mana. Semoga malam ini bisa sedikit bersih dan kami bisa tidur di sini. Enggak mungkin mengungsi lagi saat ini,” kata Ella dengan suara pelan.
Tidak jauh dari rumah Ella, Franki (41) bersama adiknya sibuk memperbaiki dapur dan kamar mandi yang juga hancur di terjang banjir dari luapan Kali Sunter. Ini kedua kali ia membangun dapur dan kamar mandi.
Sejak dua kali memperbaiki rumahnya yang rusak, kata Franki, ia tidak pernah mendapat bantuan dari pemerintah. Padahal, ia sangat membutuhkan bantuan berupa material, seperti semen dan kayu, untuk membangun kembali rumahnya. Ia hanya bisa pasrah dan tawakal dengan peristiwa yang menimpanya. Namun, ia berharap ada solusi bantuan hingga cara pemerintah untuk mengantisipasi potensi banjir yang terus terulang.
”Banjir awal Januari kemarin, dapur dan kamar mandi hancur. Saya perbaiki. Datang lagi banjir pada Senin, hancur lagi. Saya kumpulin bekas-bekas kayu untuk bangun lagi. Semoga enggak ada banjir lagi. Capek kalau begini terus. Kasihan juga anak-anak, istri, dan orangtua saya yang harus mengungsi setiap hujan deras dan banjir. Kami juga memikirkan kesehatan, rumah jadi kotor, dibersihkan kotor lagi. Mau sampai kapan banjir terus dan mengungsi lagi dan lagi?” kata bapak tiga anak ini.
Rasa cemas dan letih juga dirasakan Yeni (39). Meski rumahnya berlantai dua, ia dan keluarganya tetap harus mengungsi. Tidak semua perabot rumah tangga bisa diselamatkan. Yeni hanya pasrah perabotan rusak.
”Kami di sini biasa kena banjir paling tinggi hanya sebetis atau selutut, ya sekitar 30 sentimeterlah, itu pun cepat surut. Tapi, dalam dua peristiwa besar dalam waktu berdekatan ini bisa mencapai 2-3 meter lebih, dan surutnya lama. Kami cemas jika ada hujan deras lama dan Kali Sunter meluap, ya, harus siap-siap mengungsi lagi, bersih-bersih rumah lagi, perabotan rusak lagi,” kata Yani.
Menurut Ketua Lembaga Musyawarah Kelurahan Cipinang Melayu Subagio, dua peristiwa banjir besar yang melanda daerahnya karena belum selesainnya normalisasi Kali Sunter. Sejak 2016, normalisasi tak pernah lagi dilanjutkan.
Ia dan sejumlah warga sangat berharap normalisasi Kali Sunter dilanjutkan sehingga banjir tidak melulu melanda daerah Cipinang Melayu dan daerah sekitarnya ketika musim hujan atau dari banjir kiriman. Mereka tak mau terus terjebak dalam banjir yang sangat melelahkan dan merugikan fisik dan materi.