Pemerintah berupaya memperkuat industri manufaktur dengan sentuhan revolusi industri 4.0. Hal itu diharapkan bisa mengatasi ketergantungan tinggi pada bahan impor.
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah membuka peluang investasi dari negara lain untuk memperkuat dan memperdalam struktur industri manufaktur. Peningkatan investasi ini diharapkan mampu mematangkan implementasi peta jalan industri 4.0 di sektor pengolahan. Masuknya penanaman modal asing langsung itu juga diharapkan mendorong pertumbuhan ekonomi. Tahun ini, ekonomi nasional diperkirakan tumbuh melambat akibat wabah virus korona baru (Covid-19) asal Wuhan, China.
Pada Kamis (27/2/2020), pemerintah membuka peluang bagi industri Jerman dan Swiss untuk menanamkan modal di Indonesia. Kedua negara itu tertarik untuk mengembangkan industri 4.0. Staf Khusus Menteri Perindustrian Amir Sambodo di hadapan perwakilan perusahaan asal Jerman di Jakarta menyampaikan, industri manufaktur di Indonesia sudah jamak memanfaatkan internet of things (IOT) dalam proses produksi. ”Tidak hanya dari segi produksi, penggunaan internet dan digitalisasi itu juga terjadi dalam keseluruhan rantai nilai untuk mencapai efisiensi yang optimal,” ujarnya.
Amir mencontohkan, industri petrokimia PT Chandra Asri Petrochemical Tbk telah menggunakan teknologi otomasi dan digitalisasi dalam kegiatan industri. ”Langkah strategis perusahaan itu diharapkan menjadi jawaban atas persoalan kebutuhan besar akan impor bahan petrokimia, salah satu penyebab defisit neraca perdagangan Indonesia,” ujarnya. Saat ini kebutuhan domestik polietilena sebagai bahan baku industri sebanyak 2,3 juta ton per tahun, padahal kapasitas produksi nasional baru 780.000 ton per tahun.
Dalam menggenjot investasi di bidang digitalisasi manufaktur, Kementerian Perindustrian juga akan memanfaatkan posisi Indonesia sebagai negara mitra Jerman dalam pameran dagang internasional untuk teknologi industri Hannover Messe 2020 pada 20-24 April. Indonesia akan memperkenalkan peta jalan ”Making Indonesia 4.0” ke dunia. ”Momentum itu akan dimanfaatkan untuk memperkuat citra nasional sehingga mampu meningkatkan investasi asing dan mendorong kerja sama di sektor industri,” kata Amir.
General Manager Corporate Communication and Branding Harting Technology Group, perusahaan teknologi asal Jerman, Detlev Sieverdingbeck, melihat ada ruang untuk berinvestasi di sektor industri pengolahan Indonesia. Potensi ini salah satunya ada di sektor teknologi percetakan digital tiga dimensi.
”Penggunaan teknologi percetakan digital tiga dimensi masih jarang digunakan oleh pelaku industri manufaktur dalam proses produksi. Padahal, teknologi tersebut terbilang lebih ramah lingkungan ketimbang manufaktur tradisional,” ujarnya.
Laju industri tersendat
Isu perizinan dan birokrasi yang kompleks menjadi salah satu poin rekomendasi Kamar Dagang Swiss dan Indonesia (SwissChamb Indonesia) bagi Pemerintah Indonesia. Swiss mengusulkan perlunya kepastian hukum, transparansi, dan perlakuan yang sama terhadap investor asing dan domestik. Peta jalan industri juga diperlukan investor.
”Kami berkomitmen membuka ruang dialog dan kerja sama dengan Pemerintah Indonesia. Program pemerintah di era industri 4.0 dalam hal peningkatan kualitas sumber daya manusia, penyederhanaan birokrasi, dan perizinan sangat kami sambut baik,” ujar Duta Besar Swiss untuk Indonesia, Timur Leste, dan ASEAN Kurt Kunz dalam dialog bertema ”Indonesia 4.0: an Opportunity for Transformation”.
Saat ini industri nasional tengah terimbas dampak wabah Covid-19. Mereka berharap wabah itu cepat teratasi agar laju pertumbuhan industri terus terjaga. Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Kawasan Ekonomi Sanny Iskandar mengatakan, beberapa kalangan di kementerian memperkirakan, wabah virus itu berlangsung sampai Juli atau Agustus. Paling tidak, untuk industri baru yang bergantung pada impor bahan baku penolong dari China mungkin sedikit menunda aktivitas.
”Beberapa pelaku industri saat ini mencoba membeli bahan baku atau bahan penolong dari negara selain China meski harus mengeluarkan biaya lebih tinggi,” ujarnya. Wabah itu, lanjut Sanny, juga menyebabkan ekspor ke negara lain tertunda. Karena itu, penggarapan potensi pasar domestik penting. Upaya itu perlu ditopang dengan peningkatan daya saing industri agar mampu menghasilkan produk kompetitif.