KPU menyatakan menerima syarat dukungan yang diserahkan 147 pasangan bakal calon perseorangan di Pemilihan Bupati/Wali Kota 2020. Adapun untuk Pemilihan Gubernur 2020, ada dua pasangan yang diterima syaratnya.
Oleh
INGKI RINALDI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum menyatakan menerima syarat dukungan yang diserahkan 147 pasangan bakal calon perseorangan di Pemilihan Bupati/Wali Kota 2020. Selanjutnya, syarat dukungan akan melalui proses verifikasi administrasi dan dukungan ganda, serta verifikasi faktual. Jika lolos, pasangan bisa berkontestasi di Pemilihan Kepala Daerah 2020.
Adapun 54 pasangan bakal calon perseorangan yang telah menyerahkan syarat dukungan ditolak KPU karena berkas yang diserahkan tidak lengkap. Selain itu, ada 149 pasangan yang batal menyerahkan syarat dukungan.
Dari data yang dipaparkan KPU di Jakarta, Kamis (27/2/2020), pasangan perseorangan terbanyak yang diterima syarat dukungannya oleh KPU berada di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan. Jumlahnya empat pasangan yang diterima syarat dukungannya.
Adapun untuk pemilihan gubernur, pasangan bakal calon perseorangan yang diterima syarat dukungannya hanya dua pasangan. Mereka berkontestasi di Pilkada Sumatera Barat dan Kalimantan Utara.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Evi Novida Ginting, mengatakan, setelah syarat dukungan diterima, KPU di daerah tempat para bakal calon menyerahkan syarat akan mengecek syarat jumlah dukungan dan sebaran dukungan para bakal calon.
Dalam pengecekan syarat jumlah dukungan dan sebaran, KPU menghitung jumlah dukungan pada formulir model B.1-KWK perseorangan, menghitung persebaran dukungan yang tercantum dalam formulir model B.2-KWK perseorangan, dan mengecek kesesuaian jumlah dukungan dan persebarannya yang tercantum dalam formulir model B.2-KWK perseorangan dengan pemenuhan syarat jumlah dukungan dan sebaran.
Selanjutnya, akan dilakukan verifikasi administrasi. Verifikasi administrasi di antaranya mencakup mencocokkan kesesuaian nomor induk kependudukan, nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, serta alamat pendukung pada formulir model B.1-KWK perseorangan dengan fotokopi KTP Elektronik atau surat keterangan.
Kemudian kesesuaian antara formulir model B.1-KWK perseorangan dan daftar pemilih tetap pada pemilu atau pemilihan terakhir dan/atau daftar penduduk potensial pemilih pemilihan, dan verifikasi terhadap dugaan dukungan ganda terhadap bakal calon.
Setelah itu akan dilakukan verifikasi faktual. Dalam proses ini, petugas verifikator akan meneliti ke lapangan untuk memastikan dukungan kepada para bakal calon perseorangan.
Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu Kaka Suminta mengatakan, inti proses verifikasi adalah keterbukaan KPU dan pengawasan Bawaslu. Ia menambahkan bahwa Bawaslu sudah semestinya memberikan catatan sebagai bentuk pertanggungjawaban.
Menurut Kaka, hal itu penting agar publik bisa membandingkan laporan KPU dan Bawaslu. Hal ini, imbuh Kaka, karena dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, peran pengawasan jauh lebih besar. ”Bawaslu harus memberikan laporan hasil pengawasan atas proses ini,” kata Kaka.
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Alwan Ola Riantoby mengingatkan perbedaan proses verifikasi syarat administrasi yang dilakukan KPU dan Bawaslu. Alwan menyebutkan, KPU menggunakan metode sensus, sementara Bawaslu menggunakan pengambilan sampel dalam pengawasannya.
”Perbedaan tersebut akan berpengaruh pada kualitas proses verifikasi,” sebut Alwan.