Tekanan Sentimen Internal dan Eksternal Buat IHSG Terpuruk
›
Tekanan Sentimen Internal dan ...
Iklan
Tekanan Sentimen Internal dan Eksternal Buat IHSG Terpuruk
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 1,5 persen dibandingkan perdagangan hari sebelumnya ke level 5.452,7. Hal ini sekaligus menjadi level terendah IHSG sejak Maret 2017.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Investor meninggalkan pasar saham akibat ancaman wabah virus korona jenis baru atau Covid-19. Tidak hanya di Indonesia, tren ini terjadi secara global. Namun, banyaknya kasus manipulasi investasi yang belakangan terkuak membuat pasar modal dalam negeri semakin terpuruk.
Bauran sentimen negatif yang berasal dari internal dan eksternal tersebut membuat dalam sepekan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 7,5 persen. Adapun sejak awal Januari hingga berita ini ditulis, IHSG sudah melorot 13,44 persen.
Pada penutupan perdagangan Jumat (28/2/2020), IHSG anjlok 1,5 persen dibandingkan perdagangan hari sebelumnya ke level 5.452,7. Ini sekaligus menjadi level terendah IHSG sejak Maret 2017.
Data Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, sepanjang perdagangan hari ini investor asing mencatatkan aksi jual bersih hingga Rp 17,21 miliar. Bila diakumulasi sejak awal tahun investor asing telah melepaskan kepemilikan saham total senilai Rp 4,72 triliun.
Investment Director Schroders Indonesia, Irwanti, mengatakan sentimen utama pemicu terjadinya pelepasan saham secara masif oleh investor di pasar global adalah mulai meluasnya penyebaran penyebaran Covid-19. “Investor mengkhawatirkan bila penyebarannya semakin luas maka imbasnya akan membuat pertumbuhan ekonomi dunia terpengaruh,” ujarnya.
Pemerintah di berbagai negara termasuk Indonesia telah mengeluarkan stimulus dan kebijakan yang diharapakan mampu mendorong ekonomi yang mau tak mau terdampak melemahnya perekonomian China.
Dana Moneter Internasional (IMF) telah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi China di sepanjang 2020 menjadi 5,6 persen dari sebelumnya pada awal Januari 2020 sebesar 6 persen.
Irwanti mengatakan Indonesia telah memangkas suku bunga untuk mendorong roda perekonomian serta mengumumkan stimulus fiskal sebesar Rp 10 triliun untuk mendukung roda perekonomian yang terdampak wabah virus korona.
Namun, upaya tersebut dirasa masih belum cukup mengingat persepsi investor terhadap bursa saham Indonesia masih terganggu oleh berbagai polemik yang melanda pasar modal.
Sepanjang 2019 saja tercatat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mensuspensi 37 manajer investasi. Aksi ini merupakan buntut dari sejumlah kasus gagal investasi yang menimpa sejumlah industri keuangan non-bank.
Irwanti menilai untuk mengembalikan kepercayaan pasar, pihak otoritas perlu memastikan bahwa seluruh pelaku pasar melaksanakan operasional bisnis sesuai dengan peraturan yang berlaku dan mengedepankan prinsip kehati-hatian.
“Tapi sebenarnya ini bukan hanya tugas otoritas untuk mengembalikan kepercayaan investor, namun juga seluruh pelaku di industri jasa keuangan. Kami harap volatilitas pasar dapat mereda seiring meredanya wabah virus korona nanti,” ujarnya.
IMF pun memproyeksikan perekonomian China diproyeksi akan mulai kembali normal pada triwulan II-2020 sehingga dampak terhadap perlambatan ekonomi global bisa tereduksi.
Direktur Pengembangan BEI Hasan Fawzi mengatakan sejak perdagangan Rabu lalu BEI bersama OJK sudah melakukan pemantauan dan analisi pasar akibat IHSG yang terkoreksi lebih dari 1 persen dalam sehari.
“Koreksi IHSG secara signifikan dalam sepekan ini terjadi karena kekhawatiran investor akan meluasnya penyebaran virus korona di luar China sehingga berdampak pada ekonomi global,” ujarnya.
Namun, koreksi tersebut belum menuntut otortas bursa untuk menjalankan protokol krisis. Jika dalam satu hari perdagangan IHSG turun lebih dari 1 persen, maka BEI akan melakukan evaluasi internal. Protokol krisis baru akan diaktivkan bila dalam satu hari perdagangan IHSG merosot hingga 7,5 persen.
Dalam kemungkinan terburuk, bila pada satu hari perdagangan IHSG anjlok hingga 10 persen maka BEI akan melakukan penghentian perdagangan sementara untuk meredakan gejolak pasar dan menyampaikan informasi kepada publik mengenai sitauasi apa yang tengah dihadapi pasar modal.
“Protokol ini pernah dilakukan oleh otoritas ketika bursa efek menghadapi krisis keuangan di tahun 2008,” ujarnya.
Secara terpisah, Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot mengatakan OJK tengah terus memantau secara ketat dinamika pasar domesstik dan global. Koordinasi dengan BEI juga dilakukan untuk mengambil langkah tertentu sesuai kewenangan kedua otoritas.
"Koordinasi dengan BEI diperkuat untuk menentukan langkah-langkah yang dibutuhkan sesuai dengan kewenangan. Otoritas bersama pemerintah dan Bank Indonesia akan sinergikan kebijakan untuk menjaga kepercayaan investor,” kata dia.