WHO: Tak Satu Pun Negara Bebas dari Ancaman Wabah Covid-19
›
WHO: Tak Satu Pun Negara Bebas...
Iklan
WHO: Tak Satu Pun Negara Bebas dari Ancaman Wabah Covid-19
Gelombang kedua wabah Covid-19 telah dimulai. Setelah kasusnya menurun di China daratan, kini kasus baru terus bermunculan di sejumlah negara, seperti Korea Selatan, Italia, dan Iran.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
GENEVA, JUMAT — Tidak ada negara di dunia ini yang terbebas dari ancaman wabah virus korona jenis baru (Covid-19). Untuk itu, semua negara harus bersiap menghadapi dan mengendalikan wabah ini.
Hal itu ditegaskan Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus, Kamis (27/2/2020), di Geneva, Swiss. Bahkan, seiring dengan kasus-kasus baru di luar China yang jumlahnya lebih banyak dari kasus baru di China, negara-negara kaya pun harus siap-siap.
”Tidak satu pun negara boleh berasumsi mereka akan terbebas dari wabah. Ini akan menjadi kesalahan fatal, benar-benar fatal,” kata Tedros, yang merujuk pada kasus Italia di mana 17 orang meninggal akibat wabah Covid-19 sejauh ini. Ini merupakan wabah terburuk yang terjadi di Eropa.
Pemerintah Italia pun menambah alat-alat medis yang diperlukan, menutup sekolah, dan membatalkan acara besar di mana orang akan berkumpul, termasuk acara olahraga.
”Virus ini berpotensi menjadi pandemi,” kata Tedros. Menurut dia, Iran, Italia, dan Korea Selatan berada pada ”titik yang menentukan”.
Hingga Jumat (28/2/2020), Italia melaporkan adanya 655 kasus positif Covid-19 dengan jumlah korban meninggal 17 orang. ”Virus tidak mengenal batas negara,” kata Menteri Kesehatan Italia Roberto Speranza.
Sementara, Korea Selatan melaporkan adanya 256 kasus baru Covid-19 sehingga total kasus positif di negeri itu menjadi 2.022 kasus. Mayoritas kasus di Korea Selatan berasal dari kota Daegu.
Di Amerika Serikat, petugas kesehatan masyarakat menelusuri kembali riwayat perjalanan seorang perempuan di Northern California. Perempuan ini diyakini menjadi kasus Covid-19 pertama di AS yang tidak memiliki riwayat perjalanan internasional atau kontak dengan orang yang positif Covid-19.
Virus tidak mengenal batas negara.
Ini artinya, penularan bisa terjadi di luar jangkauan karantina dan tindakan pencegahan lainnya. Pemerintah negara bagian setempat menyampaikan kepada publik bahwa hal itu tidak terhindarkan dan risiko penyebaran tetap rendah.
CIA turun tangan
Selain itu, seiring dengan kasus Covid-19 yang terus bertambah, AS mengerahkan badan intelijennya untuk memonitor perkembangan situasi wabah Covid-19 di sejumlah negara dan kemampuan pemerintah setempat menghadapinya.
Badan Intelijen Pusat AS (CIA), misalnya, khawatir dengan kemampuan India menghadapi wabah Covid-19. Meski hanya ada tiga kasus positif Covid-19 di India, sebuah sumber mengatakan, kapasitas pemerintah dalam merespons wabah, kemampuan virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 menyebar, dan populasi penduduk yang padat menjadi masalah serius di India.
CIA juga fokus memonitor Iran di mana Wakil Menteri Kesehatan Iran pun terjangkit Covid-19. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menyatakan, AS ”sangat khawatir” Teheran menutupi informasi detail penyebaran virus korona tipe baru di negara itu.
Sebuah sumber di pemerintahan AS menyatakan, respons Iran terhadap wabah dinilai tidak efektif karena pemerintahnya tidak mempunyai kemampuan yang optimal. Sumber lain juga menginformasikan bahwa CIA juga khawatir dengan lemahnya kemampuan pemerintah sejumlah negara berkembang dalam merespons wabah.
Tingkat kematian
Menurut Anthony Fauci, Direktur Institut Alergi dan Penyakit Menular Nasional AS, tingkat kematian akibat Covid-19 sekitar 2 persen. Angka ini bisa lebih rendah jika terdapat banyak kasus dengan gejala ringan dan tidak terdiagnosis. Sebagai perbandingan, flu musiman memiliki tingkat kematian sekitar 0,1 persen.
”Jadi, kita menghadapi potensi serius kesakitan dan kematian,” ujar Fauci. ”Kita berhadapan dengan virus yang serius.”
Di luar itu, muncul kekhawatiran baru dengan dilaporkannya satu kasus di Jepang di mana seorang perempuan diketahui positif Covid-19 untuk kedua kalinya. Kasus yang sama juga dilaporkan di China.
Hal itu menjadi indikasi bahwa infeksi Covid-19 tidak memicu imunitas tubuh. Para ilmuwan memperingatkan, masih banyak informasi yang belum diketahui dari virus SARS-CoV-2 yang menjadi penyebab Covid-19. (REUTERS/AP)