Insentif Pariwisata Perlu Segera Diimplementasikan
›
Insentif Pariwisata Perlu...
Iklan
Insentif Pariwisata Perlu Segera Diimplementasikan
Sejumlah pihak menyambut baik keputusan pemerintah untuk memberikan insentif bagi sektor pariwisata guna meredam dampak ekonomi akibat penyebaran virus korona jenis baru. Insentif perlu segera diaplikasikan.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Sejumlah pihak menyambut baik keputusan pemerintah untuk memberikan insentif bagi sektor pariwisata guna meredam dampak ekonomi akibat penyebaran virus korona jenis baru. Pemerintah diharapkan segera mengimplementasikan pemberian insentif tersebut karena dampak ekonomi akibat penyebaran virus korona sudah dirasakan oleh industri pariwisata.
”Kami menyambut baik adanya insentif itu. Namun, sampai sekarang, kami masih menunggu petunjuk teknis terkait insentif tersebut,” kata Kepala Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Singgih Raharjo, Sabtu (29/2/2020), di Yogyakarta.
Seperti diberitakan, pemerintah akan memberikan sejumlah insentif di sektor pariwisata untuk meminimalkan dampak penyebaran virus korona jenis baru. Insentif itu, antara lain, berupa diskon harga tiket pesawat untuk rute domestik tertentu.
Selain itu, pemerintah kota/kabupaten di 10 destinasi wisata juga diminta tak memungut pajak hotel dan pajak restoran selama enam bulan. Sepuluh destinasi wisata itu adalah Danau Toba, Yogyakarta, Malang, Manado, Bali, Mandalika, Labuan Bajo, Bangka Belitung, Batam, dan Bintan.
Singgih menyatakan, pemberian insentif itu diharapkan bisa meningkatkan kunjungan wisatawan ke DIY di tengah penyebaran virus korona jenis baru yang menekan industri pariwisata. Peningkatan kunjungan itu terutama diharapkan berasal dari para wisatawan domestik mengingat adanya penghentian sementara sejumlah penerbangan internasional.
Secara teknis, nanti seperti apa kami belum tahu.
”DIY, kan, ada dalam daftar sepuluh destinasi yang disebutkan pemerintah pusat. Jadi, insentif ini diharapkan bisa menggerakkan sektor pariwisata di DIY dengan fokus pada wisatawan domestik,” ungkap Singgih.
Meski begitu, Singgih mengatakan belum mengetahui bagaimana implementasi teknis dari pemberian insentif tersebut. Hal ini karena Pemerintah Provinsi DIY belum menerima petunjuk teknis dari pemerintah pusat terkait insentif tersebut. ”Secara teknis, nanti seperti apa kami belum tahu,” ujarnya.
Singgih berharap petunjuk teknis tentang pemberian insentif itu bisa segera dibuat dan dikoordinasikan dengan pemerintah daerah. Dengan begitu, pemberian insentif yang direncanakan pemerintah pusat itu bisa segera diimplementasikan dan dirasakan dampaknya oleh para pelaku pariwisata di daerah. ”Semoga tidak terlalu lama karena, kan, insentif ini akan diberlakukan di bulan Maret,” ujarnya.
Butuh koordinasi
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY Deddy Pranowo Eryono juga menyambut baik pembebasan pajak hotel dan restoran sebesar 10 persen selama enam bulan. Namun, Deddy mengingatkan, implementasi kebijakan itu membutuhkan koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
”Kebijakan pusat ini kan perlu diimplementasikan di daerah. Makanya, kami minta pemerintah pusat untuk bisa berkoordinasi dengan pemerintah daerah,” ujarnya.
Deddy menambahkan, untuk mengimplementasikan pembebasan pajak hotel dan restoran itu harus ada regulasi serta petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) yang jelas. Apalagi, selama ini, hotel dan restoran di Kota Yogyakarta telah dipasangi alat khusus untuk menghitung pajak secara otomatis. ”Kami ingin regulasi yang jelas bagaimana cara implementasinya di lapangan nanti,” katanya.
Dampak virus korona ini menghancurkan semua sektor, terutama pariwisata.
Menurut Deddy, apabila pembebasan pajak itu sudah diberlakukan, pengusaha hotel dan restoran akan menurunkan tarif sebesar 10 persen. Dengan begitu, masyarakat akan menikmati tarif hotel dan restoran yang lebih murah dibandingkan sebelumnya. ”Pajak itu, kan, sebenarnya konsumen yang membayar. Jadi, kalau ada pembebasan pajak, konsumen tidak perlu membayar pajak sehingga harga yang dibayar juga lebih murah,” ujarnya.
Namun, Deddy menyatakan, sebelum ada petunjuk teknis dan arahan dari pemerintah daerah, pengusaha hotel dan restoran di Yogyakarta belum bisa menurunkan tarif. Hal ini agar tidak terjadi kesalahan dalam implementasi di lapangan. ”Sebelum ada juklak, juknis, dan info dari pemerintah daerah, anggota PHRI belum bisa melaksanakan (pembebasan pajak). Jadi, kami masih memungut pajak ke konsumen,” ucapnya.
Deddy berharap pemberian insentif tersebut bisa diimplementasikan secepatnya agar bisa menarik kunjungan wisatawan ke DIY. Hal ini karena hotel-hotel di DIY sudah merasakan dampak ekonomi akibat penyebaran virus korona. Dampak ini terlihat dari menurunnya okupansi atau tingkat keterisian hotel di DIY.
Ia menyebut, pada Januari 2020, okupansi hotel di DIY masih mencapai 70 persen. Namun, pada akhir Februari ini, okupansi hotel di DIY hanya berkisar 25-35 persen. ”Dampak virus korona ini menghancurkan semua sektor, terutama pariwisata. Padahal, pariwisata ini memiliki multiplier effect (efek berganda) yang banyak,” katanya.