Pengalaman wartawan ”Kompas” meliput balap motor kelas dunia langsung dari sirkuit dan sampai ke ”paddock” dan garis start.
Oleh
Agung Setyahadi
·6 menit baca
Meliput ajang balap motor level dunia tidak senikmat menonton di layar televisi yang bisa dilakukan sambil ngobrol dengan teman dan menyantap camilan. Namun, meliput langsung balapan dengan akses penuh ke berbagai area sirkuit, juga ke dalam paddock, merupakan anugerah terindah bagi jurnalis. Mengakses tepi sirkuit dan berada di garis start, misalnya, hanya bisa dilakukan oleh mereka yang memiliki akreditasi khusus.
Pertama kali meliput MotoGP pada 2011 di Sirkuit Silverstone, Inggris, saya belum memiliki akses penuh. Area yang bisa diakses waktu itu adalah area hospitality, media center, ruangan konferensi pers, dan balkon VVIP. Area tepi sirkuit dan paddock tidak bisa saya akses. Namun, akses yang saya dapatkan sebenarnya sudah istimewa. Di area hospitality, misalnya, saya bertemu Mike Doohan. Mantan pebalap Honda yang sangat legendaris itu merupakan sosok yang ramah.
Namun, tujuh tahun lalu, ada satu akses luar biasa yang diberikan oleh Dorna, penyelenggara MotoGP, sebagai tamu undangan Air Asia yang menjadi sponsor seri Inggris, yaitu masuk ke ruangan pencatat waktu. Di dalam truk trailer, yang mirip peti kemas itu, para penjaga waktu (time keeper) juga menjalani balapan.
Para operator dan teknisi mengoperasikan komputer dengan berlimpah layar monitor. Dari ruangan itu, urutan pebalap, catatan waktu setiap pebalap, dan selisih waktu antarpebalap, semua dikendalikan dengan klik-klik tetikus. Data itulah yang berada di layar televisi saat kita menyaksikan balapan MotoGP. Tanpa para penjaga waktu itu, balapan bisa terasa hambar karena kilatan-kilatan waktu tak bisa diketahui oleh pemirsa televisi.
Selain balapan Grand Prix dengan kelas MotoGP, Moto2, dan Moto3, Dorna juga mengelola balapan CEV di Eropa. Balapan CEV terbagi menjadi Kejuaraan Eropa Moto2 dan Kejuaraan Dunia Moto3 Junior, serta Talent Cup Eropa. Balapan CEV Moto2 dan CEV Moto3 merupakan tahap terakhir sebelum para pebalap promosi ke level Grand Prix Moto2 dan Moto3, yang selanjutnya bermuara di kasta tertinggi MotoGP.
Balapan CEV menggunakan sirkuit-sirkuit yang digunakan untuk balapan MotoGP, seperti Catalunya, Jerez, Aragon, dan Ricardo Tormo di Valencia. Sementara Sirkuit Le Mans di Perancis hanya untuk CEV Moto3. Saya tiga kali meliput balapan CEV di Spanyol, dua kali di Sirkuit Ricardo Tormo (2016, 2019), dan sekali di Sirkuit Angel Nieto, Jerez de la Frontera, pada 2018. Balapan CEV diikuti para pebalap Indonesia binaan Astra Honda Motor.
Di ajang CEV ini, saya selalu mendapat akreditasi akses penuh sebagai undangan tim peserta balap Astra Honda Racing Team yang menurunkan para pebalap Indonesia di kelas Moto2 dan Moto3. Akses penuh ini termasuk masuk paddock tim, pitlane, garis start, area tepi sirkuit, dan ruangan analisis pebalap di dalam truk trailer.
Di dalam trailer kita bisa tahu ternyata ada tempat tidur bertingkat untuk pebalap dan lemari makanan, kulkas, dan ruang briefing sekaligus ruang makan. Di bagian belakang trailer merupakan penyimpan motor dan perlengkapan balapan lainnya. Di dalam truk itu, saya bisa tahu ternyata Gerry Salim, pebalap Moto3 pada 2018 dan Moto2 pada 2019, selalu menyimpan abon kegemarannya. Stok lauk khas Indonesia juga disimpan di rumah Bruno di Barcelona, yang merupakan base camp tim AHRT di Eropa.
”Masih banyak stok abonnya,” ujar Gerry diiringi tawa saat bertemu seusai sesi kualifikasi seri terakhir CEV di Valencia, Sabtu (9/11/2019).
Mengakses paddock juga sangat menarik karena bisa mengetahui bagaimana sistem kerja sebuah tim. Setiap kali selesai latihan, personel tim bergerak cekatan mengukur suhu ban, mengunduh data telemetri dari motor. Selanjutnya data itu dipakai oleh tim untuk berdiskusi dengan pebalap untuk menentukan setelan motor yang diinginkan. Saat mereka bekerja, kita tidak boleh berada di jalur pergerakan yang sempit di dalam paddock. Namun, kita boleh memotret dan merekam video dari depan garasi.
Mengakses garis start menjelang balapan dimulai juga menjadi pengalaman berharga. Untuk masuk ke garis start, prioritasnya adalah mekanik dan teknisi tim peserta balap. Setelah para pebalap mereka keluar garasi, anggota tim akan bergegas menuju garis start membawa berbagai peralatan, termasuk alat starter motor, berupa mesin pemutar ban belakang, karena motor balap tidak memiliki starter elektronik ataupun engkol kaki.
Untuk menuju garis start ini, akan melewati paddock tim-tim peserta. Saat ada pebalap yang akan keluar garasi, semua wajib berhenti, dan bisa berjalan lagi setelah pebalap itu meninggalkan paddock. Di gerbang menuju lintasan, semua akreditasi akan diperiksa oleh petugas. Jika akreditasinya tidak sampai ke garis start, orang yang bersangkutan akan diusir.
Berjalan di sirkuit juga harus mengikuti area yang dicat di tepi lintasan. Setelah semua pebalap di posisinya masing-masing, baru kita boleh menyeberang ke posisi start pebalap yang dituju. Akses berada di garis start ini hanya sekitar 10 menit, akhir sesi akan ditandai dengan bunyi alarm. Di garis start ini, kita bisa memotret, merekam video, dan melihat bagaimana kepala tim memberikan pesan kepada pebalap.
Setelah meliput persiapan di garis start, saatnya mengakses tepi sirkuit untuk memotret balapan. Untuk mengakses tepi sirkuit, baik di Jerez maupun Valencia, saya mendapat pinjaman motor milik tim yang diparkir di halaman belakang paddock. Di Jerez, ada dua jalan ke tepi dalam dan tepi luar sirkuit. Tepi dalam bisa mengakses kolam yang di mana Jorge Lorenzo pernah menceburkan diri saat selebrasi kemenangan. Sementara di Valencia hanya satu akses yang dibuka untuk memotret dari sisi dalam.
Untuk memotret, ada banyak titik yang menarik, biasanya di tikungan karena manuver mendahului lawan sering terjadi di titik itu. Trek lurus kurang diminati karena sosok pebalap tertutup oleh fairing sepeda motor. Posisi memotret lebih banyak pada titik pebalap keluar tikungan karena kita bisa merekam momen saat para pebalap menikung, dan akselerasi yang menampilkan drama saat ada pebalap yang bersaing ketat.
Pilihan lensa pun beragam. Di Jerez, misalnya, pada tikungan 2 dan 3 bisa menggunakan lensa lebar karena sirkuit sangat dekat dengan batas lintasan sisi dalam. Di setiap titik ada petugas keamanan yang akan memberikan peringatan jika terlalu dekat dengan trek, atau berada pada posisi yang rawan jika ada pebalap yang terjatuh. Meskipun ada pembatas besi ataupun ban yang ditumpuk, resiko terkena lemparan kerikil atau pecahan bagian motor yang terjatuh tetap ada.
Selain membawa kamera berkemampuan tinggi, lensa tele 300 milimeter, 70-200 mm, dan 24-70 mm, juga perlu membawa minuman dan payung selama memotret di tepi sirkuit. Balapan biasanya berlangsung saat matahari terik, dan kadang juga hujan. Saat matahari terik, tanpa payung, kulit bisa terbakar karena tidak ada teduhan. Dehidrasi juga bisa mengancam jika kita kurang minum selama berada di tepi sirkuit.
Meliput balapan CEV di sirkuit-sirkuit yang dipakai untuk MotoGP itu menjadi pengalaman yang sangat berharga karena saya bisa tahu bagaimana meliput sebuah balapan internasional dengan lengkap. Meliput persiapan pebalap dan tim di paddock, garis start, aktivitas di dalam truk tariler, dan di tepi sirkuit merupakan akses istimewa.
Pengalaman seperti itu saya yakini akan berguna kelak saat Indonesia menjadi tuan rumah MotoGP di Sirkuit Mandalika pada 2021. Prosedur pengurusan akreditasi pun sudah diketahui, karena CEV juga dikelola oleh Dorna dan berada di bawah Federasi Balap Motor Internasional (FIM), sama seperti level Grand Prix.