Tuah Kapten Armenia Penolong Pasukan Roma
Di tengah badai krisis pemain lini tengah, AS Roma "diselamatkan" oleh pemain pinjamannya, Henrikh Mkhitaryan. Kapten timnas Armenia itu menjadi nyawa baru dari tim "Serigala Roma", terakhir saat membekap Cagliari 4-3.
SARDINIA, SENIN – Dalam sejarah, karena posisinya yang strategis di antara benua Eropa, Asia, dan Afrika, tanah Armenia pun menjadi rebutan sejumlah imperium besar. Bahkan, beberapa kali, Kekaisaran Romawi yang berpusat di Kota Roma, Italia, menjajah daerah yang kaya dengan pancaran sinar mentari tersebut.
Namun, dalam tiga laga terakhir di Liga Italia, orang Armenia justru tidak menjadi jajahan Roma. Seolah membalikan sejarah yang ada, kapten timnas Armenia Henrikh Mkhitaryan justru hadir sebagai pahlawan untuk memimpin skuad tim yang bermarkas di ibukota Italia, AS Roma, bangkit dari keterpurukan sebulan terakhir.
Dalam laga tandang di Sardinia pada pekan ke-26 liga, Senin (2/3/2020) dini hari WIB, AS Roma meraih poin penuh dengan menundukan Cagliari 4-3. Namun, hasil itu tidak akan terwujud jika tim berjuluk "Serigala Roma" itu tak memiliki Mkhitaryan. Kreativitas pemain pinjaman dari klub Inggris, Arsenal, itu sebagai playmaker mampu menutupi buruknya performa dua gelandang jangkar tim.
Pada laga itu, pelatih AS Roma Paulo Fonseca tidak bisa menurunkan sejumlah pemain utama. Kapten sekaligus ujung tombak andalan tim, Edin Dzeko dan gelandang "pengangkut air", Jordan Veretout, tidak dalam kondisi prima setelah melalui laga berat kala menahan imbang KAA Gent 1-1 pada laga kedua babak 32 besar Liga Eropa, Jumat (28/2/2020). Sementara itu, playmaker utama, Lorenzo Pellegrini, dan gelandang bertahan Amadou Diawara belum pulih dari cedera.
Eksperimen Fonseca
Dengan formasi andalannya 4-2-3-1, Fonseca kembali harus bereksperimen di lini tengah. Posisi gelandang jangkar adalah salah satu kunci permainan pelatih asal Portugal itu. Sejauh ini, Veretout dan Diawara menjelma sebagai dua gelandang jangkar andalan yang dianggap paling mampu menerjemahkan strategi yang diinginkan pelatih berusia 46 tahun tersebut.
Ketika dua gelandang andalan itu tidak bisa tampil, Fonseca pun harus berpikir keras. Pada laga kontra Cagliari ini misalnya, mantan pelatih Shaktar Donetsk itu berjudi dengan menduetkan gelandang bertahan Italia Bryan Cristante dan gelandang box to box belia asal Spanyol, Gonzalo Villar, di jantung lini tengah. Ini adalah untuk pertama kalinya Villar menjadi starter setelah direkrut dari klub Spanyol Elche pada jendela transfer musim dingin kemarin.
Nyatanya, eksperimen itu tidak sempurna jika tidak boleh disebut gagal. Betapa tidak, Cristante yang dikenal malas berlari dan tidak berjiwa spartan gagal menjadi pemotong serangan lawan. Sedangkan, Villar—yang bertubuh cenderung kerempeng—juga tak bisa menjadi perusak permainan lawan. Pemain berusia 21 tahun itu justru lebih fasih membawa bola dari tengah ke depan.
Tak ayal, lini tengah Roma hancur-hancuran. Dua gol dari tiga gol balasan Cagliari menjadi buktinya. Pada gol pertama Cagliari di menit ke-28, proses gol itu menunjukkan renggangnya pengawalan lini tengah Roma sehingga gelandang Cagliari Christian Oliva dengan santai menghantarkan bola lambung ke penyerang Joao Pedro yang dengan sentuhan pertamanya berhasil menceploskan bola ke gawang lawan.
Pada gol kedua Cagliari di menit ke-75, kondisi yang sama dilakukan lini tengah Roma. Akibatnya, gelandang Cagliari Gaston Pereiro bisa menggiring bola dengan santai dari tengah lapangan hingga di depan area penjaga gawang lawan sebelum melepaskan tembakan keras yang tak mampu dihalau kiper lawan.
”Skor seketat ini seharusnya tidak terjadi. Sebab, kami sejatinya menguasai serangan. Kalau gagal menang, ini hasil yang sangat tidak adil. Sebab, saya tidak melihat peluang Cagliari lahir dari permainan yang dirancang melainkan hasil melihat celah,” ujar Fonseca dikutip Football-Italia seusai pertandingan itu.
Saat genting seperti itu, Roma beruntung memiliki gelandang kreatif Mkhitaryan. Tiga dari empat gol Roma lahir dari kreasi pemain berusia 31 tahun tersebut. Pada gol pertama Roma di menit ke-29, pemain kelahiran Yerevan, Armenia, 21 Januari 1989, itu meliuk-liuk di lini tengah sebelum memberikan umpan ke Justin Kluivert. Lalu, pemain sayap asal Belanda itu mengantarkan bola ke bek kiri Aleksandar Kolarov.
Dengan kaki kiri emasnya, Kolarov melepas umpan silang akurat ke jatung pertahanan Cagliari. Bola coba dihalaui bek Cagliari Luca Pellegrini. Tetapi, bola itu justru berbelok ke arah penyerang Roma Nikola Kalinic yang bisa menyundul bola dengan mulus ke gawang lawan.
Pada gol kedua Roma di menit ke-41, Mkhitaryan kembali meliuk-liuk. Kali ini, dengan keahliannya menggiring bola berikut kecepatannya, dia coba menembus pertahanan Cagliari. Setelah lepas dari tiga pemain belakang lawan, dirinya melepaskan umpan tarik yang bisa dikonversi dengan apik oleh Kalinic sehingga bola meluncur ke gawang lawan.
Lalu, pada gol ketiga Roma di menit ke-81, gestur Mkhitaryan yang coba menyambut bola tendangan bebas Kolarov membuat penjaga gawang Cagliari Robin Olsen terkecoh. Bola kencang yang meluncur menyilang dari sisi kanan pertahanan Cagliari itu sejatinya tidak menyentuh tubuh Mkhitaryan sehingga gol tercatat atas nama sang eksekutor, Kolarov.
”Mkhitaryan terus membaik dari hari ke hari. Saat ini, dia komponen penting tim,” kata Fonseca dikutip Roma Press seusai laga.
Jadi pembeda
Sebenarnya, Mkhitaryan tidak terlalu banyak bermain musim ini. Dari 26 laga di liga, dia absen di 11 laga karena sejumlah cedera. Namun, ketika tampil, dirinya selalu menjadi pembeda yang sering kali membawa Srigala Roma meraih poin penuh.
Namun, ketika tampil, dirinya selalu menjadi pembeda yang sering kali membawa Srigala Roma meraih poin penuh. Total, dari 13 laga liga yang telah dijalani, dia berhasil membukukan enam gol dan empat asis.
Pada tiga laga terakhir misalnya, Mkhitaryan—yang selalu bermain penuh—pasti memberikan kontribusi untuk kemenangan tim. Ketika Roma membantai Lecce 4-0 dalam laga kandang pekan ke-25 di Liga Italia, Minggu (23/2/2020), dia turut menyumbang satu gol dan satu asis. Saat Roma menahan Gent 1-1 dalam laga tandang babak 32 besar Liga Eropa kemarin, dirinya juga menyumbang satu asis.
Terakhir, dalam laga kontra Cagliari, secara resmi Mkhitaryan mencatat satu asis. Total, dari 13 laga liga yang telah dijalani, dia berhasil membukukan enam gol dan empat asis. Itu adalah catatan statistik yang cukup apik dari pemain yang hanya bermain sebanyak 813 menit itu.
Sejak awal kedatangnya ke Roma pada musim panas musim kemarin, Mkhitaryan memang bertekad membuktikan kapasitasnya pada klub bermarkas di Trigoria, Roma tersebut. Dengan tegas, pemain bertinggi 177 sentimeter itu mengatakan bahwa kedatangannya bukan untuk pelesiran atau liburan melainkan untuk berkontribusi pada tim.
Bukan berwisata
”Sangat hebat berada di sini. Klub dan kota ini memiliki sejarah begitu panjang. Apalagi, cuaca kota ini mirip dengan Armenia, di mana kita bisa menikmati matahari selama 300 hari. Orang-orang Italia juga mirip dengan orang Armenia, lucu dan mengesankan. Tapi, saya datang ke sini bukan untuk menjadi turis. Saya ke sini untuk membantu Roma mencapai sesuatu,” tuturnya dikutip Bleacher Report pada 25 September 2019.
Setelah melalui masa sulit dalam pemulihan cedera, lambat tapi pasti, Mkhitaryan berhasil membuktikan janjinya tersebut. Bahkan, sekarang, dia menjadi bagian penting yang membantu Roma melewati masa-masa krisis selama sebulan terakhir.
Karena performa apik itu, Fonseca pun mantap meminta manajemen untuk mempermanenkan Mkhitaryan. ”Musim ini, Mkhitaryan lebih banyak bergelut dengan cedera. Namun, ketika kembali ke lapangan, dia selalu bisa membuktikan kualitasnya. Dia adalah pemain dengan naluri dan kreativitas tinggi di lapangan. Saya ingin manajemen mempertahankan dia untuk kami,” ujar Fonseca kemudian.
Sementara itu, Pelatih Cagliari Rolando Maran menyampaikan, kekalahan timnya karena pemain terlalu cemas menjaga pertahanan. Akibatnya, mereka tidak leluasa untuk menyerang. Padahal, mereka membuktikan bisa mencetak tiga gol atau hampir mengejar Roma hingga menit-menit akhir pertandingan.
”Para pemain sudah mencoba melakukan yang terbaik. Tetapi, ada kecemasan dalam situasi bertahan. Ketika Anda menghadapi lawan seperti Roma, kecemasan itu justru bisa menjadi celah mereka untuk menghukum kami,” pungkasnya dikutip Sky Sport Italia seusai laga itu.