Apabila kasus kekerasan terjadi, kepala sekolah bersama guru idealnya menangani secara komprehensif. Mereka bisa mengundang orangtua korban dan pelaku, membicarakan persoalan, solusi, dan upaya pencegahan.
Oleh
Caecilia Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pencegahan dan penanganan tindak kekerasan di sekolah memerlukan kesadaran guru. Ketika kesadaran terbangun, penyusunan langkah preventif dan penyelesaian persoalan menjadi komprehensif.
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia Heru Purnomo saat dihubungi, Senin (2/3/2020), di Jakarta menyebut imbauan pemerintah untuk membentuk tim pencegahan antikekerasan lebih banyak bersifat formalitas. Sekolah sejatinya sudah mempunyai fungsi pencegahan dan penanganan tindak kekerasan.
”Kepala sekolah sebenarnya berfungsi menggerakkan guru, mulai dari guru bimbingan konseling sampai wali kelas, untuk mengidentifikasi kasus. Dalam kasus perundungan, guru bisa membuat pemetaan potensi korban ataupun pelaku,” ujarnya.
Apabila kasus kekerasan terjadi, kepala sekolah bersama guru idealnya menanganinya secara komprehensif. Misalnya, mereka bisa mengundang orangtua korban dan pelaku, membicarakan persoalan, solusi, dan upaya pencegahan agar kasus tidak terulang.
Segala persoalan yang terjadi di sekolah salah satunya dipengaruhi oleh kualitas guru.
”Guru bahkan bisa memantau perkembangan perilaku korban atau pelaku perundungan pascakejadian,” ujar Heru.
Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim menyampaikan, pihaknya berprinsip segala persoalan yang terjadi di sekolah salah satunya dipengaruhi oleh kualitas guru. Oleh karena itu, perbaikan mutu amat mendesak.
IGI menyarankan pemerintah mengubah lembaga penjaminan mutu pendidikan serta pusat pengembangan dan pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan menjadi balai besar peningkatan profesi guru. Dengan demikian, program pendidikan profesi guru dilaksanakan oleh mereka.
Menyikapi kasus kekerasan antarsiswa di Seminari Bunda Segala Bangsa Maumere, Kabupaten Sikka, NTT, Pelaksana Tugas Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ade Erlangga Masdiana menyampaikan, kementerian turut prihatin. Dengan adanya berbagai kasus kekerasan di sekolah sejak pertengahan Februari 2020, Kemendikbud mengimbau sekolah segera membentuk tim pencegahan tindak kekerasan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Mendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Dalam pernyataannya, Rabu (26/2/2020), Ade juga menyampaikan, pencegahan kekerasan mengharuskan sekolah, guru, dan pemerintah daerah menyusun langkah-langkah membendung tindak kekerasan, termasuk menyusun prosedur dan kanal pelaporan.
Sebelum kejadian kekerasan antarsiswa di Seminari Menengah Bunda Segala Bangsa Maumere, sudah terjadi sejumlah kasus yang beruntun di daerah. Seorang guru terekam memukul siswa di Sekolah Menengah Atas Negeri 12 Bekasi, Jawa Barat, dan videonya viral di media sosial. Di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, tiga siswa SMP Muhammadiyah di Kecamatan Butuh menjadi tersangka perundungan terhadap rekannya, CA (16). Dari Kota Malang, Jawa Timur, tercatat kasus perundungan tujuh siswa terhadap seorang siswa SMPN yang mengakibatkan ruas jari tengah korban harus diamputasi.
Kemudian, dari Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, viral diberitakan, tiga tersangka tragedi susur sungai di SMPN 1 Turi dirapikan rambutnya dengan cara digundul oleh Polres Sleman. Ketiga tersangka, yaitu IYA (36), R (58), dan DDS (58), bahkan dipertontonkan ke publik. Mereka dijerat Pasal 359 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) karena kelalaian sehingga menyebabkan orang lain meninggal dan Pasal 360 KUHP karena kelalaian sehingga membuat orang lain luka-luka.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbud Harris Iskandar mengatakan, ada indikasi kelalaian guru pembina pramuka dalam kasus tragedi susur sungai di Yogyakarta. Kasus hukumnya telah ditangani Polres Sleman. Ketiga guru pembina dinyatakan sebagai tersangka.
Untuk mempercepat pemulihan psikis siswa, guru, kepala sekolah, dan orangtua, seluruh unit pelaksana teknis Kemendikbud dan dosen psikologi di Daerah Istimewa Yogyakarta diturunkan. Mereka membuka posko psikologi sosial. Kemendikbud dan Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman terus memantau dan mengikuti perkembangannya.
”Dinas Pendidikan Sleman telah menyampaikan bahwa ketiga tersangka diperlakukan dengan baik sekali oleh Polres Sleman,” ujar Harris.
Sementara terkait kekerasan antarsiswa di Seminari Menengah Bunda Segala Bangsa, kasus itu dinilai oleh Kemendikbud sudah selesai. Dia menceritakan, dinas pendidikan setempat, pihak sekolah, dan yayasan sudah menggelar pertemuan. Salah satu kesepakatannya adalah memberhentikan dua kakak kelas pendamping yang juga pelaku kekerasan.
”Dinas pendidikan menyarankan agar sekolah menghentikan praktik pendampingan seperti itu. Setelah pertemuan, kegiatan belajar-mengajar sudah kembali normal,” ujar Haris.