Penundaan impor buah akibat wabah Korona membuat harga buah baik lokal dan impor kian meningkat. Ini menjadi kesempatan untuk meningkatkan produksi buah lokal agar dapat menjadi tuan di rumah sendiri.
Oleh
SHARON PATRICIA
·3 menit baca
Jejeran buah lokal mendominasi kios Damiyati (50), pedagang buah di Pasar Minggu Baru, Jakarta Selatan. Hanya terlihat dua jenis buah impor yang dijajakan, yaitu apel dan pir. Padahal, sebelum kasus korona merebak, ia menjual cukup banyak buah impor terutama dari China.
Saat ditemui pada Senin (2/3/2020) pagi, Damiyati mengatakan, stok buah impor terus berkurang akibat tertahannya impor dari China menyusul merebaknya wabah korona. Akibat berkurangnya pasokan, harga buah lokal ikut terkerek naik.
Saat ini, jeruk ponkam dijual Rp 25.000 per kilogram dari harga normal Rp 12.500 per kg. Harga jeruk lokal dari Medan pun ikut naik, dari seharga Rp 13.000 per kg menjadi Rp 25.000 per kg.
”Ada yang bilang karena stok buah lokal juga menipis makanya harga melambung tinggi. Apa memang benar barang enggak ada, saya juga enggak tahu. Yang penting asal bukan karena ada yang sedang mencari kesempatan saja,” ucap Damiyati, yang biasa membeli buah dari Pasar Induk Kramat Jati.
Harga apel impor naik dari harga normal Rp 28.000 per kg menjadi Rp 42.000 per kg. Begitu pun pir yang kini dijual hingga Rp 25.000 per kg dari harga normal Rp 16.000 per kg.
Untuk tetap memenuhi kebutuhan pasar, Damiyati menambah stok buah lokal. ”Kalau biasanya saya menyetok satu keranjang jeruk lokal, sekarang menyetok tiga keranjang setiap dua hari sekali,” katanya.
Pedagang buah di Pasar Palmerah, Jakarta Pusat, Kuniani (43), juga menghadapi persoalan serupa. Selama ini, menurut dia, buah impor akan membuat harga buah di pasaran menjadi stabil.
Dengan menipisnya stok buah impor, tentu harga buah lokal ikut naik. ”Buah lokal tergantung musim. Kalau panen melimpah ruah, harga jadi murah, tapi kalau gagal panen, ya harga jadi tinggi,” kata Kuniani.
Sementara apel yang diimpor dari China dijual Rp 45.000 per kg dari harga normal Rp 30.000 per kg. Adapun apel lokal dari Malang, Jawa Timur, dijual Rp 35.000 per kg.
Harga buah impor yang tinggi membuat para pembeli beralih ke buah lokal. Salah satunya Isni (40), pembeli buah di Pasar Palmerah. Saat ini ia lebih memilih untuk membeli buah lokal daripada buah impor.
”Saya sekarang lebih baik beli buah lokal. Biasanya saya beli apel fuji, sekarang saya beli apel malang saja,” kata Isni.
Penundaan
Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan, pihaknya menunda impor sejumlah komoditas hortikultura asal China. Menurut Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Prihasto Setyanto, penundaan itu berlaku hanya untuk komoditas asal China.
”Impor terbesar itu bawang putih dan bawang bombay. Buah-buahan juga ada, seperti jeruk, apel, dan pir,” ujarnya.
Kementerian Pertanian merupakan instansi yang mengeluarkan rekomendasi impor komoditas pertanian. Rekomendasi ini menjadi syarat mendapatkan izin impor dari Kementerian Perdagangan (Kompas, 5/2/2020).
Sementara itu, Kementerian Perdagangan telah menghentikan sementara impor binatang hidup dari China yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 10 Tahun 2020 tentang Larangan Impor Sementara Binatang Hidup dari China. Peraturan yang berlaku sejak 7 Februari 2020 ini hanya khusus melarang impor binatang hidup dan bukan produk barang lainnya.
Ketua Asosiasi Hortikultura Nasional Anton Muslim menilai, keadaan ini merupakan kesempatan bagi petani lokal untuk mengembangkan industri buah. ”Kenapa kita tidak bisa membuat buah lokal yang terdiri dari beragam varian menjadi tuan di rumahnya sendiri?” ucapnya.
Menurut Anton, Indonesia sebetulnya mampu untuk memproduksi buah guna memenuhi kebutuhan pasar agar tidak lagi bergantung pada buah impor. ”Pihak pemerintah dalam hal ini Kementan dan dinas terkait bisa bekerja sama dengan pengembang agar bisa memodernkan cara kerja para petani kita,” kata Anton.