Lokasi Dinilai Tak Laik, Penyebab Deretan Ruko di Jember Ambruk
Keberadaan sejumlah ruko di lokasi di kompleks pertokoan Jompo, Kabupaten Jember, dinilai tidak laik. Deretan ruko itu ambruk pada Senin (2/3/2020).
JEMBER, KOMPAS – Sebanyak 10 unit bangunan rumah toko di Pusat Pertokoan Jompo, Kecamatan Kaliwates, Jember ambruk akibat longsornya sempadan Sungai Jompo. Keberadaan sejumlah ruko di lokasi tersebut dinilai tidak laik.
Sejak tahun lalu, Pemerintah Daerah Kabupaten Jember sedang merancang perobohan 31 ruko di kawasan Pertokoan Jompo. Namun, sebelum perobohan dimulai, sebagian ruko terlebih dahulu ambruk karena tanah di bawahnya tergerus aliran air sungai.
Bupati Jember Faida yang ditemui di lokasi kejadian mengakui, ruko-ruko di pusat pertokoan Jember tersebut merupakan aset Pemerintah Daerah sejak tahun 1976. Ia juga mengakui bahwa hal itu tidak sesuai dengan aturan sempadan sungai.
Baca juga; Longsor di Pusat Kota Jember, 10 Unit Ruko Ambruk
Izin pendirian dan pemanfaatan bangunan yang merupakan aset Pemerintah Daerah Jember tersebut lebih dahulu ada sebelum munculnya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 28/PRT/M/2015 tentang penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau.
“Sesuai rencana, wilayah ini akan menjadi wilayah yang bebas bangunan. Hal itu dilakukan untuk menjaga keamanan sungai dan sempadannya. Seharusnya memang tidak boleh ada bangunan di daerah ini,” tutur Faida ketika ditemui di lokasi kejadian, Senin (2/3/2020).
Sesuai rencana, wilayah ini akan menjadi wilayah yang bebas bangunan. Hal itu dilakukan untuk menjaga keamanan sungai dan sempadannya. Seharusnya memang tidak boleh ada bangunan di daerah ini
Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 28/PRT/M/2015 tentang penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau Pasal 5 diatur, garis sempadan pada sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan paling sedikit berjarak 10 meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai yang memiliki kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan 3 meter. Sedangkan untuk sungai dengan kedalaman 3 meter hingga 15 meter minimal berjarak 15 meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai. Sedangkan untuk sungai yang berkedalaman lebih dari 20 meter harus berjarak minimal 30 meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai.
Pantauan Kompas, Sungai Jompo berkedalaman sekitar 5 meter hingga 10 meter. Namun bangunan ruko-ruko tersebut berada tepat di bibir sungai. Bahkan ada sejumlah ruko yang menambah bangunan hingga tepat berada di atas sungai dengan penyangga diagonal yang ditanam di dinding sungai.
Kondisi jalan yang merekah akibat longsor di Pusat Pertokoan Jompo Kecamatan Kaliwates, Kabupaten Jember, Senin (2/3/2020). Sedikitnya ada 10 unit ruko roboh akibat longsor yang terjadi pukul 04.15 tersebut.Pemerintah Kabupaten Jember, lanjut Faida, menetapkan status tanggap darurat bencana pada peristiwa tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan dalam masa tanggap darurat bencana ialah merobohkan ruko-ruko yang berada di sempadan Sungai Jompo.
Perobohan ruko-ruko tersebut sebenarnya sudah direkomendasikan oleh Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VIII Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Surat Tindak Lanjut Rencana Penanganan Jalan Sultan Agung dan Jembatan Kali Jompo tersebut diterbitkan 4 Oktober 2019.
Dalam surat tersebut, Pemerintah Kabupaten Jember direkomendasikan untuk membongkar ruko-ruko yang dinilai mengganggu fungsi Sungai Jompo. Namun, belum juga langkah pembongkaran terhadap 31 ruko dilakukan, sebanyak 10 ruko diantaranya lebih dahulu roboh akibat tanah yang menopangnya tergerus aliran Sungai Jompo.
Baca juga; Ruko Roboh di Jember
Ruko-ruko tersebut roboh pada pukul 04.15, Senin (2/3/2020). Beruntung, Pemerintah Kabupaten Jember sudah sempat menginstruksikan sejumlah pemilik ruko untuk mengosongkan bangunan. Saat peristiwa terjadi, 10 ruko yang roboh tersebut telah dikosongkan.
“Sekarang kami instruksikan agar 21 ruko lain yang masuk kategori rawan untuk segera dikosongkan. Pemerintah Daerah akan membantu proses evakuasi. Tetapi kami tidak menyediakan lokasi khusus untuk relokasi, karena toko-toko tersebut sudah memiliki gudang masing-masing,” ujar Faida.
Instruksi Bupati tersebut langsung ditindak lanjuti oleh sejumlah pemilik toko. Pantauan Kompas, sejumlah karyawan tampak mengosongkan dagangan mereka.
Baca juga; Banjir Bandang Menerjang Sebagian Daerah di Jember
Sejumlah petugas dari Pemerintah Daerah juga tampak mendata pemilik ruko yang hendak mengevakuasi barang-barangnya. Bantuan yang diberikan Pemerintah Daerah ialah penyediaan transportasi untuk memindahkan barang-barang dagangan tersebut.
“Sejak tahun lalu sudah ada instruksi untuk mengosongkan ruko. Tapi kami tidak mau tanda tangan sebagai bukti bersedia mengosongkan bangunan. Kami diminta mengosongkan tetapi tidak ada solusi berupa kompensasi ganti rugi atau janji relokasi ke tempat baru,” ujar Jimmy pemilik Ruko Arcadia Computer.
Jimmy yang sudah dua tahun berdagang di kompleks pertokoan Jompo mengaku, ruko tersebut merupakan milik kerabatnya. Setelah ada instruksi untuk mengosongkan, Jimmy masih belum mengetahui akan berdagang di mana. Ia hanya berencana untuk memindahkan barang-barang dagangannya di rumahnya.
Baca juga; Puting Beliung Ancam 8 Kecamatan di Jember
Hal serupa juga dialami Angga S pemilik Toko Elektronik National. Ia terpaksa mengajak dua orang karyawannya untuk memindahkan barang-barang dagangan ke rumah pasca instruksi pengosongan ruko.
“Untuk sementara kami tutup. Belum tahu kapan bisa berjualan lagi. Ruko kami sebenarnya rusak, kami ikut terdampak dan tidak bisa berjualan lagi,” ujarnya.
Yessyana Arifah Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Sumber Daya Air Kabupaten Jember mengatakan, pihaknya sudah memiliki rencana untuk merobohkan sejumlah ruko di Sempadan Sungai Jompo. Namun belum juga perobohan dilakukan, sebagian bangunan sudah lebih dahulu roboh karena tanah longsor.
“Kami sebenarnya sedang dalam proses mematangkan motode perobohan. Kami belum motede yang tepat karena keterbatasan alat dan metode perobohan bangunan di pinggir sungai. Perobohan menggunakan alat berat, berbahaya karena bangunan bisa runtuh ke sungai beserta dengan alat berat yang digunakan,” ujarnya.
Rencana perobohan ruko di Kompleks Pertokoan Jompo, lanjut Yessyana, sebenarnya sudah diagendakan dan dianggarkan untuk tahun anggaran 2020. Pemerintah Jember sudah menganggarkan Rp 200 juta untuk pembongkaran tersebut. “Saya tidak bisa bicara banyak soal anggaran karena hingga saat ini anggaran (APBD) tersebut belum di dok (disahkan),” ungkapnya.
Catatan Kompas, pada Maret 2019 sudah ditemukan adanya penurunan aspal 10 cm hingga 15 cm sepanjang 60 meter Jalan Sultan Agung, di depan deretan ruko-ruko Pertokoan Jompo. Saat itu, Bupati Jember Faida meminta 15 ruko yang berada di dekat amblasan jalan tersebut untuk dikosongkan.
Pada April 2019, di lokasi tersebut terdapat area sepanjang 73 meter dengan lebar 3 meter yang ditutup plastik dengan rangka dari bambu. Penutupan tersebut dilakukan agar air tidak masuk ke dalam retakan sehingga dapat memperparah kerusakan.
Oktober 2019, petugas Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VIII yang melakukan penyelidikan di sana menemukan adanya pergeseran jembatan hingga 52 cm. Selanjutnya direkomendasikan pembongkaran ruko-ruko yang mengganggu fungsi Sungai Jompo.