Kepala Dinas dan Dirut BUMD Rutin Beri Setoran ke Wali Kota Medan
›
Kepala Dinas dan Dirut BUMD...
Iklan
Kepala Dinas dan Dirut BUMD Rutin Beri Setoran ke Wali Kota Medan
Para pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Medan rutin memberi setoran kepada Wali Kota Medan Dzulmi Eldin. Sebagian setoran itu juga dikumpulkan melalui Samsul Fitri, kepala subbag protokol Pemko Medan.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS – Sebanyak 24 orang kepala dinas dan direktur badan usaha milik daerah Kota Medan, Sumatera Utara rutin memberikan setoran kepada Wali Kota Medan Dzulmi Eldin. Kepala Sub Bagian Protokol Pemerintah Kota Medan Samsul Fitri, yang juga orang kepercayaan Eldin mengumpulkan Rp 2,15 miliar untuk biaya operasional Eldin.
Hal itu terungkap dalam dakwaan terhadap Samsul Fitri yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi Arin Karnia Sari di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan, Senin (2/3/2020). Dakwaan dibacakan di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Abdul Azis.
Arin mengatakan, sebagai kepala subbag protokol, Samsul bertugas mengurus agenda wali kota Medan. Sejak Juli 2018, ia pun dipercaya mengurus anggaran operasional wali kota yang ditanggung maupun tidak ditanggung APBD. “Untuk memenuhi anggaran yang tidak ada dalam APBD, terdakwa mendapat arahan dari Dzulmi Eldin untuk meminta uang kepada kepala organisasi perangkat daerah,” kata Arin.
Untuk memenuhi anggaran yang tidak ada dalam APBD, terdakwa mendapat arahan dari Dzulmi Eldin untuk meminta uang kepada kepala organisasi perangkat daerah. (Arin-jaksa KPK)
Arin menjelaskan, Samsul mengumpulkan uang Rp 2,15 miiar dari 24 orang kepala dinas dan dirut BUMD di Pemko Medan selama Juli 2018-Oktober 2019. “Meski tahu hal itu bertentangan dengan kewajibannya, terdakwa tetap meminta uang kepada kepala dinas dan dirut BUMD,” kata Arin.
Pada Juli 2018, kata Arin, Eldin meminta Samsul mengumpulkan Rp 200 juta untuk menutupi biaya operasionalnya menghadiri kegiatan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia di Kota Tarakan, Kalimantan Utara. Samsul pun membuat daftar pihak-pihak untuk dimintai uang dan disetujui Eldin. Namun, realisasinya Samsul hanya mendapat uang Rp 120 juta dari enam kepala dinas dan direktur utama RSUD Dr Pirngadi.
Sebulan setelah dilantik, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Isa Ansyari pun langsung ditemui oleh Samsul pada Maret 2019. Ia meminta agar Isa bersiap menutupi biaya operasional wali kota. “Isa pun menyanggupinya dan memberikan uang total Rp 530 juta,” kata Arin.
Arin mengatakan, uang itu antara lain digunakan untuk menutupi kekurangan biaya kunjungan kerja Eldin ke Kota Ichikawa, Jepang, dalam program “Sister City”. Biaya kunjungan kerja sebesar Rp 1,5 miliar, tetapi yang ditanggung APBD Kota Medan hanya Rp 500 juta. Dua anak Eldin pun turut serta dalam kunjungan itu dan tidak ditanggung APBD.
Biaya kunjungan kerja sebesar Rp 1,5 miliar, tetapi yang ditanggung APBD Kota Medan hanya Rp 500 juta. Dua anak Eldin pun turut serta dalam kunjungan itu dan tidak ditanggung APBD.
JPU KPK pun mendakwa Samsul menerima hadiah atau janji yang bertentangan dengan jabatannya sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Huruf A dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Atas dakwaan itu, Samsul Fitri menyatakan tidak akan mengajukan eksepsi. Sidang pun akan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Medan Ismail Lubis mengatakan, mereka sangat berharap Pengadilan Tipikor Medan bisa menegaskan perannya terhadap pemberantasan korupsi dengan menjatuhkan hukuman maksimal bagi koruptor. Ia menyesalkan vonis yang sebelumnya sudah dijatuhkan kepada Kepala Dinas PU Isa Ansyari yang hanya dua tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider empat bulan kurungan.
Ismail mengingatkan, Eldin adalah wali kota ketiga yang ditangkap karena korupsi. Korupsi pun berulang antara lain karena putusan pengadilan dinilai tidak memberikan efek jera kepada pejabat di Kota Medan.
“Hukuman seorang koruptor yang mencuri uang rakyat ratusan juta hingga miliaran rupiah sama dengan hukuman pencuri ayam,” kata dia.
Menurut Ismail, hal ini terjadi karena hakim yang mengadili tindak pidana korupsi tidak mempunyai perspektif pemberantasan korupsi yang kuat. Akibatnya hukuman yang dijatuhkan pun hampir semuanya kurang dari lima tahun dan di bawah tuntutan jaksa. Mantan Wali Kota Abdillah dan wakilnya Ramli divonis 4 tahun. Sementara mantan Wali Kota Rahudman Harahap baru dijatuhi vonis 10 tahun di tingkat kasasi.