PBB di Yogyakarta Naik hingga 400 Persen, Warga Protes
›
PBB di Yogyakarta Naik hingga ...
Iklan
PBB di Yogyakarta Naik hingga 400 Persen, Warga Protes
Nilai Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Yogyakarta, tahun ini naik hingga lebih dari 400 persen. Sebagian warga memprotes kenaikan tersebut karena dinilai sangat memberatkan.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS – Nilai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Yogyakarta, tahun ini naik hingga lebih dari 400 persen. Sebagian warga memprotes kenaikan tersebut karena dinilai sangat memberatkan. Namun, Pemerintah Kota setempat mengklaim kenaikan itu sudah sesuai ketentuan.
Pada Senin (2/3/2020), puluhan warga mendatangi kantor DPRD Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta untuk menyuarakan protes terkait kenaikan tersebut. Masyarakat yang datang ingin mengikuti rapat konsultasi DPRD Kota Yogyakarta dengan Pemkot Yogyakarta mengenai kenaikan PBB tahun 2020. Namun, mereka dilarang masuk ke ruangan rapat sehingga mesti menunggu di luar.
Salah seorang warga, Reta Fajar (36), menuturkan, besaran PBB untuk rumah tempat tinggalnya naik signifikan tahun ini. Dia menyebut, pada 2019, tagihan PBB untuk rumahnya hanya sekitar Rp 2.378.000. Namun, tahun ini, tagihan tersebut membengkak menjadi Rp 4.346.000 atau naik lebih dari 80 persen.
Rumah Reta berada di Kelurahan Semaki, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta. Luas tanah rumah itu 629 meter persegi, sedangkan luas bangunannya 218 meter persegi. “Rumah ini masih atas nama almarhum bapak, tapi sekarang untuk tempat tinggal saya, ibu, dan kakak,” ujar Reta.
Menurut Reta, kenaikan PBB rumahnya itu terjadi karena kenaikan drastis nilai jual objek pajak (NJOP) rumah tersebut. Ia memaparkan, pada 2019, NJOP tanah rumahnya hanya Rp 2.176.000 per meter persegi. Sementara tahun ini, NJOP tanah rumah tersebut membengkak menjadi Rp 6.805.000 per meter persegi.
Reta mengatakan, dari tahun ke tahun, nilai PBB rumahnya memang selalu naik. Namun, dia menyebut, kenaikan tahun ini tergolong drastis sehingga dinilai sangat memberatkan. Reta pun mempertanyakan kenapa NJOP tanah rumahnya bisa naik drastis.
Kenaikan tahun ini tergolong drastis sehingga dinilai sangat memberatkan. Warga mempertanyakan kenapa NJOP tanah rumahnya bisa naik drastis.
“Kenapa kok NJOP tanah rumah kami bisa naik drastis menjadi Rp 6,8 juta per meter persegi? Ini yang kami keberatan” kata Reta.
Warga lain, Hermawan Adi Atmojo (64), juga mengaku keberatan dengan nilai PBB rumahnya yang naik signifikan. Hermawan menyebut, tahun lalu, PBB rumahnya hanya sekitar Rp 1,6 juta. Namun, tahun ini, besaran PBB yang mesti dibayarnya membengkak menjadi sekitar Rp 3,3 juta atau naik sekitar 106 persen.
Rumah Hermawan memiliki luas tanah 215 meter persegi dan luas bangunan 150 meter persegi. Rumah itu berlokasi di Kelurahan Notoprajan, Kecamatan Ngampilan. “Rumah saya ini rumah kuno dan merupakan rumah warisan,” kata Hermawan.
Ia berharap, keputusan Pemkot Yogyakarta menaikkan PBB itu bisa dibatalkan karena dirasa sangat memberatkan. “Penghitungan kenaikan PBB ini enggak jelas, kok bisa sampai ratusan persen begini,” ujarnya.
Penyesuaian NJOP
Dalam rapat konsultasi dengan DPRD Kota Yogyakarta, Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti menyatakan, kenaikan PBB itu terjadi karena adanya penyesuaian NJOP. Dia menyebut, sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, penyesuaian NJOP ditetapkan setiap tiga tahun.
“Penyesuaian NJOP ini adalah bentuk kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, kami harus melaksanakan amanat undang-undang untuk menyesuaikan NJOP setiap tiga tahun,” kata Haryadi.
Menurut Haryadi, penyesuaian NJOP di Kota Yogyakarta dilakukan terakhir kali pada tahun 2016. Oleh karena itu, penyesuaian NJOP tahun ini dinilai sudah sesuai peraturan perundang-undangan.
Haryadi mengakui, PBB di Kota Yogyakarta tahun ini memang naik hingga 400 persen. Namun, dia menyebut, tidak semua wajib pajak naik hingga 400 persen karena besaran kenaikan bervariasi.
Haryadi memaparkan, jumlah wajib pajak yang mesti membayar PBB di Kota Yogyakarta sebanyak 95.273 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 870 wajib pajak atau 0,91 persen harus membayar PBB dengan ketetapan minimal, yakni Rp 10.000. Sementara itu, 28.985 wajib pajak atau 30,42 persen tidak mengalami kenaikan PBB.
Adapun 52.086 wajib pajak atau 54,67 persen mengalami kenaikan dengan besaran kurang atau sama dengan 100 persen. Sebanyak 11.360 wajib pajak atau 11,92 persen mengalami kenaikan lebih dari 100 persen hingga 200 persen, sebanyak 1.756 wajib pajak atau 1,84 persen mengalami kenaikan lebih dari 200 persen hingga 300 persen.
Sementara itu, sebanyak 165 wajib pajak atau 0,17 persen naik berkisar 300 persen hingga 400 persen serta 51 wajib pajak atau 0,05 persen mengalami kenaikan PBB dengan besaran lebih dari 400 persen.
“Jumlah wajib pajak yang mengalami kenaikan lebih dari 300 persen itu hanya 216 orang atau 0,22 persen dari total wajib pajak. Jadi, tidak semua wajib pajak di Kota Yogyakarta mengalami kenaikan PBB 400 persen,” ungkap Haryadi.
Haryadi menyatakan, kenaikan PBB yang signifikan terjadi karena sejumlah penyebab. Salah satunya penambahan luas tanah dan bangunan milik wajib pajak. Penyebab lain adalah perkembangan wilayah yang pesat secara ekonomi serta kenaikan harga tanah.
Ia menambahkan, untuk mengimbangi kenaikan PBB, Pemkot Yogyakarta mengambil sejumlah kebijakan guna mengurangi beban masyarakat. Salah satunya dengan memberikan stimulus untuk mengurangi besaran PBB yang mesti dibayar masyarakat.
Jumlah wajib pajak yang mengalami kenaikan lebih dari 300 persen itu hanya 216 orang atau 0,22 persen dari total wajib pajak. (Haryadi Suyuti-Wali Kota Yogyakarta)
Selain itu, Pemkot Yogyakarta juga menaikkan NJOP Tidak Kena Pajak dari Rp 12 juta menjadi Rp 20 juta. Kenaikan NJOP Tidak Kena Pajak itu bisa menjadi salah satu faktor yang mengurangi besaran tagihan PBB.
Di sisi lain, masyarakat yang merasa keberatan juga bisa mengajukan pengurangan nilai PBB yang harus dibayar. Nilai pengurangan yang diberikan itu paling tinggi 75 persen dari besaran PBB. Namun, khusus untuk korban bencana alam, pengurangan itu bisa mencapai 100 persen.
Ketua DPRD Kota Yogyakarta Danang Rudyatmoko mengatakan, berdasarkan aduan masyarakat, pihaknya akan melakukan pengawasan terhadap kebijakan kenaikan PBB itu. Danang menuturkan, apabila ternyata kebijakan itu tidak memiliki dasar hukum yang kuat, DPRD Kota Yogyakarta akan merekomendasikan agar kenaikan PBB itu dibatalkan.
Namun, apabila kebijakan itu sudah sesuai aturan, kenaikan PBB tetap bisa berlaku. Meski begitu, Danang menambahkan, DPRD Kota Yogyakarta akan mengawasi proses pengurusan keringanan PBB untuk memastikan masyarakat yang keberatan benar-benar mendapat haknya.