Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah mengantisipasi virus korona dengan membentuk tim kewaspadaan. Tim tersebut memeriksa di berbagai tempat termasuk pekerja asing di Kalimantan Tengah.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS – Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah mengantisipasi virus korona dengan membentuk tim kewaspadaan. Tim tersebut memeriksa di berbagai tempat termasuk pekerja asing di Kalimantan Tengah. Apalagi sebelumnya ditemukan pasien dengan dugaan virus tersebut meskipun negatif.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng Suyuti mengungkapkan, pihaknya melakukan pengawasan sejak awal korona ditemukan di Wuhan, China. Sejak saat itu, sesuai instruksi Kementerian Kesehatan, pemeriksaan dilakukan di berbagai tempat seperti di pelabuhan, bandar udara, dan pintu masuk transportasi lainnya.
“Tim kewaspadaan sudah lama bekerja mulai dari pengecekan suhu penumpang pesawat dan awak kapal, evaluasinya pun dilakukan berkala,” kata Suyuti di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Senin (2/3/2020).
Pihaknya juga melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap tenaga kerja asing di Kalteng. Pemeriksaan dilakukan oleh puskesmas di masing-masing daerah. “Tenaga kerja asing itu kan terpencar di daerah-daerah jadi pemeriksaannya semua dilakukan oleh puskesmas terdekat, ketika membutuhkan bantuan kami turun langsung,” ujarnya.
Tenaga kerja asing itu kan terpencar di daerah-daerah jadi pemeriksaannya semua dilakukan oleh puskesmas terdekat, ketika membutuhkan bantuan kami turun langsung (Suyuti)
Dari data Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Kalteng menunjukkan selama 2018 hingga 2019 terdapat 721 tenaga kerja asing (TKA) di Kalteng. TKA di Kalteng didominasi oleh negara China dengan jumlah 516, diikuti negara Malaysia dengan 109 orang, dan sisanya terbagi ke beberapa negara Asia lainnya, Eropa juga Amerika.
Selain itu, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Doris Sylvanus juga ditunjuk sebagai rujukan Penanganan Infekso Emerging (PIE). Direktur RSUD Doris Sylvanus Yayu Indriaty mengungkapkan, pihaknya sudah menyiapkan obat-obatan, tim medis, peralatan dan fasilitas.
“Ruang isolasi sudah siap, beberapa waktu lalu ada yang diduga tetapi hasilnya kan negatif tetapi kami sudah melakukan sesuai dengan instruksi,” kata Yayu.
Dirahasiakan
Menurut Yayu, pasien yang identitasnya dirahasiakan itu dirujuk dari salah satu rumah sakit swasta di Kalimantan Tengah setelah mendapatkan gejala korona virus. Ditambah lagi pasien dan keluarganya baru saja kembali dari Singapura.
“Setelah pulang dari Singapura, muncul beberapa gejala seperti batuk, pilek dan sesak nafas setelah 14 hari, sesuai dengan ketentuan Kementerian Kesehatan kami ambil sampel lalu mengirimkannya ke Jakarta dan hasilnya negatif,” ungkapnya.
Tiga hari setelah sampel dikirim ke Litbangkes Kementerian Kesehatan, lanjut Yayu, hasilnya menunjukkan pasien tidak terjangkit korona. Setelah mendapatkan hasiil itu, pihak rumah sakit mengijinkan pasien pulang dan melakukan rawat jalan.
Salah satu dokter anak di RSUD Doris Sylvanus, Andar Sitanggang, yang menangani pasien tersebut, mengungkapkan, pasien mengalami batu berdahak dengan dahak yang sangat banyak dan kental. Selain itu, saat dirujuk kondisi sel darah putih pasien menurun.
“Awalnya diduga ada pneumonia tetapi setelah diperiksa menyeluruh, tidak ada pneumonia. Jadi pasien tersebut hanya peradangan pada saluran pernafasan atau radang tonsillitis (amandel),” kata Andar.
Andar menjelaskan, gejala korona virus memang sangat umum dialami oleh masyarakat, sehingga membutuhkan pemeriksaan dengan peralatan yang lengkap untuk mengetahui terjangkit virus mematikan tersebut atau tidak. Salah satu syarat penentuan penanganan virus korona hanya dilakukan jika terdapat riwayat keluar dari wilayah atau negara terjangkit.
Dari data RSUD Doris Sylvanus, tahun 2019 terdapat 132 kasus pneumonia dengan jumlah yang meninggal sebanyak 20 orang pada bulan Oktober sampai Desember. Sedangkan di tahun 2020, selama bulan januari terdapat 48 kasus pneumonia dengan tujuh orang meninggal. Sebagian besar yang dirawat adalah anak berusia satu sampai lima tahun.
Sementara itu, Kota Palangkaraya, ibu kota Provinsi Kalteng, kehabisan masker. Banyak took, apotek, dan ritel tidak lagi menjual masker dengan berbagai faktor. Salah satu faktor yang paling banyak adalah karena stok di distributor pun habis.
“Kami tidakbisa berbuat banyak dengan ketersediaan terbatas, tetapi masker yang kami punya diprioritaskan untuk tenaga medis dan pasien yang sakit,” kata Suyuti.