Persaingan yang lebih kompetitif membuat status "invincibles" (tak terkalahkan) hanya tinggal mitos bagi klub Liga Inggris. Nasib tragis Liverpool yang gagal merengkuh kesempurnaan menjadi buktinya.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
LIVERPOOL, MINGGU – Manajer Manchester City Josep Guardiola mengibaratkan status “invincibles” atau tak terkalahkan selama semusim penuh di Liga Inggris hanya tinggal mitos belaka. Kesempurnaan itu tak akan hadir lagi dalam sejarah sepak bola Inggris, setelah untuk pertama dan terakhir kali diciptakan oleh Arsenal pada musim 2003/2004.
“Jika kamu meminta untuk menyudahi musim tanpa kekalahan. Saya mengatakan tidak akan terjadi. Invincibles hanya milik Arsenal dan Arsene Wenger,” kata Guardiola pada Oktober 2017 kepada Bleacher Report.
Ucapan Guardiola menjadi kenyataan. Di akhir musim 2017/2018, City yang juara dengan mencetak rekor poin terbanyak dalam semusim, 100 poin, harus menelan dua kali kekalahan. Masing-masing dari Manchester United dan Liverpool.
Menurut pelatih asal Spanyol itu, persaingan saat ini jauh lebih keras. Semua tim, bahkan tim papan bawah sekalipun, memiliki skuad yang cukup untuk menumbangkan setiap lawan. “Lebih banyak tim bagus. Lebih kompetitif sekarang. Ketika tak bermain bagus, maka kita akan kalah. Semua tim bisa mengalahkan siapa pun,” terangnya.
Kemarin, Minggu (1/3/2020), kata-kata Guardiola terbukti lagi. Pemuncak klasemen sementara Liverpool, pulang dengan kekecewaan setelah ditekuk tim papan bawah Watford, 0-3, di markas lawan, Stadion Vicarage Road.
Mimpi invincibles yang sudah di depan mata menguap begitu saja. “Si Merah” sudah 27 kali tidak terkalahkan sejak awal musim, dengan 18 laga terakhir berujung dengan kemenangan. Media-media lokal Inggris sudah memperkirakan munculnya tim invincibles baru karena mereka hanya butuh 11 pertandingan tanpa kekalahan lagi.
Liverpool yang turun dengan kekuatan penuh, dibuat tidak berdaya oleh pertahanan rapat dan serangan balik Watford. Tim yang total belum kalah dalam 44 laga, sejak musim lalu, kehilangan fokusnya. Mereka dihukum oleh dua gol dari Ismaeli Sarr dan satu gol dari Troy Deeney.
“Saya tidak berpikir kamu bisa memecahkan rekor karena mau. Kamu bisa memecahkan rekor karena kamu fokus 100 persen terhadap yang kamu lakukan. (Invincibles) tidak pernah mudah,” jelas Manajer Liverpool Juergen Klopp selepas laga.
Pertama dan terakhir kali invincibles terjadi adalah pada 16 tahun lalu. Arsenal di bawah asuhan Arsene Wenger dengan generasi emasnya, Thierry Henry dan rekan-rekan, menjuarai Liga Inggris tanpa kekalahan, dengan rekor 26 menang dan 12 imbang.
Wenger, dalam buku Inside Arsenal Unbeaten Season, menceritakan, pemain-pemainnya menganggap dirinya mabuk ketika memasang target semusim tanpa kekalahan. Target itu diucapkannya pada 2002, setelah Arsenal menjuarai liga tanpa kekalahan di laga tandang.
“Namun, kami justru gagal juara pada 2002/2003. Dalam rapat pramusim, Martin Keown (bek Arsenal) menyalahkan saya. Menurut dia invincible sebuah hal yang mustahil, beban besar itu yang membuat pemain terbebani sehingga kehilangan gelar musim itu,” jelas “Si Profesor”, julukan Wenger.
Dalam buku itu, digambarkan tim berjuluk “Meriam London” begitu komplet. Skuad berisikan pemain dengan kemampuan fisik, mental, dan inteligensi tinggi. Penulis buku Amy Lawrence menyebut skuad invincibles seperti kepingan puzzle yang terangkai sempurna menjadi sebuah gambar indah.
“Mereka punya pemain pelapis seperti Kanu, Wiltord, dan Pascal Cygan – Yang sangat bagus ketika sedang harinya. Tentunya dengan dukungan pemain kelas dunia seperti Henry ataupun Vieira. Keseimbangan tim dan kebersamaan membuat mereka sangat sempurna,” kata Amy yang juga merupakan jurnalis The Athletic.
Alarm “Si Merah”
Di samping dari status invincibles, Liverpool masih memuncaki klasemen sementara dengan 79 poin, berjarak 22 poin dari peringkat kedua, City. Mereka masih menjadi yang terdepan untuk meraih trofi Liga Inggris di 10 pertandingan tersisa.
Meski begitu, kekalahan ini sudah sepatutnya menjadi rambu bagi van Dijk dan rekan-rekan. Ini merupakan kekalahan kedua dalam tiga pertandingan terakhir, setelah sebelumnya takluk di laga pertama babak 16 besar Liga Champions, dari Atletico Madrid, 0-1.
“Tren mereka mengkhawatirkan. Lawan Atletico, mereka membuat delapan peluang tanpa ada yang tepat sasaran. Tadi (lawan Watford) mereka buat tujuh tendangan dan hanya satu yang mengarah ke gawang,” kata pengamat sepak bola Inggris yang juga mantan pemain, Andy Gray.
Tren ini cukup berbahaya karena “Si Merah” masih akan menjalani laga kedua melawan Atletico, di markas kebesaran mereka, Stadion Anfield. Kemenangan lebih dari satu gol dibutuhkan untuk menjaga peluang mempertahankan trofi “Si Kuping Lebar”.
“Rekor dan pembicaraan tentang itu hanya tentang pemberitaan di media. Kami hanya ingin memenangkan laga. Kami akan fokus pada pertandingan berikutnya dan mencoba memenangkannya, dengan lebih rendah hati dan kerja keras,” ucap van Dijk. (AFP/REUTERS)