Warga Melawan Kecemasan Setelah Virus Korona Jenis Baru Ada di Indonesia
›
Warga Melawan Kecemasan...
Iklan
Warga Melawan Kecemasan Setelah Virus Korona Jenis Baru Ada di Indonesia
Kasus pertama warga yang positif terserang virus korona di Indonesia memicu kekhawatiran publik. Sayangnya, sebagian warga belum memiliki pemahaman cukup untuk menangkal wabah ini.
Oleh
Aditya Diveranta
·4 menit baca
Nuraini Hasin (36) melanjutkan makan siang setelah memandangi ponsel cukup lama. Pekerja di perusahaan telekomunikasi ini baru mendengar kabar terkait seorang ibu dan anak yang tertular virus korona tipe baru di Jakarta.
Senin (2/3/2020) sekitar pukul 13.00, Nuraini menceritakan kekhawatirannya kepada seorang teman. ”Mbak, ini virus korona resmi masuk Jakarta, udah beli masker?” kata dia saat sedang berada di sebuah warung nasi di Jalan Haji Agus Salim, Jakarta Pusat. Merespons obrolan itu, beberapa temannya menjadi lebih serius saat melihat tayangan konferensi pers tentang virus korona di Jakarta.
Nuraini dan teman-temannya menyimak video konferensi pers dari Presiden Joko Widodo yang baru tayang pada siang ini. Dalam video, presiden mengonfirmasi dua korban, yakni ibu berumur 64 tahun dan anaknya berumur 31 tahun yang berinteraksi dengan seorang tamu dari Jepang. Orang Jepang yang tinggal di Malaysia ini diketahui positif terjangkit korona tipe baru (Covid-19).
”Ada informasi bahwa orang Jepang yang tinggal di Malaysia sedang bertamu ke Indonesia. Ternyata pas dicek, dia positif korona. Tim dari Indonesia langsung menelusuri, orang Jepang ini bertamu ke siapa,” ucap Presiden dalam video itu.
Seusai melihat video itu, Nuraini khawatir. ”Ini antisipasinya bagaimana, ya, selain pakai masker? Saya baru dengar kalau sebaiknya beli masker. Tapi, sekarang barang itu pun susah dicari,” kata Nuraini.
Pengalaman Nuraini dan beberapa temannya menandai kekhawatiran terhadap korona selama ini ada dan terus berkembang. Apalagi, kasus ibu dan anak yang terjangkit itu menjadi temuan pertama di Indonesia. Kedua korban itu pun dibawa ke ruang isolasi di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof Dr Sulianti Saroso, Jakarta.
Ini antisipasinya bagaimana, ya, selain pakai masker? Saya baru dengar kalau sebaiknya beli masker. Tapi, sekarang barang itu pun susah dicari.
Meskipun Presiden telah menegaskan adanya penanganan intensif sesuai standar internasional, publik masih menyimpan kekhawatiran. Hal tersebut terutama karena simpang siurnya informasi penanganan.
Chandra (33), warga Cengkareng, Jakarta Barat, yang ditemui di Jalan Haji Agus Salim, bercerita, dirinya baru mencari masker pada hari ini untuk berjaga-jaga. Kendati begitu, dia sebenarnya tidak tahu mengenai apa yang harus dilakukan untuk menangkal korona.
”Saya hanya dengar dari teman agar beli masker dan terus dipakai kalau bepergian. Tetapi, saya belum tahu kalau penyebaran itu dari mana, apa melalui dari badan, kontak fisik, atau bagaimana,” ujar Chandra.
Begitu pun Budi Hartono (48), pekerja kreatif yang ditemui di Halte Bus Karet. Ia benar-benar mewanti-wanti penggunaan masker di transportasi publik, terutama saat pulang menjelang malam. ”Saya sudah wanti-wanti sebelum korona ramai di Jakarta hari ini. Meski begitu, masker semakin sulit dicari dan harga semakin mahal. Saya bingung, apa tidak ada pengumuman resmi terkait korona dari pemerintah kota setempat?” tutur Budi.
Finny (25), pegawai yang berkantor di Badan Standardisasi Nasional, Jakarta Pusat, menyampaikan, harga masker termurah yang ia beli pada bulan lalu naik drastis. Masker termurah dalam satu boks isi 50 unit seharga Rp 40.000 pada bulan Februari. Padahal, harga masker satu boks dengan merek yang sama sebelumnya senilai Rp 25.000.
”Saya masih punya persediaan, tapi sebentar lagi akan habis. Saya berencana membuat masker dari tisu basah yang belakangan viral di media sosial untuk menghemat biaya,” ujarnya.
Pernyataan sejumlah warga menandakan pemahaman terkait penyebaran korona masih minim. Sebuah laporan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), 27 Januari silam, berjudul ”Getting your Workplace Ready for COVID-19”, berusaha menjelaskan terkait penyebaran wabah ini.
Laporan itu menjelaskan, wabah korona hanya bisa menyebar apabila seorang yang terjangkit mengeluarkan tetesan kecil dari batuk atau helaan napas. Tetesan ini juga bisa jadi menempel pada benda-benda fasilitas publik. Singkat kata, penyebaran korona mirip dengan cara penyakit flu menyebar.
Dengan cara penyebaran mirip flu, berarti pencegahan korona dapat dilakukan dengan menjaga diri dan berbagai benda di sekitar kita agar tetap higienis. Caranya dengan menyemprot cairan disinfektan, atau membersihkan tangan dengan sabun setelah beraktivitas di luar ruangan.
Penggunaan masker saat bepergian juga efektif untuk menghindari penularan saat seseorang batuk atau bersin. Meski begitu, laporan ini menyampaikan masker sebaiknya dipakai paling lama sekitar empat jam saja dalam sehari.
Terkait antisipasi, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada siang ini baru mengumumkan adanya Tim Tanggap Covid-19. Tim dari Dinas Kesehatan DKI tengah menyelidiki epidemi, memantau siapa yang berpotensi terkena penyakit ini di Jakarta.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam keterangan tertulis mengatakan, ada sekitar 136 kasus yang dipantau hingga siang ini. Dari jumlah itu, 115 orang terpantau sehat dan 21 orang masih dalam pemantauan. Sementara itu, ada 39 pasien di antara jumlah total yang masih diawasi atau dianggap sebagai
suspect.
Pemantauan intensif terutama ditujukan kepada orang yang memiliki riwayat infeksi dan suhu tubuhnya hangat. Selain itu, mereka yang baru pulang dari negara-negara seperti China, Singapura, Malaysia, atau negara-negara lain yang dikabarkan turut terinfeksi.
Pengawasan juga dilakukan kepada orang yang dipantau memiliki gejala tambahan dengan adanya sesak napas. Apabila memiliki sejumlah gejala di atas, Pemprov DKI akan membawa korban ke rumah sakit dan ditempatkan di ruang isolasi.
Di tengah upaya pemerintah menangani wabah, upaya antisipasi sebaiknya dilakukan sejak dini. Menjaga rumah Anda agar tetap higienis, kemudian bepergian dengan masker/penutup mulut, sejauh ini adalah langkah terbaik untuk mengantisipasi penularan.