Alat Tangkap Dirancang Berdasarkan Tingkah Laku Ikan
›
Alat Tangkap Dirancang...
Iklan
Alat Tangkap Dirancang Berdasarkan Tingkah Laku Ikan
Universitas Diponegoro Semarang mengembangkan alat tangkap yang dirancang berdasarkan tingkah laku ikan. Hal itu diharapkan menjadi solusi persoalan di lapangan selama ini terkait alat tangkap.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Universitas Diponegoro Semarang, Jawa Tengah, melalui Program Studi Perikanan Tangkap, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, mengembangkan alat tangkap yang dirancang berdasarkan tingkah laku ikan. Alat itu diharapkan menjadi solusi persoalan di lapangan.
Dosen Fakultas Perikanan dan Imu Kelautan Undip, Aristi Dian Purnama Fitri, menyampaikan hal itu menjelang pengukuhannya sebagai guru besar, di Semarang, Selasa (3/3/2020). Pada hari Rabu, ia akan membacakan orasi berjudul ”Alat Pengembangan Alat Tangkap Ikan Ramah Lingkungan Berbasis Eto-Ekofisiologi”.
Aristi mengatakan, eto-ekofisiologi ikan adalah ilmu perilaku (tingkah laku) ikan saat merespons suatu obyek atau habitat tertentu yang berasal dari lingkungan ekologinya. Konsep itu dijadikan dasar dalam mendesain dan membuat konstruksi alat tangkap ikan ataupun alat bantu tangkap ikan.
Menurut Aristi, dalam mendesain suatu alat tangkap harus diketahui karakter biota yang ditangkapnya. ”Sebab, perilaku ikan kecil, menengah, dan dewasa berbeda. Setelah tahu bagaimana karakter berdasarkan organ, baru kita mendesain, membuat, dan aplikasikan di lapangan,” ujarnya.
Adapun alat tangkap yang dikembangkan merupakan modifikasi dari arad, payang, dan penjebak kepiting. Adapun penggunaan arad, sejak 2016, dilarang, yang menyerupai cantrang dilarang, sedangkan payang diperbolehkan dengan pengawasan, seperti dari segi desain dan metode.
Ia menuturkan, pada prinsipnya desain ketiga alat tangkap yang ia kembangkan sama dengan bentuk aslinya. Seperti pada arad dan payang yang ditambahi celah agar ikan-ikan yang kecil tak ikut terambil. Ikan yang bakal terjaring, misalnya, hanya ikan yang minimal pernah sekali kawin.
Dalam penelitiannya diketahui bahwa ikan tenggiri terkecil yang terjaring dengan payang mofidikasi yakni 29 TL sentimeter (cm), sedangkan pada payang asli 10 TL cm. ”Jadi, yang kami utamakan kualitas, bukan kuantitas. Ini penting untuk keberlanjutan sumber daya ikan,” kata Aristi.
Selama ini, lantaran terkait pemenuhan kebutuhan hidup, nelayan menggunakan jaring agar ikan, dengan ukuran apa pun, sebanyak-banyaknya tertangkap. Padahal, ada nilai tambah apabila yang terjaring hanya ikan-ikan berukuran besar. ”Satu kilogram isi dua ekor lebih baik daripada 1 kg isi enam ekor,” ujarnya.
Aristi mengatakan, penelitian terkait eto-ekofisiologi dimulai sejak 1999. Pada 2019, pihaknya menjalin kerja sama dengan Balai Besar Penangkapan Ikan Semarang Kementerian Kelautan dan Perikanan serta PT Arida selaku produsen alat tangkap. Adapun paten tengah diproses.
Ia menjelaskan, inovasinya tersebut memang hanya modifikasi dari alat tangkap yang sudah digunakan nelayan. ”Sebelumnya, kami ubah total, tetapi nelayan semua menolak. Karena, itu hanya sedikit modifikasi, tetapi diharapkan optimal. Juga diharapkan menjadi solusi agar nelayan mendapat hasil optimal, tetapi lingkungan terjaga,” tuturnya.
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Undip Tri Winarni Agustini menuturkan, pengembangan alat tangkap yang didasarkan pada tingkah laku ikan merupakan sesuatu yang baru. Ia berharap pengembangan terus dilakukan sehingga manfaatnya ke depan dapat dirasakan banyak nelayan.
Tingkatkan persaingan
Selain Aristi, terdapat tiga guru besar lain yang akan dikukuhkan pada hari Rabu. Mereka yaitu Ari Pradhanawati dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Siswanto Imam Santoso dari Fakultas Peternakan dan Pertanian, serta Hadi Sasana dari Fakultas Ilmu Ekonomi dan Bisnis.
Rektor Undip Yos Johan Utama mengatakan, peningkatan jumlah guru besar sejalan dengan upaya Undip menjadi universitas kelas dunia. SDM unggul terus disiapkan. ”Kami mengantisipasi betul era digital. Persaingan tak sekadar dengan perguruan tinggi nasional, tetapi internasional,” katanya.
Dengan tambahan empat guru besar tersebut, Undip kini memiliki 142 guru besar aktif. Dengan modal tersebut, Yos menambahkan, pihaknya juga tengah berencana menerapkan kuliah daring serta massive open online courses (MOOC) sehingga biaya perkuliahan lebih murah dan mampu menjangkau pelosok.