Ekspor Patin ke Arab Saudi Berlanjut Meski Kedatangan Jemaah Umrah Ditangguhkan
›
Ekspor Patin ke Arab Saudi...
Iklan
Ekspor Patin ke Arab Saudi Berlanjut Meski Kedatangan Jemaah Umrah Ditangguhkan
Penghentian umrah ke Arab Saudi belum berdampak terhadap ekspor patin asal Indonesia. Tahun ini, eksportir Indonesia menargetkan bisa mengirim 600 ton produk olahan patin untuk jemaah haji.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pengiriman produk patin olahan ke Arab Saudi untuk jemaah haji berlanjut meski Pemerintah Arab Saudi menangguhkan kedatangan warga asing dari 24 negara, termasuk Indonesia, yang akan menjalankan ibadah umrah atau wisata untuk mencegah penyebaran virus korona baru atau Covid-19.
Ketua Bidang Budidaya Patin Asosiasi Pengusaha Catfish Indonesia (APCI) Imza Hermawan, di Jakarta, Senin (2/3/2020), menyatakan, ekspor patin ke Arab Saudi ditargetkan 600 ton tahun ini. Jumlah itu meningkat dibandingkan ekspor perdana tahun lalu yang mencapai 540 ton.
Ia menambahkan, produksi olahan patin tahun ini ditargetkan 1.300 ton per bulan. “Rencana (ekspor patin) 600 ton untuk keperluan jemaah haji saja,” katanya.
Menurut Direktur Pemasaran Kementerian Kelautan dan Perikanan, Machmud Sutedja, penghentian umrah ke Arab Saudi untuk saat ini belum berdampak terhadap ekspor patin ke negara itu. “Untuk saat ini, ekspor patin masih untuk tujuan haji,” katanya.
Ekspor perdana patin olahan berupa irisan daging ikan dan stik ke Arab Saudi berlangsung Mei 2019. Saat itu, ekspor patin mencapai 540 ton dengan nilai sekitar Rp 22 miliar. Ekspor antara lain untuk menu masakan jemaah haji.
Produk patin olahan merupakan komoditas kedua hasil perikanan budidaya air tawar yang diekspor Indonesia. Harga produk ekspor ikan patin olahan ke Arab Saudi berkisar 2,7-3 dollar AS per kg. Sebelumnya, Indonesia juga telah mengekspor filet ikan nila.
Menurut Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto, ekspor patin olahan ke Arab Saudi akan turut menggenjot produksi patin di dalam negeri. Peluang itu harus dioptimalkan. Jika tidak, negara pesaing lain yang akan masuk ke pasar tersebut. Namun, perlu dipikirkan ketersediaan gudang pendingin di Arab Saudi untuk penyimpanan bahan baku. “Bahan baku harus sudah mulai mengalir sebelum musim haji,” katanya.
Slamet menambahkan, pihaknya akan mendorong produksi patin sebagai salah satu program prioritas perikanan budidaya. Tahun ini, pemerintah berencana membangun kawasan industri patin terintegrasi seluas 100 hektar (ha) pada perairan Sungai Musi di Merah Mata, Palembang.
Kawasan itu meliputi pakan, pembenihan, budidaya, dan pengolahan. Sentra produksi terintegrasi dengan mengandalkan perairan pasang surut itu direncanakan menyerupai sentra patin di Vietnam yang memanfaatkan Sungai Mekong. Sejauh ini, sentra bahan baku ikan patin antara lain adalah Jawa Timur, Lampung, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara.
Ketua Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) Deny Mulyono menilai, pembangunan pabrik pengolahan yang dekat dengan sentra produksi diperlukan untuk memudahkan akses pasar. “Prosesing dibangun di sana (sentra produksi), sehingga patin olahan tinggal didistribusikan,” katanya.