Kesadaran Makin Tinggi karena Tidak Ingin Terinfeksi
›
Kesadaran Makin Tinggi karena ...
Iklan
Kesadaran Makin Tinggi karena Tidak Ingin Terinfeksi
Penyebaran virus korona di Indonesia memicu kepanikan publik. Sebagian warga berusaha tidak terjebak dalam kondisi itu. Mereka melawan dengan terus mencari informasi sebagai langkah antisipasi penularan.
Oleh
Aditya Diveranta
·4 menit baca
Puluhan penumpang kereta rel listrik menutupi mulut mereka dengan masker saat berada di Stasiun Sudirman, Jakarta Pusat. Selasa (3/3/2020) siang itu, ”pemandangan” serupa terlihat sejak memasuki gerbang stasiun di dekat terowongan Jalan Kendal.
Sejumlah penumpang bermasker kemudian naik kereta di stasiun tersebut. Ismahwati (32), salah satu penumpang itu, sempat membersihkan tangannya dengan cairan antiseptik pembersih tangan (hand sanitizer) sebelum naik kereta.
Penumpang rute Tanah Abang ini bercerita, dirinya berhati-hati bersentuhan dengan benda-benda di dalam kereta. Sejak Senin (2/3/2020), ia mempelajari bahwa benda-benda fasilitas publik memiliki kemungkinan membawa virus korona baru atau Covid-19 dari paparan penderita.
Meski kecil kemungkinan karena kasus pertama kali terjadi di Kota Depok, Jawa Barat, Ismahwati memilih langkah mengurangi kontak fisik dengan benda fasilitas publik serta memakai masker untuk menghindari batuk atau bersin seseorang. ”Sekarang saya berusaha tidak banyak pegangan dengan benda di luar dan pakai masker. Penularan korona ini, kan, mirip seperti flu biasa. Saya hati-hati saja,” ucap Ismahwati.
Fenomena penumpang bermasker di transportasi publik kian marak dua hari belakangan sejak pasien korona pertama dirawat di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Prof Dr Sulianti Saroso, Jakarta Utara. Senin (2/3/2020), Presiden Joko Widodo mengonfirmasi dua pasien penderita korona, yakni ibu berumur 64 tahun dan anaknya 31 tahun. Kedua pasien sempat berkontak dengan orang Jepang yang sedang bertamu ke Indonesia.
Kejadian tersebut memang memicu kepanikan publik. Meski begitu, sebagian masyarakat berusaha tidak terjebak dalam kepanikan dan mengantisipasi penularan wabah korona.
Selain Ismahwati, ada Herdi (28) yang juga berupaya mengantisipasi penularan virus korona. Mahasiswa pascasarjana asal Tangerang, Banten, ini membaca segala informasi di internet terkait penyebaran korona sejak kemarin.
Salah satu referensi yang ia baca adalah prosedur standar operasi untuk antisipasi korona yang dipublikasikan National Health Service, program layanan kesehatan masyarakat di Inggris.
Herdi mempelajari bahwa korona tidak menular lewat udara. Yang dia tahu, korona menyebar lewat droplets atau tetesan kecil saat batuk atau bersin dari pasien penderita. Oleh karena itu, dia menggunakan masker saat berada di dalam bus yang penuh penumpang.
”Saya pakai masker juga karena sedang kurang enak badan. Dalam laporan yang saya baca, penularan juga berpotensi terjadi pada orang yang berkondisi kurang fit,” ujarnya.
Dengan kondisi penyebaran korona dan segala kepanikan publik, sudah semestinya pemerintah kini memberi informasi yang komprehensif terkait virus korona. Herdi menyayangkan masih banyak informasi simpang siur yang beredar sehingga memicu kepanikan.
Herdi pun berusaha memberi penjelasan kepada keluarga di rumah. Hal yang penting, menurut dia, adalah mencuci tangan setelah beraktivitas di luar ruangan. ”Jangan sampai memegang mulut sebelum cuci tangan. Kita tidak pernah tahu apakah kita berkontak dengan seseorang yang terpapar korona atau tidak,” jelas Herdi.
Apa yang dijelaskan Herdi pun sejalan dengan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berjudul ”Getting Your Workplace Ready for Covid-19”. Laporan ini menjelaskan, virus korona menyebar apabila seseorang yang terjangkit mengeluarkan tetesan kecil dari batuk atau helaan napas. Tetesan ini juga bisa jadi menempel pada berbagai macam benda. Singkat kata, penyebaran korona mirip dengan cara penyakit flu menyebar.
Dengan cara penyebaran mirip flu, berarti pencegahan korona dapat dilakukan dengan menjaga diri dan berbagai benda di sekitar kita agar tetap higienis. Caranya, dengan menyemprot cairan disinfektan, atau membersihkan tangan dengan sabun setelah beraktivitas di luar ruangan.
Penggunaan masker saat bepergian juga efektif untuk menghindari penularan saat seseorang batuk atau bersin. Meski begitu, laporan ini menyampaikan masker sebaiknya dipakai paling lama sekitar empat jam dalam sehari.
Pengelola transportasi publik pun kini turun tangan membantu antisipasi penyebaran virus korona. Pengelola kereta rel listrik (KRL) dan bus Transjakarta melakukan pencucian moda rutin setelah operasional.
Kepala Divisi Sekretaris Korporasi dan Humas PT Transjakarta Nadia Diposanjoyo menyampaikan, interior bus setiap hari telah disemprot dengan cairan disinfektan. Tidak hanya itu, Transjakarta juga menyediakan cairan pembersih tangan untuk pelanggan di 80 halte bus.
Pencucian moda juga dilakukan pengelola KRL, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI). Vice President Corporate Communication PT KCI Erni Sylviane Purba menyebutkan, pengguna kereta juga telah mendapat sosialisasi pencegahan penyebaran sejak 3 Februari silam.
Melalui keterangan tertulis, Erni menyampaikan, petugas kesehatan PT KCI telah membagikan masker gratis, memberikan edukasi cara mencuci tangan yang efektif, serta etika bersin atau batuk di depan umum. ”Kami sosialisasi ke 80 stasiun KRL tentang hal yang berkaitan dengan korona. Harapannya agar warga lebih berhati-hati,” jelasnya.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti sejak Senin juga menyatakan telah membentuk Tim Tanggap Covid-19. Hal ini untuk meningkatkan kewaspadaan publik terhadap risiko korona menyusul munculnya Instruksi Gubernur Nomor 16 Tahun 2020 tentang Peningkatan Kewaspadaan terhadap Risiko Penularan Infeksi Corona Virus Disease (Covid-19).
Dengan peningkatan kewaspadaan publik melalui sejumlah program pemerintah, sudah semestinya warga lebih paham cara penularan virus korona. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga memiliki layanan panggilan Dinas Kesehatan DKI di nomor 081388376955 atau pada layanan panggilan 112/119.