Meskipun batas waktunya masih satu bulan lagi, tingkat kepatuhan penyerahan laporan harta kekayaan penyelenggara negara dinilai masih kurang sehingga diharapkan ditingkatkan lagi.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meskipun batas waktu penyerahan laporan harta kekayaan penyelenggara negara masih sebulan lagi, Komisi Pemberantasan Korupsi berharap penyerahan LHKPN dapat dipercepat. Persentase pelaporan LHKPN juga harus terus ditingkatkan karena data itu berkaitan dengan upaya pencegahan korupsi agar penyelenggara negara bisa mempertanggungjawabkan asal dan sumber kekayaannya.
Hingga 28 Februari 2020, KPK mencatat, dari total 358.900 kewajiban penyerahan LHKPN, baru 183.466 orang atau 51,12 persen yang melapor. Sementara pejabat yang belum menyerahkan LHKPN-nya mencapai 175.434 orang. Batas waktu penyetoran LHKPN paling lambat 31 Maret 2020.
Adapun, data KPK sepanjang 2018, tingkat kepatuhan LHKPN masih 64,05 persen (Kompas, 23/01/2019).
Saat dihubungi di Jakarta, Senin (2/3/2020), Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan, memang masih ada waktu satu bulan lagi penyerahannya. Namun, ada baiknya jika LHKPN diserahkan lebih cepat dan tidak mepet.
Sejauh ini, berdasarkan data KPK, untuk lembaga eksekutif, penyerahan LHKPN telah mencapai 49,36 persen dari total 289.322 wajib lapor, legislatif 54,16 persen dari total 20.191 wajib lapor, dan yudikatif 88,69 persen dari total 19.014 wajib lapor. Adapun untuk pejabat BUMN dan BUMD sebanyak 42,33 persen dari 30.373 wajib lapor.
”Para menteri yang diangkat pada Oktober 2019 sudah menyerahkan LHKPN. Namun, sejumlah staf khusus Presiden dan Wapres serta di instansi lainnya yang kebanyakan orang muda dan baru, sebagian belum,” kata Pahala.
Di kementerian dan lembaga, tambah Pahala, sistem pelaporan LHKPN itu sudah ada sehingga harusnya bisa lebih cepat. ”Biasanya, menjelang 31 Maret baru ramai-ramai diserahkan LHKPN-nya. Namun, seharusnya LHKPN bisa diserahkan lebih cepat,” ujarnya.
Karena itu, ujar Pahala, pimpinan penyelenggara negara diminta segera mengingatkan para pejabat di bawahnya yang belum melaporkan agar segera menyerahkan LHKPN. Jika hingga batas waktu penyerahan LHKHPN masih belum diserahkan, KPK dapat mengumumkan nama-nama pejabat itu kepada publik.
Kepatuhan masih rendah
Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Oce Madril menyatakan, penyerahan LHKPN menunjukkan budaya atau tingkat kepatuhan di lingkungan pejabat negara masih rendah. Tata kelola antikorupsi dinilai juga tampak masih belum menjadi tradisi berpemerintahan.
”LHKPN terkait dengan tata kelola atau upaya-upaya pencegahan untuk harta kekayaan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan asalnya. Ketika sebuah institusi tidak transparan, misalnya, bisa disimpulkan bahwa tata kelola kurang baik,” kata Oce Madril.
Menurut Oce Madril, mekanisme penyerahan LHKPN dinilai tidak efektif karena tak ada disinsentif atau sanksi yang mengikat jika alpa dengan LHKPN. Padahal, di negara dengan kesadaran hukum yang masih rendah, regulasi harus disertai juga dengan sanksi. Tanpa adanya sanksi, penyerahan LHKPN seolah menjadi tak berharga di mata hukum.
Kewajiban penyelenggara negara melaporkan LHKPN antara lain diatur Undang-Undang No 28/1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, UU Nomor 30/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Keputusan KPK Tahun 2005 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pemeriksaan, dan Pengumuman LHKPN.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, menambahkan, pucuk pimpinan di setiap lembaga penyelenggaraan negara seharusnya memegang peran penting untuk mengingatkan para pejabat di bawahnya melaporkan LHKPN.
”Presiden, Wapres, atau Ketua DPR, MPR, dan pimpinan lembaga lainnya seharusnya memang mengingatkan para pejabat itu. Sudah tepat kalau pimpinan KPK ikut juga pro-aktif,” katanya.